Benar-benar wabah yang mengerikan! Kiranya inilah ungkapan yang cocok untuk menjelaskan tentang coronavirus. Bagaimana tidak mengerikan, belum habis tanggalan di bulan Maret 2020 ratusan negara di dunia telah tercemar.
Berbagai catatan statistik seakan menambah kengeriannya. Per tanggal 24 Maret 2020 saja sudah ada 384.432 kasus terangkum dari seluruh negara. Sementara itu, jumlah kematian mencapai 16.591 kasus, sedangkan 102.536 kasus di antaranya sembuh.
Syahdan, di negara Indonesia sudah terangkum ada 686 kasus coronavirus, 55 di antaranya meninggal dan 30 orang berhasil sembuh.
Perlu direnungkan, catatan ini sejatinya bukanlah sekadar statistik melainkan angka-angka merah yang telah menegur kita. Sudah selayaknya kita melindungi diri dan keluarga, serta ikut mendukung program pemerintah untuk memberantas corona.
Apakah fakta-fakta ini belum cukup mengerikan hingganya banyak saudara-saudara di luar sana yang masih bandel?
Agaknya, detik ini juga kita perlu merenungkan dan membayangkan andai nanti kita sendiri yang terjangkit dan meninggal karena coronavirus. Namun, terlebih dahulu kita berdoa semoga saudara-saudara kita yang telah wafat karena corona, tergolong syahid fil akhiroh. Aamiin
Biasanya saat seseorang meninggal dunia, maka keluarganya memiliki tanggung jawab untuk mengurus jenazah. Jika ia seorang muslim, maka amalan dari keluarga maupun masyarakat bisa dimulai dari takziah, memandikan jenazah, mengkafani, dan terakhir menguburkannya.
Sesekali jika sempat, pihak keluarga akan memberikan pelukan dan ciuman terakhir kepada jenazah sembari mendoakannya. Terang saja, itulah pertemuan terakhir antara keluarga dan seseorang yang dicintainya.
Namun, kisah dan tata caranya akan berbeda andai yang meninggal itu tuah dari coronavirus. Aturan Islam, jenazah tetap dikuburkan. Meski demikian, ahli keluarga tidak bisa melakukan seluruh amalan-amalan sebagaimana yang saya sebutkan di atas tadi.
1. Tidak Bisa Mendampingi Saat Pasien Sakratul Maut
Sedih kiranya, saat pasien positif corona mengalami sakratul maut belum tentu keluarga bisa mendampingi dan mentalqinkannya. Padahal, itulah kesempatan terakhir keluarga melihatnya bernapas.