Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Duhai KPAI, Sesekali Apresiasilah Kinerja Guru!

19 Maret 2020   22:40 Diperbarui: 19 Maret 2020   23:09 1366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangtua menyimak hafalan surah anaknya saat libur. Dokumentasi Whatsapp pribadi.

Bencana coronavirus yang sudah meresahkan dunia dalam beberapa bulan ini seakan menegaskan bahwa para guru tetaplah sibuk. Bagaimana tidak, walaupun mayoritas sekolah sudah libur, para guru tetap membagi fokusnya kepada sekolah dan rumah.

Setengah fokus dilimpahkan kepada siswa-siswinya dengan cara menggelar pembelajaran online atau pemberian tugas, setengah lagi diperuntukkan kepada keluarga di rumah.

Tambah lagi jika para guru sudah punya anak, dan anak mereka sudah sekolah. Tentu anak-anak mereka juga ingin diperhatikan, baik tentang kesehatan maupun pemenuhan tugas sekolah.

Kadang, di beberapa sekolah meski jadwal sudah libur, guru tetap memiliki kewajiban hadir ke sekolah secara bergantian untuk memenuhi tugas administratif. Lelah juga jika dirasa, tapi seperti itulah tugas guru untuk mencapai predikat mulia.

Perhatian guru yang seperti ini tentunya patut untuk diapresiasi, terutama dari segi kepedulian mereka terhadap perkembangan belajar siswa di rumah.

Namun, baru-baru ini KPAI kembali membuat suasana hati para guru memanas. Padahal, kasus-kasus negatif peluka wajah pendidikan sudah hampir tidak terdengar lagi. Sekolah juga sudah libur, hingga peluang perundungan bisa dikatakan tidak ada.

Nadanya, KPAI menerima sejumlah aduan dari orangtua siswa di Jakarta bahwa anak mereka stres karena mendapatkan berbagai tugas dari para guru selama program belajar dari rumah (home learning).

"Kemungkinan besar para guru memahami home learning adalah dengan memberikan tugas-tugas secara online, dan pengumpulannya pun online. Alhasil para siswa dan orangtua mengeluh," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti pada Rabu (18/03/2020.

Berangkat dari kemungkinan yang belum tentu menjurus kepada kebenaran. Agaknya persepsi KPAI ini begitu timpang dan berangkat dari satu arah saja.

Kadang, keluh yang datang dari siswa maupun orangtua adalah efek dari pembelajaran tuntas itu sendiri. Ya, kita masih ingat bahwa kurikulum 2013 menerapkan pembelajaran tuntas di mana guru tidak berhak memberikan siswanya pekerjaan rumah, alias PR.

Siswa yang terbiasa belajar tuntas di sekolah, tiba-tiba mendapat jatah libur dan jatah tugas dalam waktu hampir dua minggu. Berat? Tentu saja, yang namanya tugas pastilah berat. Kalau ringan, itu kapas namanya. Yang jelas, jadi siswa jangan terlalu lemah.

Jujur saja, tidak mungkin guru akan membunuh siswanya dengan tugas yang begitu berat dan memberatkan, selama ia guru betulan. Guru tahu kadarnya, dan guru tahu apa yang harus diprioritaskan dari tugas tersebut.

Cukup aneh kiranya jika beberapa media online memberitakan bahwa para siswa stres diberikan tugas. Bu Retno sendiri menganggap pemberian tugas malah mengakibatkan anak kelelahan.

"Seiring dengan 14 hari belajar di rumah, ternyata tugas yang harus dikerjakan anak-anak mereka di rumah malah sangat banyak, karena semua guru bidang studi memberikan tugas yang butuh dikerjakan lebih dari 1 jam. Akibatnya, tugas makin menumpuk-numpuk, anak-anak jadi kelelahan," ujar Retno.

Kalau misalnya tugas yang diberikan dalam jangka 14 hari, kemudian anak-anak paksa selesaikan dalam waktu 3 hari, tentulah mereka akan mabuk dan stres.

Pertanyaannya, mengapa harus buru-buru menyelesaikan tugas? Apakah anak-anak sekalian ingin segera menikmati libur penuhnya dengan bermain smartphone atau rebahan?

Nyatanya, guru sudah bijak memberi tugas sesuai dengan kadarnya. Dalam artian, siswa dituntut untuk bisa belajar memanajemen waktu. Hari ini ada tugas, luangkan waktu beberapa jam untuk menyelesaikannya. Esok, lusa silahkan dilanjutkan dengan tugas lainnya.

Lalu, apa guna orangtua di rumah? Mereka sebenarnya diminta oleh guru untuk lebih sering menemani siswa dalam belajar. Bukan untuk membantu mengisikan tugas, melainkan mengajarkan mereka tentang bagaimana caranya mengatur dan membagi waktu.

Jujur saja, beberapa hari ini saya sangat bahagia dan bangga melihat beberapa postingan para orangtua di whatsapp story. Banyak dari mereka asyik menemani anaknya belajar dan mengerjakan tugas di waktu-waktu santai.

Orangtua menyimak hafalan surah anaknya saat libur. Dokumentasi Whatsapp pribadi.
Orangtua menyimak hafalan surah anaknya saat libur. Dokumentasi Whatsapp pribadi.

Misalnya rekan saya. Beliau sedang menyimak tugas hafalan surah pendek anaknya yang bersekolah di PAUD Terpadu. Anaknya tampak semangat, begitu pula orangtuanya. Jika seperti ini, tentulah sebagai guru saya sangat senang. Berarti orangtuanya peduli dan perhatian.

Ini hanya salah satu saja, dan di luar sana mungkin masih banyak lagi para orangtua yang sangat perhatian dan peduli terhadap kemajuan pendidikan anak-anaknya.

KPAI, Sesekali Apresiasilah Kinerja Guru!

Mungkin dan memang tidak dimungkiri bahwa ada juga sebagian guru yang memberikan tugas secara "berlebihan" kepada siswanya. Tapi, walau sebanyak apapun tugas itu saya rasa para guru punya alasan tersendiri.

Bukannya semata guru gagal paham, melainkan ada yang mereka ingin tanamkan kepada siswa. Guru yang baik pasti mengerti bahwa tugas yang diberikan sebaiknya bukan hanya sekadar teori. Bu Retno tentu lebih tahu, karena beliau pernah jadi kepala sekolah di SMA.

Di sinilah kadang koordinasi antara guru dan orangtua siswa jadi hal yang sangat penting. Jika memang tugas itu sudah keterlaluan, ada baiknya orangtua mengadakan musyarawah kepada guru.

Melalui grup whatsapp misalnya. Orangtua sampaikan keluh, guru mendengarkan. Guru sampaikan maksud dan tujuan tugas, kemudian  orangtua mendengarkan. Rasanya mediasi seperti ini sudah cukup, tidak perlulah KPAI ikut campur dan bahkan langsung menyalahkan guru.

Bahkan, sebaiknya cobalah KPAI sesekali mengapresiasi kinerja guru selama masa darurat ini. Ada guru senior yang menggelar pembelajaran online misalnya. Jujur saja, tidak mudah bagi seorang guru senior untuk bisa memiliki skill internet yang memadai.

Saya yakin bahwa banyak sekali para guru senior di luar sana yang sampai mati-matian terus belajar, agar mampu menguasai dan menggunakan teknologi pembelajaran berbasis digital.

Semangat guru yang seperti ini sebenarnya sangat patut untuk diapresiasi, bukan malah dipanas-panasi, atau malah kurang dihargai.

Ini baru sekolah umum, bagaimana jika anaknya sekolah di pesantren. Mungkin tambah stres dan mabuk lagi.

Dibandingkan dengan sekolah umum, tugas dan kewajiban di pesantren lebih detail dan banyak. Semua hanya ditujukan agar anak mampu memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang berguna dan bermaslahat.

Kepada anak-anak, jangan terlalu lemah, lah! Jikapun banyak tugas, kalian pasti masih sempat bermain game online di rumah, kan? Tentu saja, adik saya mendapat banyak tugas via online dari guru SMP, tapi dia tetap punya banyak waktu untuk tidur siang dan nonton TV.

Jika kemudian pandangan KPAI terkesan buru-buru dan memojokkan seperti ini, rasanya kita ingin bertanya apakah benar ucapan Bu Retno sudah merupakan representasi dari KPAI, atau malah pernyataan pribadi?

Yang jelas, pemberian tugas juga mengajarkan siswa tentang kerja keras, pantang menyerah, dan juga disiplin.

Mengapa KPAI tidak fokus saja kepada anak-anak yang saat libur suka main ke warnet dan kebanyakan bermain game online? Rasanya anak-anak seperti ini yang lebih patut untuk diluruskan.

Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun