Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Duhai Sayang, Gurumu, Muridmu dan Kepala Sekolahmu Malang!

9 Maret 2020   20:09 Diperbarui: 9 Maret 2020   20:32 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barangkali, dulu kita hanya cukup mendengar sebuah ungkapan "Guruku Sayang, Guruku Malang" saat menyaksikan berbagai peristiwa penzaliman guru yang begitu menyayat hati.

Terus terang saja, baik dari dulu sampailah sekarang profesi guru tetaplah profesi yang mulia. Ini tidak terbantahkan, karena saat guru mulai mengalirkan ilmu dan ilmu itu bermanfaat, maka mulai saat itu juga pahala untuk guru akan mengalir sampailah hari kiamat tiba.

Guru yang menelurkan generasi-generasi mulia sangatlah kita sayangi. Maka dari itulah, jika saja guru yang mulia seperti ini tersakiti dan teraniaya, maka sungguhlah sayang. Alangkah malangnya, guruku!

Tapi, kenyataan hari ini sepertinya punya penjelasan lain, lebih tepatnya punya penjelasan tambahan. Berbagai kasus dan kejadian miris yang melanda dunia pendidikan bumi Indonesia tercinta seakan menegaskan bahwa tidak hanya guru yang malang, melainkan isi sekolah.

Mulai dari siswa tersayang, guru tersayang, hingga kepala sekolah tersayang semuanya ikut-ikutan mengalami kemalangan. Bagaimana kita tidak ikut sedih!

Duhai Sayang, Siswamu Malang!

Belum lama ini, begitu keras terdengar di telinga kita tentang siswi yang tertimpa kemalangan. Dosanya, tidak lain tidak bukan adalah perundungan.

Bagaimana tidak bertambah pilu nan iba, perbuatan yang dianggap Mas Nadiem sebagai dosa besar pendidikan ini melibatkan beberapa orang siswa laki-laki dan menganiaya seorang siswi SMP. Lagi-lagi ini sungguh keterlaluan, entah di mana letak hatimu, duhai anak muda!

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, mengapa nilai-nilai sopan santun, adab dan budi pekerti yang dahulu begitu jadi andalan malah tidak dibawa ke era milenial ini? Apa iya kebaikan-kebaikan ini tertinggal, atau sengaja tidak diajak?

Jawaban terbaik adalah dengan melihat fakta. Fakta bahwa teman sebaya siswa sudah mulai berperilaku semena-mena dan ingin mencari hiburan, walaupun secara moral hiburan itu adalah salah.

Sepertinya tata krama alias adab berperilaku mesti digaungkan kembali, dengan gaung yang sekeras-kerasnya hingga tertanam di hati siswa. Orang tua yang bisa berbicara dan berpengalaman banyak. Guru hanya tinggal meluruskan keteguhan siswa.

Duhai Sayang, Gurumu Malang!

Sangat tersayangkan, guru yang sejatinya menjadi penghapus dan peruntuh kemalangan siswa hari ini ikut-ikutan tertimpa kemalangan. Bukan sekadar soal kesejahteraan, melainkan juga soal begitu "mengerikannya" perlindungan bagi mereka.

Soal kesejahteraan, barangkali dari segi regulasi dari hari ini dan beberapa tahun ke belakang, bisa ditemui simpul bahwa kesejahteraan para guru meningkat. Dari segi gaji misalnya, naik beberapa persen. Guru honorer juga demikian, saat ini sudah agak lapang dengan Dana BOS.

Tapi, jika kita ikut menimbang pengeluaran hari ini, faktanya kebutuhan-kebutuhan pokok sudah melaju jauh dan melangkahi kenaikan gaji. Kesehatan menjerit karena BPJS, kepala pusing karena tarif listrik dan gas melon, bahkan perut berteriak karena lihat harga sembako.

Hebatnya, guru-guru yang ada di sini dan di ujung sana tetap tegar dan mampu mengangkat kepala mereka. Bukan hanya untuk ikhlas menjalani hidup, melainkan juga untuk terus berteguh pendirian dalam mengalirkan ilmu.

Meski demikian, keteguhan pendirian seorang guru atas profesinya tidak selalu sejalan dengan keselamatan dirinya. Perlakuan siswa yang sudah melanggar norma berkali-kali melukai perasaan hinggalah fisik guru.

Tidak terbayangkan ada seorang guru yang luka-luka di depan kita, alangkah mengiris hati jika kita jumpai yang seperti ini.

Tambah lagi, di saat siswa sudah mulai tidak sehat moralnya, guru dihadapkan dengan hukum perlindungan anak yang sangat sensitif. Hal ini menjadi tantangan yang berat bagi guru untuk segera meninggalkan hukuman fisik dan meletakkan kesabaran di atasnya.

Harapannya, keinginan dan ketulusan guru dalam mendidik dan mengajar di sekolah tidak segera punah. Karena mereka tetaplah sosok yang mulia.

Duhai Sayang, Kepala Sekolahmu Malang!

Lagi-lagi kita ingin berucap bahwa degradasi karakter agaknya mulai sangat jelas terpampang di sekolah. Siswa sudah tertimpa kemalangan, gurunya juga, dan baru-baru ini kepala sekolah menyusul ditimpa kemalangan.

Yang menjadikan kita miris, pelaku yang menyakiti kepala sekolah bukanlah siswa, guru, maupun penjaga sekolah melainkan wali/orang tua siswa.

Menilik dari kasus yang terjadi di Jambi baru-baru ini, sekolah seakan mirip gubuk tua dengan nuansa horor. Terang saja, sang wali siswa dengan beraninya menghujamkan tembakan pistol ke langit depan halaman sekolah, juga menganiaya kepala sekolah.

Dari sini kadang kita pilu dan heran, apa iya sekarang kita sudah masuk zaman milenial dan sudah melangkah jauh dari zaman jahiliyah.

Teknologi boleh maju dengan produk-produk serba instannya, tapi kok karakter hari ini begitu sensitif, emosional dan lupa dengan adab. Apakah ini efek dari adanya kekuasaan, harta dan lingkungan yang buruk?

Begitu mudahnya seseorang yang dalam tanda kutip cerdas dan berilmu mau melakukan hal-hal negatif serta mengedepankan nafsunya. Padahal, seharusnya makin cerdas dan berilmu seseorang, maka makin bijak dan profesional tingkah lakunya.

Dan, jika sampai kepala sekolah yang ikut-ikutan tertimpa kemalangan, maka dalam waktu dekat ini juga pemerintah bolehlah turun tangan dan memberikan ketegasan.

Berkali kita sebagai publik menginginkan bahwa kejadian-kejadian miris yang mengakibatkan sekolah seperti film horor supaya tidak terjadi lagi, tapi berkali punya kejadian ini muncul, bahkan susul-menyusul di setiap bulannya.

Apakah kenyataan ini memang harus tetap terjadi, ataukah pemerintah juga mulai ikut-ikutan tertimpa kemalangan? 

pixabay.com
pixabay.com

Nyatanya, semua yang masih sayang dengan sekolah dan pendidikan tidaklah boleh berpatah arang. Ini tantangan berat bagi kita. Wajah pendidikan hari ini ibaratkan gubuk tua yang mau roboh, atapnya sudah banyak yang bocor, dan fondasinya mulai timpang.

Untuk menata kembali wajah ini, rasanya kita tidaklah perlu terus berganti gubuk. Cukup membenahi fondasi dan atapnya agar pendidikan kita terlindungi dari hujan-panas-debu-batu.

Persoalan isi gubuk, biarlah generasi muda kita yang menata dan menghiasnya. Tentu, dengan perwujudan karakter yang mulia.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun