Saat bercerita tentang guru, topik bahasan seakan tiada pernah habis. Mulai dari zaman lampau hinggalah zaman kini, mulai dari guru PAUD hinggalah perguruan tinggi, dari mulai guru yang garang hinggalah yang baik hati semua tertuang dalam kesan di lubuk hati.
Ada sosok guru yang terngiang karena cara dan metode mengajarnya yang menarik. Ada pula sosok guru yang teringat karena ketegasan dan kegarangannya dalam menerapkan disiplin.
Bahkan, tidak sedikit guru yang kita terlupa dengan namanya namun masih ingat betul kisah tentangnya. Semua, tidaklah mengapa karena seorang guru tidak mungkin ingat detail siapa-siapa saja muridnya.
Ingat murid cerdas, tapi tahun terus berganti. Ingat murid super, tapi lulusan terus bertambah. Akhirnya? Murid-murid tadilah yang mengingatkan dan memberikan pengakuan "Saya adalah muridmu dulu, duhai guru!"
Lagi-lagi, seorang guru hanyalah manusia biasa. Walaupun sudah diingatkan, belum tentu sang guru ingat betul dan detail tentang murid tadi. Barangkali sudah beberapa tahun, atau malah berpuluh tahun. Yang guru ingat dan selalu teringat adalah tugasnya sebagai pengabdi.
Kita, pastilah rindu dan merindukan sosok guru yang seperti ini, guru teladan. Tanpa harus membanding-bandingkan guru zaman dahulu maupun zaman milenial, tanpa harus membandingkan kurikulum lampau dan kekinian, di manapun ia berada, guru tetaplah teladan.
Guru, Sosok yang Disayangi
Tidak heran, walaupun kadang guru tidak terlalu lama mengajar di sekolah, muridnya bisa selalu ingat sampailah sang murid dewasa. Ada kesan walaupun guru hanya sebentar mengajar, dan kenangan itu malah menjadikan rasa sayang.
Tidak peduli, walau guru itu sangat disiplin dan mungkin sering "Mendisiplinkan", murid masih tetap dan akan tetap selalu menyayanginya.
Bukti nyata? Lihat saja bagaimana aksi unjuk rasa dan petisi yang sempat dilakukan oleh murid-murid di salah satu SMA beberapa waktu yang lalu.
Murid-murid tersebut sesungguhnya tahu bahwa tindakan guru sudah keterlaluan dalam mendisiplinkan. Tapi? Murid-murid tersebut rela dan ikhlas menjatuhkan air mata, sebagai bentuk rasa sayang, kasih dan cinta kepada gurunya.