Dalam perbincangannya dengan Tempo pada Jumat (28/02/2020), Mas Nadiem mengaku bingung saat dipilih menjadi menteri. Beliau juga mempertanyakan bahwa apa benar Jokowi sudah yakin memilihnya.
Mas Nadiem berbicara terang kepada Jokowi bahwa dirinya bukanlah tipe orang yang mau mengubah pelan-pelan.
"Saya tipe yang mendobrak. Bapak yakin mau pilih saya?" kata beliau meyakinkan Jokowi.
Menurut Mas Nadiem, Jokowi memang butuh menteri yang bisa mendobrak dan Jokowi sendiri yang mengambil resiko dengan memilihnya.
Hal ini seakan mengajak kita untuk membuka kembali ingatan pada 24 Oktober 2019 saat Jokowi menyampaikan alasan mengapa beliau memilih Mas Nadiem.
Jokowi menilai latar belakang Nadiem yang mendirikan perusahaan rintisan berbasis teknologi seperti Gojek justru menjadi modal tersendiri. Beliau percaya bahwa Mas Nadiem bisa menggunakan keahliannya di bidang teknologi untuk memantapkan standar pendidikan.
Karena Mas Nadiem sendiri yang mengakui bahwa dirinya adalah sosok pendobrak, maka lumrah kiranya jika jagat pendidikan Indonesia terkejut dengan kebijakan-kebijakan pendidikan. Ada Merdeka Belajar Jilid I-III, ada pula Kampus Merdeka.
Memang, kebijakan yang mendobrak ini tidaklah lepas dari polemik sana-sini, kritik sebegitu dan sebegini. Tapi, masih terlalu dini untuk menyalahkan. Para kritikus juga, sembari mengkritik ada baiknya memberi saran ini dan itu. Tentu saja biar tampak kepedulian mereka.
Masih melalui Tempo, Mas Nadiem juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah menahan diri ketika berdiskusi dengan kepala negara.
Beliau mengaku berbicara apa adanya. "Karena saya gak nothing to lose gitu. Lagi sempat-sempatnya dapet waktu sama Pak Jokowi, saya itu, saya bilang semua apa adanya. Pak harusnya jangan begini, atau strateginya," ungkapnya.
Sebenarnya, ini kabar baik bagi para pakar pendidikan di seluruh jagat bumi Indonesia. Karena Mas Nadiem sendiri yang menyebut bahwa dirinya suka berbicara apa adanya dan terbuka, maka diskusi terbuka tentang pendidikan bisa segera dimulai dan terus terjalin.
Beberapa kali, Mas Nadiem memang perlu untuk cek kondisi lapangan. Bukan sekadar infrastruktur, media maupun manajemen pendidikan di sekolah, melainkan cek pula bagaimana birokrasi dalam pendidikan.