Tahun 2005, dan sekarang 2020. Ternyata sudah 15 tahun umur UU Nomor 14 Tahun 2005 yang mengatur tentang guru dan dosen ini. Andai saja 15 tahun ini adalah umur seorang anak, maka sudah pasti semua model baju dan pakaian sudah tidak bisa lagi dipakai.
Secara, pendidikan merupakan investasi kemajuan bangsa yang berarti bahwa pendidikan mesti sudah berada jauh di depan para penuntutnya. Terang saja, jika keduanya berjalan bersama kapan negeri ini bisa maju!
Nyatanya, kualitas pendidikan Indonesia masih rendah untuk bersaing dengan negara-negara maju. Siapa yang patut menjadi sorotan utamanya?
Tentu saja guru dan dosen selaku pendidik. Peserta didik tidak bisa disorot terang, karena di negara manapun mereka pasti mempunyai potensi, hanya bagaimana cara pendidik memolesnya agar menjadi permata pencerah bangsa.
Terlebih lagi pada detik-detik sekarang ini, berguyur terjadi kemerosotan akhlak, adab, dan tingkat moralitas anak yang seakan menjadi  "trending topik" di Indonesia. Baik di media cetak maupun media online sering kita temui berita anak menganiaya gurunya, akibat kurangnya adab.
Berbeda halnya dengan guru era klasik, yang konon "di takuti", dan tentunya kita takzim. Yang sangat disayangkan saat ini adalah terbawanya isu agama, radikalisme dalam area pendidikan.
Namun, agaknya sudah tidak bijak lagi jika hari ini kita masih saja membanding-bandingkan dengan pendidikan masa lalu. Toh, tantangan masa lalu dan sekarang juga berbeda. Dan kedua-duanya tidak juga menjadikan pendidikan kita lebih maju.
Maka dari itulah, untuk menjawab banyak tantangan-tantangan yang mendesak ini perlu diadakan refleksi untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi para pendidikan. Lalu, perlukah UU Nomor 14 Tahun 2005 ini direvisi?
Menimbang ungkapan Santi Ambarukmi selaku pelaksana tugas Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, revisi UU tentang guru dan Dosen sangatlah diperlukan.
"UU ini sudah berumur 15 tahun, padahal kompetensi guru harus ditingkatkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, revisi UU tersebut sangat diperlukan," ujar Santi di Jakarta, Kamis (20/02/2020).
Lebih lanjut, beliau menerangkan bahwa empat kompetensi guru (pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional) mesti segera diperbaharui agar Indonesia bisa bersaing di tingkat regional dan global.
Dukung Revisi, Asalkan Tepat Sasaran
Terkait dengan keinginan Kemendikbud ini, Wanti Sila Sakti selaku guru SD Negeri 34 Borang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat mendukung adanya kaji ulang terhadap kompetensi guru.
Ia menyebutkan bahwa model kompetensi guru yang ada selama ini tidak sejalan dengan tantangan guru di kelas dan sekolah. Bahkan, hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) terkadang tidak menjadi cerminan kualitas guru.