Ada-ada saja kerjaan anak muda masa kini. Tajuknya yang milenial tak melulu menghasilkan sesuatu yang positif secara cepat dan instan. Kali ini, penduduk bumi Indonesia dihebohkan dengan tren berbahaya bernama Skullbreaker Challenge.
Saya sendiri baru melihatnya malam tadi, di saat Whatsapp Grup SMP kami dihebohkan dengan salah satu postingan video guru senior. Pesannya "Awas teman-teman, jangan sampai anak-anak kita ikut permainan seperti ini!"
Terang saja, permainan berbahaya yang selanjutnya saya temukan bernama Skullbreaker Challenge ini jika dilihat sekilas bisa berakibat fatal.
Dari video yang beredar, terlihat ada tiga orang berbaris sejajar. Orang yang di tengah diperintah melompat, dan kedua teman di sampingnya akan menjegal/menendang kaki orang yang melompat.
Hasilnya? Mau tidak mau, orang yang di tengah akan terjatuh tanpa tumpuan kaki. Yang kena lantai duluan adalah bagian bokong dan pinggang. Jelas saja ini akan sangat menyakitkan, bahkan bisa berakibat fatal.
Terbukti, Seorang pelajar SMA di Miami, Florida, dilaporkan mengalami luka setelah melakukan challenge tersebut.
"Saat aku lompat, aku ingat teman-temanku menendang kakiku, rasanya sungguh tak terkira," ucap anak tersebut pada Selasa (11/2/2020) dikutip NBC Miami.
Berdasarkan video serupa juga demikian. Adegan Skullbreaker Challenge yang diperankan oleh tiga pria, mengakibatkan pria yang berada di tengah tergeletak alias tidak sadarkan diri. Bagaimana tidak, ia terjatuh tanpa tumpuan dan kehilangan keseimbangan.
Tolong, Skullbreaker Challenge Jangan Sampai Masuk Sekolah!
Kehadiran tren Skullbreaker Challenge yang viral dari aplikasi TikTok ini mesti jadi peringatan dini kepada seluruh sekolah, orangtua, serta masyarakat di Indonesia. Jangan sampai anak-anak kita, remaja kita, dan dewasa kita ikut coba-coba adegan yang berbahaya ini.
Lansiran Mirror, salah satu pengguna media sosial memperingatkan bahayanya Skullbreaker Challenge ini.
"Katakan pada anakmu, cucumu, keponakanmu, dan sepupumu untuk tidak melakukan Skullbreaker Challenge. Tantangan ini bisa mengakibatkan patah tulang dan gegar otak," tulisnya.
Smartphone rusak bisa diganti, baju sekolah koyak bisa beli lagi, tapi ini soal tulang dan otak yang tentunya sangat berharga dan menyangkut soal kelanjutan kehidupan seorang anak.
Untuk mempertegas aksi ini Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi melarang masyarakat melakukan aksi yang mencelakakan seperti ini.
Edy menuturkan, jika terdapat korban jiwa dalam aksi tersebut dapat dikenakan tindak pidana. Menurut Edy, potensi adanya korban jiwa sangat besar.
"Dugaan Pasal 359 KUHP meninggalnya seseorang atau 360 KUHP akibatkan luka berat," ungkap Edy.
Mengingat begitu pentingnya himbauan ini, kiranya bisa berlaku untuk semua masyarakat di Indonesia. Agaknya adegan Skullbreaker Challenge ini lebih berakibat fatal dibandingkan tren tarik kursi yang dulu sempat sering dilakukan anak-anak.
Lagi-lagi ini tidak lepas dari pengaruh teknologi yang semakin canggih dan bermata tajam. Namanya juga anak-anak, dan mereka sudah pasti ingin cari perhatian, mengejar viewer dan segera viral.
Untuk itulah, agaknya sikap bertanggung jawab dan memberi rasa aman perlu kembali kita gaungkan kepada anak-anak. Setiap perbuatan yang merugikan dan mencelakakan pasti ada pidana dan tuntutan yang mengiringinya. Jangan sampai anak dekat-dekat dengan ini.
Skullbreaker Challenge bukanlah lelucon, bukan pula tren yang menghibur. Jujur saja, segala sesuatu yang mencelakakan bukanlah hal yang patut ditertawakan. Jika dengan hal itu banyak orang malah tertawa, perlu diperiksa tingkat kepeduliannya. Jangan-jangan sudah tercemar dan teracuni oleh hal-hal yang negatif.
Terakhir, mau tidak mau orangtua dan guru mesti lebih meningkatkan perhatian kepada anak-anak. Kita maunya anak-anak semakin cerdas dan naik kelas, bukan naik ke meja perawatan di rumah sakit.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H