Ketika kita melihat jalannya pendidikan hari ini, tampak jelas bahwa masalah paling berat adalah karakter. Sudah lebih dari 5 tahun Indonesia gaungkan pendidikan karakter, namun hari ini malah karakter itu sendiri yang menantang pendidikan.
Terang saja, hari demi hari kita tidak pernah kekurangan orang pintar. Siswa pintar banyak, guru pintar melimpah, pakar pendidikan dan pejabat pemerintah, apa lagi!
Tapi, di sisi sebelah kita malah sangat terkejut, miris, kesal, gundah, dan malu saat melihat beberapa kasus perundungan yang baru saja terjadi di awal tahun 2020 ini.
Tidak hanya karakter siswa yang lumpuh, guru juga ikut-ikutan tertular dengan melanggar kode etik profesinya sendiri.
Dari sini, kita tidak bisa semata menyalahkan guru dan siswa. Tidak juga bisa menyalahkan pendidikan karakter dengan sekelumit sistemnya. Jika keburu disalahkan, jangan-jangan nanti muncul kurikulum baru lagi! Agaknya semakin repot saja.
Agaknya, semua berangkat dari banyak sekali sudut pandang. Kenapa pendidikan karakter sebagai suatu sistem tidak kunjung mendekati kata berhasil? Nyatanya komponen-komponen dalam kurikulum tersebut ada yang beracun dan menjadi virus perusak karakter.
Merdeka Belajar, Merdeka dari Mental Block
Munculnya Mas Nadiem ke ranah pendidikan dengan membawa gerbong kereta bermasinis Merdeka Belajar, dipercaya akan mempercepat tercapainya misi pendidikan karakter.
Terang saja, kita semua mesti ingat bahwa salah satu misi terpenting pendidikan karakter adalah untuk menghancurkan mental block.
Para pakar pendidikan mungkin boleh berkoar bahwa beberapa isi Merdeka Belajar terkesan berbelit dan menyusahkan. Kebijakan tentang UN misalnya, untuk mengganti sistem penilaian memang tidak semudah berkedip mata, namun misinya lagi-lagi untuk memerdekakan siswa.
Menghapus ketakutan siswa akan UN, menjauhkan guru dari keruwetan administrasi pembelajaran, agaknya keduanya merupakan bentuk nyata dari misi Merdeka Belajar.
Lebih lengkapnya, Mas Nadiem sampaikan pada forum diskusi "Discussion with Development Partners on Policy Direction and Potential Collaboration", di kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (12/2/2020) kemarin.