By the way, cita-citamu dulu ingin jadi apa?
Jika pertanyaan ini dilayangkan kepada anak SD, maka jawaban populer yang sering terucap adalah jadi dokter, tentara, pejabat pemerintah, atau pekerjaan bergengsi lainnya.
Barangkali ada sebagian besar dari mereka yang ingin jadi guru, namun malu untuk mengakui. Barangkali ada lagi sebagian kecil dari mereka yang ingin jadi pengusaha kecil-kecilan, jadi petani ataupun jadi penjual bakso.
Cita-cita mereka seakan mirip dengan cuaca. Kadang mendung, kadang hujan, kadang cerah, kadang sejuk, dan kadang dingin. Terang saja, semua ambisi kecil itu seringkali dipengaruhi oleh teman sejawat, teman remaja, serta orang dekat yang biasa mereka temui sehari-hari.
"Kayaknya enak ya jadi guru. Guru itu seperti malaikat yang senantiasa mengajar agar siswanya pintar!"
"Sepertinya enak ya, jadi penjual bakso. Tiap hari bisa buat bakso, berkeliling bawa bakso, dan juga makan bakso. Pasti seru, tuh!"
Angan pertama, barangkali lahir karena anak kenal dekat dengan guru, dan kebetulan guru itu dicintai hingganya memberikan kesan yang mendalam.
Sedangkan angan kedua, agaknya anak tadi baru saja makan bakso yang enak, sedang belajar buat bakso, atau kenal dengan seorang penjual bakso yang dagangannya selalu laris.
Baik pemilik angan pertama atau kedua, rasanya mereka akan semakin bersemangat jika mendapat dukungan dari banyak pihak, salah satunya teman dekat. Tidak jarang, motivasi dari teman dekat itu akan melahirkan semangat yang bertumbuh hingga ingin segera mencapai cita.
Tapi, bagaimana jika teman dekat tadi malah menertawai mimpi dan ambisi? Minimal, akan ada satu titik yang singgah dan bermerek kesal hati. Bagaimana tidak, sebagai teman yang baik ketika kita punya mimpi dan ambisi, seharusnya didukung dengan sepenuh hati.