Tidak tersanggahkan, salah satu hal yang guru senangi ketika mereka mengajar di kelas adalah menerima oleh-oleh dari siswa. Saat guru tahu ada siswa yang mau bepergian ke luar kota, mulailah menitip agar dibelikan oleh-oleh.
Kesannya hanya goyun sih, tapi yang namanya siswa sudah barang tentu memiliki sikap segan dan kurang enak hati. Minimal ia akan membelikan mainan kunci kepada gurunya. Tapi jika siswa tadi kaya, bisa jadi ia belikan barang yang lebih mahal lagi.
Sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Namun, beberapa guru kadang terlalu berlebihan menanggapi pemberian siswa hinggalah siswa tadi ia puji berlebihan, ia pamerkan berlebihan, bahkan ia perhatikan dengan berlebihan.
Gara-gara inilah siswa lain merasa terkucilkan karena tidak bisa memberikan sesuatu hal yang lebih kepada gurunya. Padahal, kecemburuan ini berawal dari sikap main hati guru terhadap salah satu siswa yang memiliki harta lebih.
Untuk itulah, sebaiknya guru tidak memandang siswa hanya dari sudut harta. Ada siswa yang orangtuanya kaya, sederhana, dan kekurangan. Masing-masing dari mereka punya hak dan kewajiban yang sama untuk diperhatikan, diajarkan, dididik, disayang dan dicinta.
Jangan Memandang Siswa dari Sudut Kedekatan Hubungan
Saat dahulu menjadi siswa, pernahkah Anda merasa tidak dikenali guru hinggalah beberapa tahun? Agaknya ini cukup menyakitkan, ya!
Apalagi jika setiap hari siswa selalu mendengarkan ocehan guru tentang siswa A yang merupakan tetangga dekat, siswa X yang merupakan saudara jauh, hingga siswa Z yang merupakan anak dari Ibu kos.
Dunia di kelas serasa hanya punya siswa A, X dan Z saja. Bagaimana tidak, jika guru sudah bercerita tentang kedekatan hubungan maka topiknya akan merambah ke mana-mana. Bisa lebih luas dari samudera, dan bisa lebih lama dari durasi eram telur hinggalah ia menetas.
Ini alamat bahaya karena siswa lain akan merasa terasingkan dan tidak mau dikenal. Sayang sekali memang. Meskipun menghafal setiap nama siswa bukanlah tugas guru, minimal ada kesan-kesan keakraban yang ia buktikan dengan menegur siswa, walaupun bukan dengan nama aslinya.
Sejatinya, ini adalah bagian dari profesionalisme guru yaitu tidak main hati alias tidak memilah-milah mereka dari segi kedekatan hubungan. Baik itu adik, anak sendiri, anak tetangga, anak ibu kos, bahkan anak kepala sekolah semuanya sama saja. Sama-sama siswa.