Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Sampai Kita Kekenyangan, Sedangkan Orang Miskin Makin Kelaparan

2 Februari 2020   23:09 Diperbarui: 2 Februari 2020   23:33 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sisa makanan yang terbuang. (Trubus.id)

Yang Kaya Makin Kaya, Yang Miskin Makin Tercekik

Kiranya seperti inilah kalimat sederhana yang bisa mewakili kehidupan semua orang hari ini. Di saat harga kebutuhan pokok menggila, kata sibuk juga ikut-ikutan gila. Semua kesibukan seakan diorientasikan kepada kesenangan perut. Uang, makan dan kenyang.

Tidak heran jika di pinggir-pinggir jalan ditemukan banyak makanan sisa, roti yang sudah keduluan dimakan isinya, minuman segar yang tinggal setengahnya, hingga lauk-pauk yang sudah basi karena tercampur dengan santan beserta sambalnya.

Sedih kadang-kadang, jika menyusuri jalan malah hal-hal seperti itu yang ditemukan. Sudah sedih, kemudian bingung mau menyalahkan siapa.

Para pemulung tiada mungkin akan makan sisa, terlebih lagi jika makanan itu sudah basi. Mereka juga tidak tahu siapa yang kekenyangan hingga semena-mena membuang nikmat. Mestinya untuk bagi-bagi, bukan sekadar dimakan sendiri dan setelah itu dibuang.

Andai saja pihak-pihak yang kekenyangan tadi keburu sadar sebelum mereka makan, agaknya makin berkuranglah orang miskin yang tercekik di negeri tercinta ini.

Orang Miskin Bukannya Tidak Mau Bekerja, Tapi...

Tiada yang salah dengan keberadaan orang miskin. Mereka baik-baik saja, dan eksistensinya tetap dihitung dalam sensus penduduk. Artinya, mereka terdata secara legal. Hanya saja, sulit mendeteksi mana orang yang benar-benar miskin, dan mana orang yang pura-pura miskin.

Terang saja, tidak sedikit orang yang rela dicap miskin hanya untuk mendapatkan gas melon 3 kg, mendapat bantuan beras dan sembako di desa. Entah di mana urat malunya terjepit hingga susah membuat saluran darah peduli untuk mengalir dengan lancar.

Padahal, orang-orang yang benar miskin masih kuat dan semangat untuk bekerja. Namun, apakah lapangan kerja hari ini sudah bisa menaungi orang-orang miskin?

Kehadiran ojek online misalnya. Profesi ini sungguh menguntungkan dan membuka lapangan pekerjaan besar bagi banyak orang. Tapi, bukankah profesi ini hanya untuk orang-orang yang punya kendaraan saja?

Artinya, kehadiran profesi ini bukan untuk pengangguran dan orang-orang miskin melainkan jadi kerjaan sampingan bagi mereka yang punya kendaraan. Orang miskin mana punya kendaraan? Hmmm, akhirnya mereka makin lapar dan tercekik.

Jangan Sampai Kita Kekenyangan Sedangkan Orang Miskin Makin Kelaparan

Sejatinya, beruntunglah kita yang hingga hari ini masih diberikan kecukupan rezeki nan melimpah. Di saat orang miskin rela makan satu hari sekali, kita masih bisa makan tiga kali sehari berikut dengan tambahan bakso, mi ayam dan cemilan-cemilan lezat.

Kecukupan, bahkan kelebihan nikmat seperti ini sudah selayaknya disyukuri. Jujur saja, jika tidak disyukuri kadang kita malah lupa dengan orang di sekitar kita.

Tetangga misalnya, jika kita sudah terlalu sibuk mengejar rezeki lalu berhasil mendapatkannya, kita seringkali terlupa bagaimana kabar tetangga. Tetangga makan apa hari ini, bagaimana pekerjaan mereka, bagaimana kehidupan mereka, serta hal-hal lain yang menyangkut dengan hak-hak dalam kehidupan.

Begitu pula dengan kabar orang-orang miskin. Mereka sehat atau tidak hari ini. mereka sudah makan atau belum hari ini. Mereka sudah dapat pekerjaan atau belum hari ini.

Jika para pemimpin negeri ini peduli dan beberapa hari saja menginap bersama orang miskin, agaknya mereka akan menangis berkepanjangan dan tidak bisa tidur.

Terang saja, bagaimana bisa pemimpin yang adil tidur nyenyak jika di saat mereka tidur, orang-orang miskin kedinginan mencari makanan. Ini sekaligus juga bisa jadi bahan pertimbangan untuk melahirkan kebijakan yang berorientasi pada kebijaksanaan, alias tidak semau perut saja.

Jika masih mengandalkan kebijakan semata untuk mengenyangkan perut sendiri, maka wajar saja negara ini tidak kunjung sejahtera. Niatnya mungkin untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tapi bukankah kita semua bersaudara?

Sejenak, kita renungkan hadis berikut:

"Dan barangsiapa yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah juga akan berusaha memenuhi kebutuhannya." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, dan Ahmad)

Jika ingin negara ini segera sejahtera, maka bersedekahlah. Orang-orang yang kaya dan memiliki kecukupan bisa membantu orang-orang miskin. Yang punya wewenang, bisa membantu dengan kebijakan. Yang banyak uang, bisa membantu dengan berbagi kekayaan. Dan yang cukup, bisa membantu dengan sedikit menyisahkan.

Jujur saja, orang-orang yang kekenyangan akan mudah terserang penyakit. Minimal mereka akan sakit perut dan tidak bisa bergerak dari tempat duduknya. Untuk menjaga diri tetap sehat maka janganlah makan terlalu kenyang dan berbagilah.

Jika sudah terbiasa berbagi, maka perlahan hati ini akan sakit jika harus selalu melihat orang lain kelaparan dan kekurangan makan. Perasaan sakit ini malah bagus, berarti masih punya hati dan peduli.

Indonesia butuh banyak orang-orang yang seperti ini. Orang-orang yang punya hati, peduli,  dan mau berbagi. Semoga kita semua termasuk salah satu darinya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun