Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merakit Pertemanan Itu Mudah, Menjadikannya Terus Berlayar yang Susah

22 Januari 2020   23:19 Diperbarui: 22 Januari 2020   23:33 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berlayar. (pixabay.com)

Dan kalau perlu, beberapa kali diadakan sebuah pertemuan. Entah itu untuk sekadar minum kopi, menyeruput segelas capuccino cincau, hingga makan bakso bersama semuanya bisa dijadikan alasan sederhana untuk bertemu dan menguatkan jalinan pertemanan.

Apakah sebuah pertemanan akan selalu berbuah seperti ini? Nyatanya ada sebagian orang yang  lebih memilih memanfaatkan pertemanan sebagai dalih untuk menyelamatkan dirinya, sebagai tebengan untuk memudahkan urusan pribadinya, dan setelah itu mulailah ditinggalkan.

Pertemanan Itu, Menjadikannya Terus Berlayar yang Susah

Terus berlayar itu susah, hingganya tidak semua jalinan pertemanan bisa bertahan lama. Ibaratkan perahu yang sedang berlayar, ada-ada saja bencana yang bisa melanda pertemanan di tengah samudera.

Entah itu tentang ribut-ribut tentukan arah, badai dadakan, layar yang terkoyak, tiang layar yang tumbang, lantai perahu yang bocor, ombak yang terlalu menjulang, hingga masuknya ikan hiu ke perahu semua bisa menjadi dalih tenggelamnya perahu.

Begitu pula dengan perjalanan sebuah pertemanan. Kadang, pertemanan baru berlayar selama 1 bulan salah satu nahkoda sudah putar arah, dengan alasan kesibukan yang bertumpuk-tumpuk.

Ya sudah, awalnya mungkin pengertian itu ada. Tapi berikutnya, bertumpuk-tumpuk pengertian tadi sudah tertimbun dengan nomor WA yang tidak lagi aktif, atau chat yang sekadar centang biru alias "read aja". Susahnya, habis sudah alamat pengertian.

Kadang pula di tengah-tengah jalinan pertemanan ada badai ketersinggungan yang datang hingga menghancurkan jalinan layar, berikut dengan tiangnya. Entah itu soal salah cara menegur, salah cara perhatian, atau salah ekspresi wajah, salah satunya sudah jadi alasan kuat untuk memutuskan jalinan pertemanan.

Padahal bisa dibicarakan lebih lanjut, bukan? Semestinya demikian. Jalinan komunikasi berikut dengan pengertian mesti terus digaungkan. Kapan saatnya curhat, kapan saatnya menjadi pendengar yang baik seorang teman pasti paham tentangnya.

Butuh pengertian dengan cara memahami teman bukan sekadar dari pintar dan cerdas, tapi juga tentang kecerobohannya. Memahami bukan hanya sekadar kebaikan dan keseriusan, melainkan juga tentang kejelekan dan sisi humor dari dirinya.

Jika bisa dan terbiasa demikian, maka secara bertahap seorang teman telah menancapkan ketulusan lembut yang terletak di ujung palung terdalam sebuah hati. Begitulah indahnya pelayaran sebuah pertemanan.

Terakhir, kejujuran tetap jadi kunci utama. Jika hanya menabur dusta dan nimbrung kepentingan pribadi semata, endingnya pastilah kekecewaan. Toh, makin dewasa kekecewaan itu makin bertahan lama dan sulit terlupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun