"Pak Ozyyyyy...". Begitu sahutan panjang dua orang perempuan sembari melambaikan tangan di atas motor.
Teriakan ini datang dari dekat lampu merah di persimpangan pasar. Tepatnya sore kemarin, saat saya berjalan kaki menuju ATM untuk mengambil sejumlah uang. Terang saja, cinta sejalan saya sedang merajuk dan ingin segera diperbaiki. Motor maksudnya, hehehe.
Karena cinta sejalan yang merajuk ini, saya harus setia menunggunya di bengkel hampir 5 jam. Karena dompet sedang tidak berisi, mau tidak mau saya harus mengambil beberapa lembar merah di ATM. Saat saya menyusuri trotoar, terdengarlah teriakan yang memanggil nama saya.
Menanggapi teriakan itu, saya segera buang tatapan kosong aspal jalan dan meresponnya dengan berbalas lambaian tangan. Sejenak, saya tatap rupanya yang berpakaian SMA dan mencoba mengingat.
Dan, ternyata mereka adalah murid SMP yang pernah saya ajar di tahun 2015 saat sedang PPL (Praktik Pengalaman Lapangan). Saya lupa nama mereka, tapi kenal dengan wajahnya. Heran juga kok mereka masih ingat nama saya, karena waktu itu saya hanya mengajar di SMP tidak sampai 3 bulan.
Jika dulu saja ajar mereka hingga 3 tahun, atau 1 tahun saja barangkali wajar mereka ingat. Tapi ini hanyalah kurang 3 bulan mengajar, dan masuk kelas maksimal 3 kali.
Mundur ke bulan September 2019, saya juga memiliki kisah yang hampir sama. Waktu itu saya sedang ngantre beli ayam geprek. Tiba-tiba ada seorang pemuda yang menegur dan menyalami saya. Lagi-lagi saya lupa siapa itu. Ia sempat bertanya "Pak, kenal kek aku dak?" (Pak, kenal dengan saya, tidak?)
Apa daya, melihat mukanya dan postur badan yang sudah sebesar itu saya tidak bisa menebak. Ia kemudian memperkenalkan diri. "Nama saya Boby Pak. Bapak pernah 1 kali masuk ke kelas kami dan mengajar tentang materi sedekah. Dan, Bapak memberi contoh dengan saya sebagai tukang parkir!"
Oalah, saya terkejut dan semakin terkesan si Boby bisa mengingatnya secara detail. Terang saja, saat mengajar agaknya saya cukup humoris, apalagi jika materinya tentang kehidupan sehari-hari.
Guru, Tinggalkanlah Kesan yang Baik
Membayangkan pertemuan saya dengan 2 perempuan SMA dan si Boby tadi, jadi teringat dengan masa-masa SD. Ada beberapa guru SD yang hingga sekarang masih saya ingat secara detail. Dari mulai materi ajar, cara mengajar, metode mengajar, ucapan saat marah, bagaimana cara mereka menghukum saya, hingga bagaimana cara mereka memberikan rewards.
Mungkin Anda juga demikian. Minimal ada beberapa guru SD yang teringat, walaupun tidak lagi hafal dengan nama-namanya. Walau mungkin guru itu kadang membosankan, garang, galak, bahkan killer, tetapi jika teringat sampailah hari ini berarti ada beberapa kesan baik yang tertinggal.
Entah itu tentang meningkatnya motivasi belajar secara dadakan, terbiasa menjadi rapi karena dulunya selalu dipaksa rapi, menjadi orang sukses karena dulunya sering ditegur malas belajar, hingga penyesalan yang bertumpah karena dulu sering bolos, semuanya pastilah berkesan.
Dan, sayangnya kesan baik dari petuah-petuah guru SD itu baru disadari saat seseorang dewasa. Coba saja dulu di SD langsung sadar, bisa-bisa hari ini kita jadi presiden dan menteri semua. Aamiin.
Dengan Kesannya, Guru Bisa Menjadi Role Model Sepanjang Zaman
Lewat teladannya, guru telah memberikan sentuhan-sentuhan lembut guna membentuk karakter siswa. Tidak peduli apapun kebijakannya, mau Merdeka Belajar atau pendidikan berbasis aplikasi sekalipun, peran guru untuk membuat karakter siswa berkesan tidak bisa tergantikan.
Lewat "pemaksaan" pembiasaan baik kepada siswa, guru telah mengobrak-abrik kebiasaan buruk siswa hingga mereka tersadar dengan sendirinya bahwa setiap perbuatan dan kebiasaan buruk itu mencelakakan.
Lewat cara mengajarnya, guru bisa menjadi biang inovasi bagi siswa untuk membuka keran pemikiran yang selama ini terbelenggu dengan malas. Suatu saat siswa akan sadar bahwa metode, pendekatan, tugas, PR, serta penelitian yang diberikan guru adalah demi kehebatan siswa di masa depan.
Lewat humornya, guru bisa menajamkan kehidupan, agar siswa bisa membedakan mana masa-masa serius dan mana masa-masa harus bersantai. Penting untuk berjuang, namun penting pula untuk hiburan selagi hayat masih terkandung badan.
Lewat motivasinya, guru telah mengajak siswa agar jangan lemah dengan masalah, jangan mudah patah arang, dan jangan pula takut keluar dari zona nyaman. Tiada kiranya guru yang mau memberi motivasi agar siswa putus asa, kecuali guru jadi-jadian.
Semua kesan-kesan baik yang telah guru hadirkan kepada siswa akan terus membuat guru dikenang sepanjang zaman. Itulah indahnya menjadi guru. kepada guru, tetaplah bersahaja tanpa bosan dan (Pinjam bahasa Pak Zaldy Chan) selamat "minteri".
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H