Banjir yang melanda Jabodetabek dan Banten kiranya sudah banyak menimbulkan kerugian. Keluh bertebaran di sana-sini, fasilitas umum banyak yang rusak, dan aktivitas sehari-hari cenderung lumpuh.
Belum lagi soal naturalisasi vs normalisasi sungai, mobil yang terseret banjir, hingga lempar tangkap argumen tentang bagaimana sebaiknya banjir ditanggulangi. Ini bencana, sebaiknya jangan dijadikan kehebohan dan ladang perdebatan.
Tapi, agaknya ada hal yang sedikit telat dari bencana ini, yaitu terkait dengan pendataan terhadap sekolah terdampak banjir. Apakah karena sekolah masih libur hingga kurang mendapat perhatian? Kiranya Mendikbud kurang cepat tanggap menyikapi hal ini.
Terang saja, banjir yang menimpa Jabodetabek sudah terjadi sejak awal tahun baru dan sudah berlalu 4 hari. Namun, belum ada konfirmasi terkait langkah yang akan dilakukan Kemdikbud apakah akan mengajak Nadiem sidak sekolah, apakah ada rencana pemberian seragam gratis, atau menfasilitasi alat-alat tulis untuk belajar.
Lumrah kiranya jika koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji beropini bahwa Nadiem Makarim lamban dalam menangani banjir, padahal banyak sekolah yang terkena dampak banjir.
Beliau pula mengatakan:
"Mungkin Pak Menteri belum sadar, kalau sekolah juga bagian dari korban banjir." Pernyataan ini tidak lain tidak bukan berangkat dari belum adanya data terkait dengan berapa jumlah sekolah yang terdampak banjir hingga Jumat (03/01/2020) malam.
Ratusan Sekolah Terdampak Banjir
Meski demikian, rupa-rupanya di hari yang sama pihak Kemdikbud sudah berupaya melakukan pendataan terhadap sekolah-sekolah yang terdampak banjir. Nadiem bersama jajarannya terus melakukan koordinasi dengan Pemda dan BNBP.
Dan, berdasarkan data dari Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (Seknas SPAB) pada hari Jumat, Kemdikbud mencatat terdapat 302 sekolah yang terdampak banjir.