Tahun baru sudah mulai tidak berasa, bahkan mulai memilukan terutama bagi wilayah-wilayah yang hari ini terdampak banjir. Seperti halnya Jakarta yang kembali kedatangan banjir sebagaimana musim-musim penghujan sebelumnya.
Banjir adalah bencana, dan ngerinya banjir di Jakarta tidak sekadar tentang air maupun sampah mengalir, tapi juga tentang keluh yang menggenang.
Terang saja, Anies Baswedan sampai-sampai diteriaki oleh pengungsi banjir saat beliau meninjau banjir di Rusunawa Pesakih, Rawa Buaya, Jakarta Barat, Kamis (2/1/2020). Adalah seorang pria yang berteriak bahwa banyak warga yang kelaparan dan butuh makan.
Anies yang waktu itu baru selesai melayani wartawan langsung membenarkan ucapan pria tadi dan mengatakan "Iya, iya Pak betul" sembari berjalan dan menoleh.
Sebenarnya itu adalah ungkapan langsung atas keluhan layanan yang selama ini dinilai masih menyusahkan warga, hingga beberapa dari mereka sampai kelaparan gara-gara banjir. Terlebih lagi ini adalah banjir besar dan mematikan aktivitas warga.
Tidak terpungkiri memang, sejak terjadinya banjir Jakarta awal tahun baru lalu banyak warga Jakarta mengirimkan pesan pembatalan banjir bertajuk UNREG (spasi) banjir Jakarta dengan menjadikan tagar banjir Jakarta sebagai trending topik di Twitter.
Dan hari ini, trending itu malah upgrade diri menjadi #4niesHancurkanJakarta yang sudah di tweet lebih dari 19ribu netizen. Bukan apa-apa, banjir di Jakarta seakan menjadikan publik gerah bahkan muak dengan kepemimpinan.
Bukan sekadar muak, malahan akan bermuara pada krisis kepercayaan. Jangan-jangan nanti berujung pemakzulan?
Bagaimana tidak, banjir di Jakarta bukanlah sekadar banjir kiriman hingga publik tidak bisa menyalahkan daerah-daerah tetangga serta menuntut mereka untuk bertanggung kerja. Wajar kiranya pesan UNREG (spasi) banjir Jakarta dikirimkan kepada Anies agar segera ada tindak lanjut secara mendesak.
Tapi, balasan populer Anies adalah program naturalisasi sungai. Program tersebut ditetapkan dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.
Kemunculan program ini sekaligus menyinggung dan menyanggah program normalisasi sungai Ciliwung yang sejatinya sudah setop sejak 2018. Karena normalisasi berhenti, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebut menganggapnya sebagai salah satu penyebab parahnya banjir di Jakarta yang terjadi sejak malam tahun baru.
Jika saja sebelumnya balasan dari UNREG (spasi) banjir Jakarta adalah meneruskan normalisasi sungai berikut dengan pembebasan lahan, agaknya air tidak menggenang lebih dalam dan Jakarta tidak akan terendam lebih lama.
Stastistik tidak bohong karena pada periode sebelumnya wilayah terdampak banjir di Jakarta cenderung ada penurunan. Angka wilayah kelurahan terdampak pada 2014 sebanyak 132 kelurahan, kemudian berturut-turut pada 2015 (139 kelurahan), 2016 (117), 2017 (113), dan 2018 (63).
Sedangkan di awal tahun baru? Ya, janji tinggal janji karena rakyat sudah kesal berkali-kali terendam dan tertelan banjir.
Jokowi Ikut Membalas dengan Sidak
Tidak perlu menduga-duga, sepertinya pesan berisi ketikan UNREG (spasi) banjir Jakarta sudah dibalas oleh Jokowi. Tepatnya pada Jumat (03/01/2020) pagi saat beliau melakukan inspeksi mendadak ke Waduk Pluit, Jakarta Utara untuk memastikan semua alat penanggulangan banjir berfungsi secara optimal.
Beruntung kondisi mesin pompa dalam keadaan baik, hingga Jokowi memberi apresiasi bagus sembari mengacungkan jempolnya.
Pengoperasian Waduk Pluit yang sejatinya merupakan tanggung jawab Pemprov DKI ini memang mesti harus diawasi secara berkala, karena saat kondisi banjir dan laut pasang, air akan dipompa ke laut mulai dari Waduk Pluit.
Lalu, bagaimana dengan daerah sekitar yang terdampak banjir?
Ngerinya, selain dengan dalamnya genangan banjir, banyak pula genangan sumpah yang beredar di media sosial. Trending topik yang muncul di Twitter tidak lain hanya berkisah tentang ketidakberesan pemimpin, mulut manis yang sekadar argumen, hingga bau-bau pemakzulan.
Kisah ini seakan semakin pilu dengan banyaklah iri dengki yang membandingkan hari ini dengan hari kemarin, pemerintahan ini dengan pemerintahan kemarin, serta keadaan cuaca hari ini dan cuaca kemarin.
Bahkan, ada Ormas-Ormas tertentu yang ikut membantu evakuasi warga terdampak banjir ikut-ikutan dianggap pencitraan, cari muka, dan hal-hal berjudulkan kenegatifan lainnya. Apa tidak makin sedih warga Jakarta? Jangankan Jakarta, semua rakyat ikut berduka dan mengerut dahi karenanya.
Walau demikian, tetap saja balasan pesan UNREG (spasi) banjir Jakarta berupa inspeksi dadakan masih lebih baik daripada sekadar pidato singkat dan rencana-rencana di hari kemudian. Toh, hari ini dulu yang publik mau hadapi, selamatkan, dan selesaikan.
Akan lebih baik jika balasan dari pesan publik itu berupa tindakan langsung dan kekompakan dalam menyudahi banjir. Kita yakin dan percaya bahkan pemimpin Jakarta adalah orang-orang cerdas dan berkompeten, serta ingin bencana ini segera berakhir.
Sudahi argumen kosong, bekerja sama, dan sama-sama kerja. Itu jalan terbaik, dan rakyat Indonesia juga akan membantu baik berupa tenaga, materi, dan yang terpenting adalah doa yang terus mengalir.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H