Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Guru SD Itu Krusial dan Rawan Dosa

8 November 2019   22:26 Diperbarui: 8 November 2019   22:40 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang menilai bahwa makin rendah tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah mengajarnya. Guru SMA selalu menganggap mengajar SMP lebih bahagia. Guru SMP selalu menganggap mengajar SD lebih mudah. Dan guru SD selalu menganggap mengajar PAUD lebih rendah bebannya.

Lalu guru PAUD mau melemparkan anggapan kepada siapa? Orangtua barangkali. Jika sudah seperti itu kenapa kemarin mau jadi guru? Haha.

Padahal sejatinya semua jenis profesi guru baik tingkat dasar, menengah, atas, atau bahkan nonformal mempunyai beban dan tupoksi masing-masing. malahan, makin tinggi tingkat sekolah maka makin mudah pula cara mengajarnya.

Misalnya guru SMA yang cenderung mengharapkan siswanya aktif, kreatif, inovatif dan berpikir kritis. Guru hanya bertugas memancing ide dengan menebarkan isu-isu faktual maupun hal-hal yang berbau kontroversial.

Dan sebaliknya, guru SD malah lebih ribet, repot, dan susah dalam mengajar. Memang materinya tidak susah, bahkan guru SD tak perlu repot-repot membawa buku pegangan guru ke kelas. Tapi ternyata kebanyakan guru SD susah untuk menyampaikan materi pembelajaran secara sederhana.

Baik itu penyederhanaan kata dan kalimat, penyederhanaan makna serta penyederhanaan langkah-langkah pembelajaran. Guru SD mungkin banyak yang pintar, namun dari sisi ini masih sering bermasalah.

Terlebih lagi jika mereka mengajar anak kelas 1 yang seringkali belum mengerti bahasa Indonesia. Mau tidak mau bahasa yang dipakai dalam mengajar adalah bahasa daerah itu sendiri. Ujung-ujungnya, wali kelas 1 adalah guru yang fasih bahasa daerah. Maka darinya peran guru SD sungguh krusial.

SD Sebagai Peletakan Dasar Pendidikan

Pendidikan adalah investasi masa depan. Dengan komitmen dan istiqomah yang tinggi terhadap pendidikan, seseorang dapat memetik hasil manis di masa depan. Lagi-lagi semua berangkat dari hal-hal sederhana namun krusial.

Seperti halnya membaca, menulis dan berhitung. Tiga kegiatan ini adalah beban sekaligus tanggung jawab guru SD. Maunya orang tua, anak-anak mereka bisa membaca, menulis dan berhitung. Bahasa asing? Nomor 2.

Hanya saja, makna membaca, menulis dan berhitung sebenarnya harus ditanamkan sejak SD. Secara empiris, anak tamatan SD yang belum fasih membaca, menulis dan berhitung menjadi alasan utama menurunnya grade SD.

Maka darinya guru SD mesti fokus, tahan lelah, dan melayani anak-anak dengan sepenuh hati. Membaca, menulis dan berhitung adalah keterampilan yang bisa terus berkembang. Kuncinya hanya pengulangan, pengalaman, dan usaha pengembangan tanpa putus.

Semuanya berjalan secara bertahap. Kelas 1 SD membaca, menulis dan berhitung terkait hal-hal yang sederhana, konkret dan perlahan-lahan menuju abstrak. Pertanyaannya adalah:

Apa yang sebenarnya mereka baca?
Apa yang seharusnya mereka tulis?
Dan apa yang mestinya mereka hitung?

Fenomena dan kenyataan di sekitar kita seharusnya menjadi sesuatu yang wajib untuk dibaca. Baca dalam artian luas yaitu menggali sedalam-dalamnya hakikat fenomena untuk kemudian mengambil solusi dan renungan.

Tapi kenyataannya malah banyak sekali orang-orang dewasa yang tak bisa membaca fenomena dan mengambil manfaat. Yang ada malah pengabaian, apatis, dan antipati. Pelurusan pikiran ini harus dibekali semenjak SD mulai dari konkret, kritis dan abstrak.

Hal yang harus ditulis adalah kesalahan-kesalahan kita. Kenapa? Lihat saja anak SD yang sanggup menulis "saya mengaku salah karena tidak buat tugas" hingga puluhan halaman. Semua berujung kepada kepekaan dan kelembutan hati. Makin banyak salah, harusnya makin banyak pula perbaikan.

Tapi ngerinya, sekarang ini banyak pula orang yang menghapus jejak kesalahan mereka sendiri, bahkan menganggapnya sebagai kebanggaan dan prestasi luar biasa.

Dan yang semestinya dihitung adalah kebaikan yang sudah kita lakukan kepada orang lain. Bukan semata-mata untuk mengungkit kebaikan atau malah membanggakan diri, melainkan untuk renungan.

Berdalil dari banyaknya kesalahan yang kita tulis tadi, kita dapat mulai menghitung apakah kebaikan kita lebih banyak dari keburukan, atau malah sebaliknya. Jika hasil hitung dan renung kita masih sangat sedikit kebaikannya bagaimana?

Berarti kita makin hari makin buruk dan kian tak berguna dalam hidup. Kelamaan seperti ini kita malah akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Apakah Anak SD bisa kita bina demikian? Sejatinya bisa, dengan cara memberlakukan kejujuran dalam bertindak, serta menghitung nikmat-nikmat gratis dan sederhana yang diterima. Gunanya?

Agar anak terbiasa baik, senantiasa berusaha menjadi baik, dan memperbanyak syukur.

Guru SD "Rawan Dosa"

Karena SD adalah peletakan dasar pendidikan, guru semestinya selalu mengajarkan hal-hal positif, bermaslahat, benar, dan menjadi tauladan baik. Sebaiknya bukan sekadar teori karena anak lebih suka dengan hal-hal konkret dan dekat dengan mereka.

Terang saja, anak SD mudah sekali meniru dan menghafal, apalagi meniru istilah aneh dan menghafal lagu. Hebatnya, ingatan dan tiruan ini bisa bertahan lama bahkan hingga mereka dewasa dan menua.

Bayangkan saja jika guru SD membekali ilmu yang salah, sikap yang nyeleneh, dan kata-kata kotor. Tidak terhitung sebanyak apa dosa guru SD, karena anak-anak akan mengamalkan ajaran guru hingga mereka dewasa.

Jika ini soal ilmu atau teori-teori buku, mungkin bisa berubah seiring bertambahnya wawasan anak. Tapi jika ini adalah soal etika, adab, dan ibadah maka akan susah mengubahnya. Ketiga hal ini hanya bisa diubah jika anak-anak berkali-kali mengubah diri dengan pembiasaan yang baik.

Dari sinilah terlihat bahwa peran guru SD itu sangatlah krusial dan rawan akan dosa. Maka darinya, guru SD harus hati-hati dan jangan menganggap remeh materi ajar, adab, serta ibadah anak.

Semuanya harus diajarkan secara benar, dan yang menjadi ukuran benar itu adalah sesuai dengan dalil jika nilainya ibadah, sesuai teori jika nilainya pengetahuan, dan sesuai dengan etika jika nilainya adalah etiket.

Jika guru SD melaksanakan semua hal ini, maka yakinlah bahwa amal jariyahnya begitu membludak bahkan hingga sepanjang masa. Anak-anak SD bisa jadi ladang investasi pahala, selama guru ikhlas dan tulus dalam mengajar.

Maka dari itulah profesi guru itu mulia, tanpa tanda jasa. Karena guru adalah pelayan publik.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun