Hai Kompasiana, kata guruku doa anak kecil itu lebih cepat dikabulkan loh!
Kenapa?
Karena anak kecil belum begitu banyak dosa, beda dengan kita yang semakin dewasa dan menua. Anak kecil juga tidak terlalu berpikir panjang dan cenderung lebih ikhlas, baik dari segi senyuman, pertolongan, hingga mendoakan seseorang.
Maka dari itulah saya lebih memilih murid-murid SD untuk mendoakan Kompasiana yang bulan Oktober ini sedang berbunga-bunga dengan aksara 11-nya. Karena Kompasiana sedang mekar, saya berpikir akan lebih indah jika dihiasi aksara-aksara Rejang (Curup, Bengkulu).
Kompasiana, Engkau Menakjubkan
Begitu menakjubkan, hingganya perlahan sudah mengubah hidup saya. Awalnya hanya mencintai hobi-hobi unfaedah, namun sekarang jadi hobi nulis. Sudah banyak rekan yang menyarankan "kenapa tidak buat blog pribadi saja, kan lumayan fee nya?", hanya saja pertanyaan itu tidak sedikitpun membangkitkan mood.
Mungkin sudah 5-7 blog pribadi sudah saya buat, bahkan kebanyakan darinya sudah lupa dengan URL-nya. Awalnya semangat merakit blog, hanya saja sepertinya ada yang kurang. Ide tak kunjung mengalir. Jikapun ada ide, mood untuk menulis tidak ada bahkan cenderung menemui kebosanan.
Beda dengan Kompasiana. Walaupun saya hanyalah pemula yang baru bergabung pada 01 Juli 2019 kemarin, rasanya sungguh berbeda dan lebih bahagia. Kompasiana adalah rumah yang berbeda dari rumah sendiri. Lebih dari rumah sendiri karena selalu saja banyak tamu agung yang bertandang.
Begitupun dengan komentar-komentar yang masuk. Bahasa dan nada komentar begitu membangun si penulis artikel. Jikapun ada kritik dan senjang pendapat, penyampaiannya tetap dengan etika dan estetika yang nyata.
Beda dengan komentar-komentar yang singgah di status medsos kita. Rasanya lebih baik kita matikan fitur komentar di medsos daripada harus menerima banyak cacian dan obrolan keterlaluan yang tidak nyambung.