Upgrade Pengetahuan dan Skill
Pekerja yang pintar di masanya banyak, pekerja yang rajin juga banyak. Begitupun dengan pekerja yang hanya mencukupkan dirinya karena merasa sudah berkapasitas. Tapi, pekerja pintar dan rajin bisa dengan mudah dikalahkan oleh pekerja yang inovatif, kreatif, dan cerdas.
Pintar jika sudah dicukupkan maka akan mandeg. Rajin jika tak upgrade skill juga akan ditinggalkan orang. Bagaimana mereka bisa bertahan?
Sejatinya mereka perlu memperbaharui pengetahuan dan skill. Majunya zaman harus selaras dengan kemajuan diri. Kita mesti berjalan beriringan bersama zaman. Jika tidak, kita akan ditinggalkan dan digantikan oleh orang lain.
Dengan bertambahnya pengetahuan dan skill, bertambah pula nilai diri. Misalnya, karyawan tetap akan lebih bernilai jika mereka juga punya skill pendukung seperti ilmu ekonomi, statistik, ataupun wirausaha.
Seorang guru juga akan bernilai jika mereka juga bisa IT, menulis buku, atau menciptakan inovasi dalam pembelajaran. Begitupun dengan pekerjaan-pekerjaan lain.
Perbaiki Etika dan Tambah Estetika
Etika dan estetika yang baik biasanya menimbulkan kesan yang "wah" di hati para pemimpin. Dari kesan yang "wah" itulah pekerja akan mendapat berbagai keberuntungan. Mereka mungkin tidak pintar, tapi etika dan estetika mereka mengalahkan kepintaran.
Jadi wajar saja pimpinan menaruh hati lebih kepada mereka. Etika dan estetika yang ditunjukkan mungkin sederhana. Mungkin hanya sekadar menyiapkan minum (jika pimpinan terlihat haus), dan menawarkan bantuan ikhlas dan tuntas saat pimpinan sedang sibuk-sibuknya.
Tidak banyak orang yang peka, hingga bisa berbuat seperti itu. Itu masalah hati, kebiasaan, dan akhlak yang memang sudah ditanam sejak lama.
Ubah Kebiasaan
Jika sehari-hari kebiasaan kita hanya makan tidur makan tidur, maka hidup kita hanya akan berkisar tentang rasa kenyang dan kantuk.Â
Begitupun dengan profesi kita. Jika kerja hanya sebatas menjalankan kewajiban berikut dengan urutannya, maka siap-siapkan kedatangan tamu jenuh.
Berlama-lama dengan jenuh akan mengusik emosi kita hingga menjadi seorang yang emosional. Ujung-ujungnya pasti mengarah ke perasaan, tentu saja perasaan yang salah dan bertabur dengan keluh berkepanjangan.