Dari kos-kosan itulah perjalanan mereka dimulai. Beberapa bulan ngekos, mungkin tabungan masih ada dan pikiran tidak begitu berat. Apalagi jika sebelumnya mereka diajak oleh teman untuk merantau. Jadinya, beban hidup dan keluhan bisa sedikit diporsir.
Namun, keadaannya akan berubah drastis jika sudah 3-6 bulan belum juga dapat kerja. Sudah pontang-panting berkeliaran cari kerja tapi belum dapat, tabungan habis, makan mulai ngirit, dan mau pulang kampung agaknya "mustahil".
Tapi lagi-lagi untuk apa merantau jika ujungnya terus-terusan mengeluh. Dengan kesabaran yang luar biasa, perlahan pasti akan ada jalan berupa tawaran pekerjaan. Dan benar saja, saat anak rantau sudah bekerja mereka sungguh bahagia.
Walaupun agaknya kesepian, namun sepi itu bisa terobati dengan adanya teman-teman baru, rekan kerja, dan masyarakat baru. Bahkan, jika suntuk dengan keberadaan mereka, para perantau bisa memilih untuk lembur kerja.
Setelah pulang kerja pun enak. Tinggal duduk santai di kosan. Jika libur, bisa tidur bahkan hingga dua hari dua malam tanpa ada yang menganggu. Atau mau begadang terus-terusan pun tak masalah.
Atau Numpang dengan Saudara?
Berbeda kisahnya dengan suka duka sebagian anak rantau yang punya kerabat atau saudara. Entah itu keinginan mereka sendiri, atau malah disuruh oleh orangtua, anggapan bahwa numpang di rumah saudara "lebih irit" semakin ditinggikan.
Akhirnya, anggapan bahwa merantau itu "susah" semakin terpinggirkan. Terang saja, banyak kerabat dan saudara yang ketika mereka pulang kampung saat liburan, tampak benih-benih kesejahteraan.
Sudah sikapnya sangat baik, suka memberikan jajan dan uang saku, bahkan berkali-kali menawarkan agar nanti jika sudah lulus sekolah ikut mereka saja bekerja di tanah rantau. Kesusahan tanah rantau tak pernah mereka ceritakan. Yang ada hanyalah wisata A B C, makanan khas ini itu, serta gaji-gaji besar yang menggiurkan.
Dari khayalnya seorang calon rantau, mulailah terpikir dan hitung-hitungan. Jika ngekos Rp 300ribu/bulan, makan Rp 500ribu/bulan, dan ditambah keperluan lain Rp 300ribu/bulan. Itupun jika orangnya hemat.
Tapi jika numpang di rumah saudara, bisa jadi anak rantau hanya cukup membayar uang kosnya saja. Itupun jika tuan rumah mau menerima. Kebanyakan saudara maupun kerabat sok jual mahal dengan menolak pemberian dari anak rantau.