Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mendikbud Bakal Naikkan Gaji Guru Honorer, Kenangan Akhir Jabatan atau Sekadar Hiburan?

15 Oktober 2019   21:47 Diperbarui: 16 Oktober 2019   11:03 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abraham, guru mata pelajaran IPS tengah mengajarkan tentang peta dunia kepada muridnya di SMPN 74, Rawamangun, Jakarta, Selasa (11/8/2015). Abraham banyak menyisipkan tugas praktek ke lapangan kepada muridnya dalam metode mengajar, sehingga siswa dirangsang untuk praktis dan kreatif. Kemdikbud akan membuat kebijakan untuk meningkatkan profesionalisme guru lewat penilaian kinerja dan kompetensi serta pengembangan keprofesian berkelanjutan.(KOMPAS/RIZA FATHONI)

Menjelang akhir jabatan para menteri, agaknya pemberitaan media soal pendidikan sedikit terkesampingkan. Kebanyakan media terus menjadikan soal perekonomian, ketenagakerjaan, hukum, HAM, serta politik sebagai berita utama.

Padahal persoalan tersebut sejatinya merupakan cabang-cabang dari pendidikan. Darinya, muncullah pendidikan ekonomi, pendidikan hukum, pendidikan HAM, politik, dan sejenisnya. Hanya saja, mereka seakan lupa dengan esensi pendidikan sebagai pohonnya.

Ibaratkan air terjun, cabang-cabang dari pendidikan terus-menerus mengalir dan jatuh, tanpa ingat dari mana mereka bersumber. Memang tidak terpungkiri bahwa dengan terus mengalir, cabang pendidikan terus pula bermaslahat.

Namun lagi-lagi, cabang pendidikan mesti ingat dari mana ia tercipta, siapa yang membuat alirannya, siapa yang menciptakan cabangnya, serta siapa yang menyampaikannya. Dan jawaban dari semua itu hanyalah satu, yaitu guru.

Sebagai pahlawan dengan jasa yang terbilang "gaib", mestinya para guru di Indonesia dapat hidup sejahtera dan selalu disejahterakan, terutama oleh para pencetus kebijakan yang selama ini sudah menikmati gaibnya jasa guru.

Meskipun banyak anggapan dari masyarakat bahwa guru saat ini sudah masuk kategori sejahtera, namun anggapan itu tidak bisa disama-ratakan. Guru PNS sejahtera mungkin iya, tapi guru honorer masih berada di luar servis area.

Padahal keduanya sama-sama profesi guru, sama-sama cerdas, sama-sama mengabdi, dan sama-sama merombak anak ingusan menjadi pejabat negeri.

Menteri "Akan" Naikkan Gaji Guru Honorer
Kalimat "akan naik gaji" adalah kalimat yang indah untuk didengar, lapar untuk dibaca, serta bahagia untuk digapai. Bisa jadi ini berlaku untuk semua profesi, termasuklah profesi guru honorer.

Dan benar saja,  pada 11 Oktober 2019 lalu Muhadjir Effendy meninggikan gebrakan dengan pernyataan bahwa beliau akan mengupayakan gaji guru honorer di tahun 2020 minimal setara dengan Upah Minimun Regional (UMR) atau setara gaji guru usia kerja nol tahun.

Agaknya, Mendikbud tidak mau kalah sibuk dengan menteri-menteri yang lain dan menonjolkan gebrakan-gebrakan terkait kemajuan pendidikan. Sebagai rakyat, kita pasti dukung 100 persen.

"Sekarang ini Kementerian Pendidikan dengan Kementerian Keuangan sedang mempelajari dan merumuskan supaya nanti Dana Alokasi Umum itu di samping untuk menggaji guru-guru PNS dan tunjangannya itu juga bisa digunakan untuk menggaji guru honorer yang jumlahnya hampir 800 ribu itu."

Mendikbud Muhadjir Effendy saat berkunjung ke SDN Klitik di Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun.  (www.pwmu.co)
Mendikbud Muhadjir Effendy saat berkunjung ke SDN Klitik di Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun.  (www.pwmu.co)

Walau kembali banyak kata-kata "mengupayakan", "mempelajari", serta "merumuskan" penggajian, setidaknya Mendikbud kembali memberi pelangi warna-warni di saat para guru honorer tertimpa hujan dan badai.

Dengan munculnya pelangi, hujan dan badai disinyalir akan segera berakhir seiring  terbitnya matahari kebahagiaan guru. Apalagi, gaji mereka nantinya tidak berasal dari dana BOS lagi melainkan Dana Alokasi Umum (DAU).

Rencananya, akan ada dua skema penggajian guru honorer di tahun depan.

Pertama, gaji untuk guru honorer SD dan SMP setara upah minimum kabupaten/kota (UMK), sedangkan untuk guru honorer SMA/SMK senilai upah minimum provinsi (UMP).
Kedua, semua guru honorer gajinya disamakan dengan gaji guru PNS tahun pertama.

Baik skema pertama atau kedua sama baiknya. Walaupun sejatinya UMK dan UMP masing-masing daerah relatif beragam, itu sudah termasuk dalam kategori layak bagi pekerja. Begitu pula dengan rencana penyetaraan gaji guru honorer dengan gaji guru PNS tahun pertama.

Kenangan Akhir Jabatan atau Sekadar Hiburan?
Jika pagi hari, tengah hari, atau tengah malam sebelum tanggal 20 oktober nanti gaji guru honorer benar-benar naik dan tersurat dalam Permendikbud, maka Muhadjir sesungguhnya meninggalkan kenangan yang indah di akhir masa jabatannya.

Terang saja, selama ini belum ada kenangan-kenangan manis yang nyata yang ditinggalkan beliau. Kurikulum 2013 dan segenap revisinya? Secara teori mungkin sangat-sangat baik, namun keadaan di lapangan seakan menghapus kebaikan beserta "sangat-sangatnya" tadi.

Mulai dari kewalahannya guru dalam pelatihan, kewalahannya anak dalam mencari bahan/materi pembelajaran, buku siswa revisi yang sering telat sampai, hingga pencapaian karakter yang semakin mendekati kata absurd semuanya tak bisa luput dari kedipan mata.

Full day School? Harapan untuk kembali menguatkan karakter sudah begitu mendalam. Namun, kenyataannya anak-anak pada mabuk, guru-guru senior ikut mabuk, dan guru honorer tak bisa cari kerja sampingan.

Jika gaji guru honorer benar-benar akan naik, agaknya berkuranglah semua keluh, penat, dan kerut dahi para guru honorer.

Tapi, lagi-lagi kita tidak bisa menutup fakta-fakta lama yang semakin menegaskan bahwa gebrakan Mendikbud ini hanya sekadar hiburan.

Seperti halnya pernyataan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko tahun lalu. Beliau mengatakan bahwa pemerintah tetap akan memperhatikan kesejahteraan para guru honorer yang gagal lolos tes CPNS dan PPPK dengan menaikkan honor mereka.

Kala itu, pemerintah juga menegaskan bahwa mereka akan mengkaji lebih lanjut dan berkoordinasi dengan Menkeu dan Menpan-RB. Tentu saja para guru honorer menunggu-nunggu pengumuman kenaikan itu. Tapi nyatanya? Sekadar hiburan belaka.

Bahkan karena bosannya menunggu pemerintah, pada februari 2019 kemarin Gubernur Sumut Edy Rahmayadi memberikan gebrakan bombastis dengan menaikkan gaji guru honorer hingga lebih dari 100 persen.

Sebelumnya gaji guru honorer adalah Rp40 ribu/jam, lalu diusulkan oleh DPRD Sumut agar naik jadi Rp60 ribu/jam, tapi Edy malah menetapkan gaji guru honorer Rp90 ribu/jam. Sungguh mulia, dan tentu saja semua guru honorer di Medan menyambut baik ketetapan ini.

Berita ini pun heboh di media massa dan media-media lainnya. Darinya, judul yang terkesan agak clickbait pun diangkat di koran agar semua rakyat tertarik untuk membaca. Kiranya itu berita untuk seluruh Indonesia, tapi ternyata hanya di Medan saja.

Dan peliknya, terobosan-terobosan yang dilakukan oleh pemprov Sumut maupun pemprov lainnya seakan tidak digubris oleh pemerintah. Padahal, pemerintah harusnya menutup wajah dengan 10 jari alias malu atas kebijakan mulia yang telah dilakukan oleh pemprov.

Perjuangan Bu Ade, Guru Honorer di Pelosok Sukabumi. (netz.id)
Perjuangan Bu Ade, Guru Honorer di Pelosok Sukabumi. (netz.id)

Sejatinya, menaikkan gaji guru honorer bukanlah semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Naik gaji selaras dengan peningkatan kualitas dan harmoni dengan peningkatan kompetensi guru.

Sederhana saja. Dengan naiknya gaji para guru honorer, mereka bisa melengkapi administrasi guru yang tebalnya mencapai 1 rim kertas. Mereka pula bisa menyisihkan uang untuk membeli buku-buku bacaan demi long life education, mereka juga bisa melanjutkan pendidikan.

Dan mulianya, mereka bisa sedikit membantu siswa dengan memberikan mereka kaus kaki, memberikan mereka hadiah berupa buku tulis, atau membantu siswa dengan menjahit sepatu dan baju mereka yang sudah koyak.

Kenapa mulia? Karena kebanyakan guru honorer tidak pernah mengekspos kebaikan mereka saat membantu siswa. Tiada guna sebuah pencitraan, karena mereka lebih banyak bekerja di belakang layar.

Kadang kala panggungnya guru honorer sering direbut oleh guru PNS maupun pejabat. Tapi karena kemuliaannya, mereka tetap berbesar hati merangkak bersama kenyataan.

Harapan yang tulus kepada pemerintah. Tinggalkanlah kenangan yang indah untuk para guru honorer, jangan sekadar hiburan. Jika itu hanya hiburan, anak-anak bangsa yang tiap hari datang ke sekolah lebih menghibur daripada kebijakan yang semu.

Salam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun