Gula aren harus menempuh perjalanan panjang sebelum bisa jadi cuka pempek, permen tamarin, ataupun kuah cendol. Proses pembuatan gula aren memakan waktu yang cukup lama. Tidak sekadar 1-2 jam, melainkan bisa mencapai 5-8 jam.
Tak heran, pembuat gula aren (gula merah, gula enau) harus mempunyai fisik yang prima dan mental yang cukup kuat, terutama untuk menahan emosi. Terang saja, proses memasak gula aren tidak seperti masak mie instan pakai kompor gas, atau masak nasi pakai magicom.
Gula aren harus dimasak secara tradisional menggunakan kayu bakar. Karena perapian dan belangei (belanga, wajan, kuali) yang besar, maka jumlah kayu yang diperlukan juga harus banyak. Dari sinilah emosi bisa meningkat, karena asap yang berkeliaran di mata.
Beruntung bagi para pembuat gula aren yang punya lahan bertanamkan kayu bakar, seperti contohnya ayah saya sendiri. Berkah dari warisan orangtua berupa kebun kopi dan aren (enau) berlokasi di desa Air Meles Atas Curup, Bengkulu, yang di sela-selanya terdapat pohon johar dan petai cina, membuat ayah tidak perlu repot membeli kayu.
Hanya saja, proses pengangkutan kayu-kayu bakar yang kadang jauh dari pondok agaknya cukup melelahkan. Namun jika sudah biasa melakukannya, semua itu bukanlah soal.
Dalam proses pembuatan gula aren, ada beberapa tahap yang harus dilalui. Mulai dari penyadapan bunga aren, memasak niro (nira) sampai kental, pengadukan, pencetakan, hingga pengeringan gula.
Penyadapan Tandan Bunga Aren
Sebelum dilakukan penyadapan, tandan atau tangkai bunga aren yang akan diambil niranya harus dipukul-pukul (ta'tung) terlebih dahulu. Bisa 3 hari sekali dan dilakukan 4-5 kali. Setelah di ta'tung, bunga aren dibiarkan hingga mulai mekar dan berminyak kulitnya.
Biasanya, bunga-bunga aren yang akan mekar akan dikunjungi banyak lebah madu. Setelah mekar, bunga aren lalu dipangkas hingga batas pangkal cabang rantingnya. Setelah itu, barulah dilakukan pengirisan pada tandan dan jangan lupa buat jalur untuk aliran air niranya.
Kemudian, siapkan penampungnya. Bisa pakai jeriken, ember, maupun bumbung (bambu). Namun, di Curup rata-rata pembuat gula aren menggunakan bumbung. Meski kadang lebih berat bumbung daripada air niranya, cara ini lebih baik untuk menangkal gangguan tupai dan monyet yang sering mengusik bunga aren.
Penyadapan ini dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Setiap pergantian bumbung, tandan bunga aren tadi harus selalu di iris, agar air nira tidak cepat kering.
Memasak Nira
Kami biasanya memasak nira di pondok tengah kebung. Lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah, yaitu sekitar 400-500 meter. Untuk mencapai lokasi, kita harus melalui jalan setapak di tengah-tengah perkebunan kopi.
Setiap bumbung nira yang telah disadap harus segera dimasak. Jika dibiarkan seharian maka nira akan basi, masam, dan jadi tuak. Jikapun kapasitas nira yang dihasilkan dalam satu hari hanya sedikit, setidaknya nira tersebut harus dimasak hingga mendidih. Jika tidak, harapan untuk jadi gula aren akan pupus, karena nira tadi sudah memabukkan.
Setelah air nira dalam belangei mendidih, maka segeralah untuk membuang busa-busa nira. Busa ini harus dibuang karena bisa menyebabkan gula aren ngaret alias tidak kering. jika sudah ngaret, maka sia-sialah usaha memasak nira pada hari itu.
Setelah nira mendidih, biarkan nira tersebut selalu menggelegak. Meski demikian, api nira harus tetap stabil, tidak boleh terlalu besar dan tidak pula kecil. Jika terlalu besar, dikhawatirkan gula aren juga akan ngaret.
Biarkan nira tersebut mengental dan memerah. Durasi yang dibutuhkan dalam memasak nira dalam 1 belangei sekitar 5-8 jam. Kami biasanya memasak nira dari pukul 07.30 -- 15.00, berarti sekitar 7,5 jam.
Kayu bakar yang digunakan untuk memasak nira tidak bisa sembarangan. Jangan mentang-mentang ingin api besar dan terus hidup, akhirnya kita hanya memberi makan api dengan bambu.Â
Kayu-kayu yang digunakan adalah kayu yang bernas dan memiliki banyak bara seperti kayu johar, kayu petai cina, kayu kopi, rambutan, mangga, durian, Â serta kayu aren itu sendiri.
Pengadukan
Setelah nira kental dan berwarna merah tua, segera kita angkat belangei dari perapian. Akhirnya kita masuk ke tahap pengadukan nira "calon" gura aren ini. Dengan menggunakan alat rakitan dari kayu dan tempurung kelapa, nira yang sudah kental harus terus diaduk.
Bagian ini cukup melelahkan, karena selain harus mengaduk selama 10-15 menit tanpa henti, nira kental ini semakin lama semakin berat. Namun, di saat inilah kita bisa tahu bahwa nira kental ini sudah pas, terlalu matang, atau malah belum begitu masak.
Jika belum masak, maka nira kental harus kembali dipanaskan. Tapi jika nira itu terlalu matang, maka dapat kita campur dengan nira yang baru selesai disadap.
Pencetakan Gula Aren
Â
Setelah bersusah-payah mengaduk, akhirnya kita masuk ke tahap pencetakan gula aren. Jika adonan nira kental tadi sudah dirasa berat, kita bisa segera mencetaknya. Untuk alat cetak, kami biasanya menggunakan tempurung kelapa. Sebenarnya alat cetak gula aren bisa apa saja, tapi kami hanya memiliki tempurung saja. Hehe.
Tempurung kelapa ini harus dilubangi ujungnya, agar memudahkan kita untuk melepas gulanya nanti. Sebelum digunakan, tempurung kelapa juga harus dicuci bersih dan lubang kecilnya tadi diberi tutup. Bisa pakai daun, bisa pula pakai plastik.
Selain itu, siapkan pula tatakan bambu untuk tempat hinggap tempurung kelapa tadi agar gula tidak bersentuhan dengan tanah.
Pengeringan Gula Aren
Setelah semua gula dalam belangei sudah dituangkan dalam tempurung cetak, kita hanya tinggal menunggu gula aren kering. Agaknya memakan waktu sekitar 15-30 menit untuk benar-benar kering.
Tapi untuk memudahkan melepas gula aren dari tempurung, kita tidak harus menunggu gula aren hingga benar-benar kering. Cukup menunggu 15-20 menit saja, setelah itu kita balikkan tempurung dan kita lepaskan daun atau plastik yang menempel pada gula tadi.
Perlu diketahui, plastik yang digunakan untuk penutup lubang tempurung tadi harus plastik yang tahan panas dan kuat. Jika hanya pakai esek-esek seperti plastik gula eceran atau plastik hadiah Indomaret, dikhawatirkan mudah koyak dan bisa saja bercampur dengan gula aren.
Makanya gunakanlah plastik-plastik yang tahan koyak dan panas seperti plastik roti, mie instan, dan sejenisnya. Namun, lebih baik menggunakan daun agar lebih aman.
Setelah benar-benar kering, barulah gula aren bisa dijual. Jikapun ingin dikonsumsi sendiri, sebaiknya simpan gula aren di tempat yang bebas angin agar gula tetap garing. Selama gula Aren disimpan ditempat yang rapat, gula tetap awet dan tidak akan basi.
Gula aren yang baru selesai dicetak sangat enak untuk dimakan langsung. Rasanya yang garing nan renyah, serta tidak terlalu manis membuat lidah ini berteriak ingin lagi dan ingin lagi. Terlebih lagi jika gula aren tadi masih berbentuk nira kental. Ketika dimakan, rasanya akan sama seperti permen karet namun lebih garing dan sangat renyah.
Gula aren sejatinya tidak boleh terlalu lama kena angin. Jika terus-menerus kena angin, gula aren akan berkurang kepadatannya dan masa pakainya juga akan berkurang. Lama-kelamaan hal ini juga akan berpengaruh dengan rasa dari gula Aren itu sendiri.
Di Curup, kami biasanya menjual gula aren ke warung terdekat dengan harga pasaran Rp 15.000- 20.000/kg. Biasanya, setiap 2 batok gula aren mempunyai berat hingga 1 kilo lebih. Dan dalam satu hari kami bisa membuat 10-20 kg gula Aren.
Namun, akhir-akhir ini gula aren mulai sepi harga. Bahkan, bulan kemarin harga gula aren turun drastis hingga menyentuh angka Rp 11.000/kg. Pada bulan ramadhan kemarin juga naiknya tidak begitu tinggi, hanya sampai Rp 18.000/kg saja, padahal ditahun 2016, gula Aren pernah tembus hingga Rp 21.000/kg.
Biarpun demikian, usaha gula Aren ini sudah bisa menghidupi saya dan adik-adik saya. Bahkan, hingga saya jadi guru seperti saat ini, itu berkat gula Aren, bekas keringat bercucuran doa dari kedua orangtua. Alhamdulillah.
#Jika rekan-rekan kompasianer ke Bengkulu, jangan lupa mampir. Kita icip-icip gula merah langsung dari belangei-nya. Hehe.Â
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H