Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kecanduan Game Bola, Gejala Gangguan Mental hingga Menulis di Kompasiana

8 Oktober 2019   23:31 Diperbarui: 8 Oktober 2019   23:36 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menghadiri seminar nasional dengan pemateri Wijaya Kusumah. (dokpri)

Bahkan, meskipun lebih sering bermain game PES daripada belajar dan tidur, saya tetap berprestasi di bangku kuliah. Di dua semester pernah dapat IP 4,0 dan bahkan lulus kuliah sebagai wisudawan terbaik.

Lagi-lagi keadaan ini sama sekali tidak menampik diri ini untuk segera berubah. Hingganya, saat sudah mulai bekerja sebagai kontraktor, kemudian pembina Baca Qur'an, dan bahkan sampai diangkat sebagai guru, saya masih begitu aktif bermain game bola.

Di saat orang sudah sibuk bermain game online seperti Point Blank, COC, PUBG, dan sejenisnya, saya masih betah bermain game PES. Walau hanya PES 2013, saya tetap meng-upgrade secara berkala.

Menunjukkan Gejala Gangguan Mental

Setelah barusan saya tanya "Mbah Google", ternyata sudah banyak gejala-gejala gangguan mental yang selama ini saya alami. Terang saja, saat bermain PES seringkali saya merasa cemas dan khawatir jika kalah, tertekan dan sedih jika kalah, sulit tidur, emosi berlebihan, hingga mulai menarik diri dari lingkungan.

Sisa-sisa Joystick rusak. (dokpri)
Sisa-sisa Joystick rusak. (dokpri)

Hebatnya, semua gejala-gejala itu hanya muncul ketika saya sedang bermain game PES sendirian di rumah. Rasanya, sudah ada puluhan Joystick yang saya hancurkan karena kalah tanding bola melawan komputer.

Tapi ketika bermain dengan teman, saya bersikap biasa-biasa saja saat kalah. Sama sekali tidak menunjukkan kekesalan berlebihan. Hanya sesekali saya teriak dan melompat, karena memang sudah terlalu kesal. Sudah kalah, disindir-sindir pula.

Situasinya jadi berbeda saat saya bermain game PES sendiri di rumah. Setiap kali kebobolan, setiap itu pula saya memukul-mukul kepala dan mengerang gigi tanda emosi. Tidak jarang, saya sampai menggenggam Joystick sekencang-kencangnya, bahkan sering pula membantingnya.

Setelah Joystick itu rusak, saya mulai agak tenang dan berhenti bermain. Tapi, itu hanya 1-2 hari saja. Keesokan harinya saya kembali membeli Joystick dan beberapa minggu kemudian Joystick itu saya rusakkan lagi. Siklus ini terus berlanjut tiada henti.

Kira-kira sudah ada sekitar 30an Joystick yang saya hancurkan hingga Juni 2019. Jika dihitung harga 1 Joystick single adalah Rp 55 ribu, berarti saya sudah mengoyak uang sebanyak 1,65 juta rupiah. Cukup untuk beli 165 mangkok bakso. Hmmm.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun