Ini adalah kisah nyata yang sempat saya lalui selama 7 tahun terakhir sebelum kemudian bergabung di flatform Kompasiana. Saya sendiri berkali-kali menolak untuk mengakui bahwa kebiasaan ini merupakan pertanda bahwa saya sudah mulai terkena gangguan mental.
Terang saja, dunia luar saya sama sekali tidak terganggu. Pendidikan dan kuliah saya tidak terhambat, malahan berprestasi. Dan saya pun tidak pernah sampai bolos saat bekerja, hanya karena ingin menghabiskan waktu untuk main game bola.
Hal ini seakan mengalir begitu saja, sehingga saya sama sekali tidak tahu bahwa ternyata perubahan perilaku dan emosi saya saat sendiri di rumah merupakan tanda-tanda saya mulai terkena gangguan mental.
Hobi Bermain Game Bola
Hal ini bermula sejak tahun 2012 saat saya mulai mengenal game bola yang bernama PES (Pro Evolution Soccer). Karena waktu itu saya belum punya laptop, saya sering diajak teman kuliah untuk bermain di warung PES.
Saya pun enggan menolak, karena bau-baunya pasti seru. Dan benar saja, mulai saat itu saya semakin tertarik dengan game offline ini. Biaya main di warung PES pun tak begitu mahal, hanya 3000/jam, dan kami sering main hingga 4 jam sekali duduk.
Dan kecintaan ini semakin membuncah ketika saya sudah membeli laptop. Ya, laptop spesifikasi pas-pasan yang sejatinya digunakan untuk menunjang perkuliahan malah saya isikan game PES, tepatnya PES edisi 2013 terbitan KONAMI.
Mulai saat itulah, jam bermain game saya bertambah, dari 4 jam per minggu menjadi 4 jam per hari, bahkan lebih. Jika hari libur, bisa saja saya main game hingga 10 jam dalam 1 hari. Hanya sendiri di rumah, dan hanya game bola.
Saat bermain dengan teman juga seperti itu. Malahan, saya seringkali latihan sendiri dahulu di rumah, baru kemudian pergi bertandang ke rumah teman untuk bermain dan bergadang bersama.
Kebiasaan ini terus saya lakukan hingga tamat kuliah pada tahun 2016 kemarin. Uniknya, hobi "berlebihan" ini sama sekali tidak mengganggu kuliah saya.Â