Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menyanyi Sambil Muntah: Haruskah Sampai Segitunya Berkomedi?

8 Oktober 2019   20:54 Diperbarui: 8 Oktober 2019   20:56 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka sangat menikmati lagu Mawang. Namun, mereka menganggap bahwa untuk membuat cover lagu Mawang itu sangatlah susah dan perbedaannya juga tidak ada.

Lebih lanjut, menurut mereka di dalam video rekaman pertama awalnya tidak ada adegan muntah. Hanya sekadar "uwak-uwak" saja. Namun, karena ingin lebih "gila", "bodo amat" dan tak peduli dengan kata-kata orang, mereka kemudian menampilkan tayangan muntah.

Secara, ini hanya di Youtube. Walau akhirnya timbul pro dan kontra di sana-sini, mereka hanya perlu bersikap bodo amat. Arif juga mengaku bahwa dirinya sangat mudah untuk muntah. Hanya dengan menaikkan lidah keatas dan bersuara "uwak-uwak", ia bisa muntah.

Pras Teguh dan Arif Alfiansyah. (Tangkapan Layar Youtube.com)
Pras Teguh dan Arif Alfiansyah. (Tangkapan Layar Youtube.com)
Tapi, haruskah sampai segitunya berkomedi? Hanya untuk dianggap "tidak biasa" oleh rekan sesama komedian, mereka rela merusak Youtube dengan menambah konten-konten yang tidak berkualitas.

Dan hebatnya, konten-konten yang tidak berkualitas seperti inilah yang seringkali jadi viral dan trending di laman Youtube.

Kita juga tidak bisa menampik fakta bahwa Youtube sekarang sangatlah bebas. Darinya, harus ada pengawasan-pengawasan konten dan jika perlu ada sanksi untuk memperbaiki kualitas konten. Hanya saja, hingga saat ini sosok pengawas Youtube dan Netflix masih samar-samar.

Beberapa waktu lalu, KPI telah mengajukan diri untuk ikut andil dalam mengawasi konten Youtube dan Netflix. Namun di saat itu juga muncul dialog dan keluhan berkepanjangan terkait dengan kesanggupan KPI.

Terang saja, banyak lembaga dan rakyat mempertanyakan kualitas siaran televisi yang selama ini belum beres. Dan itu semua masih menjadi tanggung jawab KPI. Akhirnya, didapat kesimpulan bahwa KPI mesti memperbaiki dulu kualitas tontonan masyarakat, barulah menyentuh Youtube dan Neflix.

Meski seperti ini kenyataannya, tetap kita memerlukan sosok Lembaga Pengawas konten Youtube dan Netflix. Dengan meningkatnya masa "online" generasi muda, meningkat pula konsumsi Youtube dan Netflix. Bahkan, keduanya sudah menjadi kebutuhan kedua setelah "mbah google".

Jika terus-menerus bebas, maka akan semakin banyak konten-konten yang tidak berkualitas. Para Youtubers juga akan semakin bersikap masa bodoh karena kebebasan tersebut.

Ngerinya memang bukan bagi para Youtubers, toh mereka dapat untung besar. Kita kasihan dengan anak-anak, remaja, dan bahkan dewasa para penjelajah Youtube.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun