Biarpun siswa-siswi ini masih tetap nakal saat di sekolah, setidaknya kenakalan mereka bisa dibatasi hanya di dalam lingkungan sekolah saja. Karena jika kenakalan mereka menyebar sampai ke luar lingkungan sekolah, maka pihak luarlah yang akan ikut campur.
Dipindahkan, Bukan Dikeluarkan
Dengan perhatian lebih dan khusus, anak-anak nakal dapat segera bertaubat. Dalam kurun waktu satu semester hingga satu tahun akan terlihat tanda-tandanya.Â
Namun, meskipun banyak anak nakal yang taubat, tetap saja ada satu-dua anak yang masih nakal. Nakalnya tidak berubah, malah tambah keterlaluan.
Akhirnya, mereka berkali-kali berhadapan dengan guru BK/BP dan berkali-kali pula melanggar tata tertib sekolah. Jika sudah diberikan tiga kali surat peringatan dan teguran, maka mereka akan segera dikeluarkan dari sekolah.
Harapannya, semoga mereka yang telah dikeluarkan dari sekolah lama dapat segera menemukan sekolah lain yang bersedia menampungnya. Sekolah favorit? Hampir mustahil. Sekolah biasa? Masih berat! Lalu?
Sebenarnya ada yang salah di sini. Harusnya bukan "dikeluarkan" melainkan "dipindahkan". Jujur saja, kata "dikeluarkan dari sekolah" seakan membunuh siswa dari belakang. Seakan-akan tidak ada lagi harapan di masa depan.
Beda hal jika bahasanya diganti dengan "dipindahkan". Anak nakal yang dipindahkan ke sekolah lain akan berpikir dua kali untuk kembali menyebar kenakalannya.Â
Terang saja, di sekolah yang baru mereka bukanlah siapa-siapa. mereka harus segera berbenah diri, setidaknya untuk mendapatkan teman.
Selain itu, mereka juga perlahan akan mengurangi sifat nakalnya. Mereka pastinya takut jika harus pindah lagi, dan ketika itu juga tidak ada lagi sekolah yang mau menerima mereka.
Bahasa "dipindahkan" juga akan mengembangkan persepsi bahwa siswa tersebut bukanlah sosok anak nakal yang telah dikeluarkan dari sekolah lama.Â