Tapi jika sudah minta iuran ke DPR, maka angka 500 ribu hingga jutaan yang akan tercatat bersama tanda tangan proposal tersebut. Makin besar besar jumlah iuran dari DPR, rakyat akan makin senang, sekaligus menghasilkan persepsi bahwa DPR peduli dan perhatian dengan rakyat.
Walaupun kenyataannya itu adalah uang pribadi DPR, tetap saja sebagian besar rakyat tidak mau tahu. Bagi rakyat, opsi datang ke rumah anggota dewan juga masih lebih baik daripada harus mengirim proposal ke Pemda maupun ke kediaman Bupati yang sejatinya memiliki masa tunggu 1-2 minggu.
Kenyataan ini juga beriringan dengan pernyataan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid yang berkeluh bahwa masih ada sejumlah kelompok masyarakat yang menganggap wakil rakyat merupakan gudangnya uang. Akibat persepsi itu, maka anggota DPR sering menjadi sasaran masyarakat untuk meminta bantuan dalam bentuk materi.
Padahal, uang-uang bermiliaran bahkan triliunan itu hanyalah titipan untuk dijadikan pembahasan dan penganggaran dana bagi para DPR.
Yang Tampak Dari DPR Bukanlah Pekerjaan Bersih
Dengan anggaran dana sebanyak itu, seharusnya DPR dapat melaksanakan pekerjaannya dengan "sangat baik". Tapi kenyataannya, pada periode 2014-2019 sudah puluhan anggota DPR yang terjaring "bekerja kotor" alias korupsi.
Terang saja, fakta ini seakan menghancurkan pasaran kepercayaan masyarakat hingga menyentuh harga yang tak layak jual terhadap DPR. Akhirnya, timbullah persepsi bahwa:
"Kalau mau kaya kerja jadi DPR saja!"
"Jadi DPR enak, hanya datang duduk diam lalu dapat duit!"
"Anda kurang wisata? Jadi DPR saja!"
Padahal, pekerjaan DPR tidaklah semudah dan "sekotor" ini. Dalam 5 tahun masa kerja, mereka harus terus menjadi penyalur aspirasi rakyat. Di samping itu, mereka juga harus menjalankan fungsi legislasi dengan terus-menerus melakukan kegiatan menyusun, membahas, menerima, menolak, hingga menetapkan berbagai peraturan.
Sungguh, berkali-kali kegiatan itu akan sangat menguras tenaga, pikiran, bahkan perasaan. Makanya jika meja rapat DPR itu masih utuh tanpa goresan, patut dipertanyakan apa saja kerja mereka selama ini.
Beberapa hal inilah yang mengantarkan masyarakat hingga menghasilkan persepsi bahwa DPR itu kerjanya kurang bersih.
DPR periode mendatang mestinya dapat menepis persepsi ini secara perlahan. Misalnya dengan kerja-kerja nyata yang mereka tunjukan. Kelelahan, keletihan, dan kecapekan nyata yang mereka perlihatkan. Serta peraturan-peraturan bijak dan adil yang mereka keluarkan. Tentunya dengan senantiasa melibatkan rakyat.