Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Yang Tidak Ikut Demo, Tolong Jangan Membuat Keruh Grup WA!

25 September 2019   22:20 Diperbarui: 26 September 2019   23:30 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menggoreng Berita. (Gambar olahan pribadi)

"Pengen nonton film “Lucunya Negeri Ini”, eh baru sadar kalo lagi ngalamin langsung!"

Aksi menagih keadilan belum tamat. Aksi unjuk rasa menuntut untuk duduk bersama dalam satu meja belum kunjung selesai. Dan aksi mahasiswa dengan membawa aspirasi rakyat Indonesia masih akan terus berlanjut. Baik itu soal UU KPK, kabut asap, maupun RKUHP.

Pagi tadi, saya agak terkejut sembari mengerutkan dahi ketika membaca Snap Whatsapp teman saya Ilham. Beliau menuliskan keluhan nan berarti dengan tulisan "Pengen nonton film ‘Lucunya Negeri Ini’, eh baru sadar kalo lagi ngalamin langsung!"

Sekilas, kalimat ini hanyalah untaian keluh sederhana. Tetapi ketika mulai kita membayangkannya, hati ini malah sakit, bahkan rasanya ingin segera bergabung dengan para mahasiswa. Tentu saja untuk menyuarakan aspirasi diri, sebagai rakyat yang sejatinya punya jabatan tertinggi di negeri ini.

Di beberapa universitas, para Komti (ketua kelas) hanya perlu chat kepada Dosen untuk bisa ikut unjuk rasa. Dan rata-rata dosen akan mengizinkan mahasiswanya untuk ikut meneriaki keadilan, sekalian menitipkan harapan dari Dosen itu sendiri. Ya, Dosen juga rakyat, dan pernah pula jadi mahasiswa.

Meskipun namanya aksi mahasiswa, belum tentu semua mahasiswa rela turun tangan, turun ke jalan, bahkan melakukan tour hingga berjam-jam menuju ke kantor DPR dan DPRD di provinsi masing-masing.

Sebagian mereka para mahasiswa banyak yang berkirim doa, mengajak masyarakat bersatu, serta menguatkan harapan untuk Indonesia lebih baik. Mereka sempat membuat animasi foto dan video untuk disebar menjadi snap Medsos, tentunya dengan kata-kata "dalam" yang bisa membuat pembaca tertawa, sedih, bahkan emosional.

Jika tulisan itu benar dan sesuai dengan kenyataannya, bukanlah masalah. Tulisan itu akan menjadi update berita tersendiri bagi kaum-kaum milenial yang tak sempat ikut demo karena sibuk dengan kerjaannya, sibuk mendidik anak bangsa, dan sibuk mencari lowongan pekerjaan.

Berita lawas digoreng dan dipanaskan hingga gosong

Sok-sok seperti jurnalis yang meng-update berita dengan cepat dan lincah di grup-grup medsos, hingganya berita dari mana mereka tak tahu. Itulah kerjaannya orang-orang perusak kesatuan bangsa.

Saya begitu kesal beberapa kali lihat grup Whatsapp yang isinya berita-berita gosong. Berita-berita itu memang bukan hoaks. Tetapi kebanyakan darinya adalah berita-berita lawas yang digoreng dan dipanaskan hanya untuk memperkeruh keadaan.

Seperti contoh, ada video tentang pernyataan pihak kepolisian yang tidak akan segan-segan menembak pelaku anarkis dan pihak TNI yang menyatakan siap tidak makan untuk menstabilkan negeri ini.

Beberapa kali saya dengar, sekilas memang sejalan dengan aksi demo mahasiswa yang terjadi saat ini. Tapi nyatanya, video itu hanyalah video lawas yang direkam saat pihak kepolisian dan TNI mengawal pelaksanaan pemilu. Hampir saja tertipu dan terbawa suasana.

Isi grup yang semula hanya promosi makanan dan jualan akhirnya bertambah rusuh dengan cacian kepada pihak kepolisian yang dinilai "biadab" dan TNI yang tidak pro dengan aksi demo, walaupun itu damai.

Tapi beruntungnya, admin grup segera mengklarifikasi video tersebut dan mengungkapkan kebenarannya. Barulah akhirnya video tersebut terhapus, dan chat grup kembali damai dengan doa-doa dan harapan.

Gambar dari Whatsapp Grup @sanak.net
Gambar dari Whatsapp Grup @sanak.net

Tak berhenti di sana, banyak pula berita-berita lainnya yang digoreng serta dibumbui dengan hoaks. Salah satunya adalah berita sebaran tentang meninggalnya salah satu mahasiswa Pakuan Bogor karena kepalanya dipukuli oleh anggota polisi.

Meskipun segera mendapat cap hoaks oleh pihak divisi Humas Polri, tetap saja kita masih takut dan khawatir. Jelas sekali berita ini menyudutkan pihak kepolisian yang sejatinya sudah bekerja sesuai prosedur untuk mengamankan situasi negeri.

Bahayanya, masyarakat bahkan kaum milenial yang tidak ikut demo terlanjur emosi dan bahkan menambah kerusuhan di dunia maya. Padahal nyatanya semua masih baik-baik saja.

Memang benar, di beberapa daerah ada keributan dan anarkis. Tapi tak perlulah digoreng dengan berita-berita lawas bahkan hoax. Sungguh ini akan menggosongkan perdamaian negeri.

Netizen harus pastikan, bandingkan, dan cari kebenaran berita

Mau tidak mau, dipaksa atau dengan sukarela, para netizen harus bijak menyikapi semua informasi terkini. Walaupun judulnya aktual, kita perlu berkali-kali memastikan kebenaran berita dan membandingkannya dengan sumber-sumber lain yang terpercaya.

Jangan pula seenaknya "mencomot" dan take snapshot status orang tanpa tahu keakuratannya. Tanya dulu dari mana sumber berita tersebut.

Jika nanti pengakuannya adalah hanya sekadar share berita orang atau tanpa sumber yang jelas, maka jangan pula kita turut sebarkan berita tersebut sebelum ada bukti sahih.

Makanya berkali-kali penting bagi kita untuk menyertakan referensi serta nama situs dalam menyebarkan berita. Bukan semata-mata merepotkan, hanya saja kita menghindari dosa dengan menyebar berita hoaks.

Sakitnya, kita yang menyebar berita gosong tanpa tahu kebenarannya malah jadi amukan massa bahkan terpidana. Padahal, bukan kita yang membuat berita. Kita juga tak tahu apa-apa dengan situasi nyata yang terjadi. Tapi apa daya, karena sudah tersebar kita harus bertanggung jawab.

Tak usah malu jika harus membuat pernyataan "Maaf tadi snap/foto/video yang saya sebar tentang demo adalah palsu" di snap medsos kita. terang saja, itu akan membuat para pembaca snap nyaman, dan mereka yang bijak tak akan mem-bully kita.

Lagi-lagi, kita tak bisa mengacungkan 10 jari untuk semata-mata menyalahkan para netizen. Mereka mungkin punya niat baik, yaitu sekadar memberikan update terkini keadaan dalam negeri.

Sebagian yang lain juga sekadar berkeluh agar kisruh ini segera tamat. Bahkan semuanya ingin agar para DPR yang "tidur-tiduran" bisa segera lembur dan begadang.

Hanya saja, niat baik harus di iringi dengan cara yang baik dan dengan kebijakan diri yang bijaksana.

Jujur saja, kita takut dengan banyaknya berita-berita gosong ini. Bukan tidak mungkin pemerintah akan mengecap rakyat dan para pendemo "sudah kelewatan dan tak bisa menyampaikan aspirasi dengan cara damai".

Padahal jelas-jelas aksi mereka damai, dan yang merusaknya adalah penyusup yang menunggang nama mereka.

Dan meskipun pemerintah juga sejatinya harus lebih bijak dari netizen, tetap saja jangan halangi hidayah Tuhan dengan menabur berita gosong di sana-sini.

Karena kita pastinya berharap negeri ini segera damai, pemerintah segera dapat hidayah, serta mengeluarkan kebijakan yang menenangkan hati.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun