Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Aksi Nyata Itu Penting, Benar Kan Pak Jokowi?

19 September 2019   21:37 Diperbarui: 19 September 2019   23:42 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi Saat Meninjau Karhutla di Riau. (www.liputan6.com)

Agaknya, derita penduduk bumi Indonesia karena kabut asap tercermin dari raut muka sedih Presiden Jokowi, saat beliau datang ke lokasi kebakaran di Riau beberapa waktu yang lalu. Entah itu foto yang tidak sengaja, atau memang sengaja berpose sedih kita tidak perlu berdebat untuk menebak-nebaknya.

Hanya saja, walau Jokowi kembali unjuk muka dengan blusukannya, duka Riau makin dalam dan kita yang melihat dari jauh pun kian terenyuh. Terlebih lagi, kabut asap Riau telah merenggang nyawa. Korbannya adalah Seorang bayi laki-laki yang baru berusia 3 hari.

Dilansir dari news.detik.com, orangtuanya menyebutkan bahwa bayi itu meninggal karena imbas kabut asap Karhutla di Riau. Bayi tersebut mengalami demam tinggi, sesak nafas dan batuk-batuk. Saat itu pula bayi di rujuk ke rumah sakit, namun dalam perjalanan ke rumah sakit, bayi ini menghembuskan nafas terakhirnya.

Sungguh, kabut asap di Riau sudah menjadi bencana besar yang belum kunjung selesai. Jika sampai sudah ada korban seperti ini, berarti pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait sudah lalai dalam melawan asap.

Kejadian ini sangat mengetuk hati kita bahwa asap dari Karhutla itu sungguh berbahaya dan berdampak buruk bagi kesehatan. Orang-orang dewasa saja jika sudah 2-3 hari menghirup kabut asap, akan terasa kering dan sakit tenggorokannya. Bahkan, bisa terkena ISPA dan batuk-batuk.

Apalagi bayi, balita dan anak-anak, tentu lebih rawan lagi. Karena sistem kekebalan tubuh mereka belum begitu kuat untuk menghadapi terpaan asap. Dari sini tampak bahwa masih sedikit sekali aksi nyata yang dilakukan, hingganya sampai menelan korban seperti ini.

Masyarakat Gelar Aksi Nyata, "Bos Besar" Terbang-Terbang

Karena tak kunjung reda, kabut asap mesti diberantas oleh semua pihak. Sontak saja, BNPB, Satpol PP, hingga masyarakat pun turun tangan melawan api dan asap. Jika BNPB sendirian, tentu mereka akan kewalahan. Untuk itulah, perlu dukungan dan aksi nyata dari semua pihak.

Kedatangan Jokowi ke lokasi Karhutla di Riau setidaknya sedikit melegakan masyarakat yang sejatinya begitu terbeban. Meski akhirnya banyak pihak yang iri dengan kedatangan Jokowi di Riau, menganggapnya sekadar pencitraan, dan bahkan menuntut Jokowi agar segera mengunjungi lokasi lain, ada hasil yang terkuak darinya.

Namun bukannya nama-nama pelaku pembakaran hutan dan lahan yang ditemui, melainkan adanya oknum-oknum lokal yang kurang peduli dengan bencana asap di Riau. Laporan ini didapat dari keluhan TNI-Polri yang menyatakan bahwa rata-rata Bos Besar kabupaten-kota tidak mendukung dan kurang peduli dengan kabut asap.

Jika pemimpinnya angin-anginan seperti ini, bagaimana bencana asap akan selesai? Terang saja, rasanya sudah sebulan lebih kita mendengar, membaca, dan menonton berita asap. Apalagi sekarang jumlah populasi api sudah meningkat hingga puluhan ribu hektar di Riau. Jika tak segera ada tindakan pencegahan, maka tak akan kunjung tamat episode asap kali ini.

Hebatnya, disaat masyarakat ingin episode asap ini segera tamat, Gubernur Riau dan Walikota Pekanbaru malah "Terbang-Terbang" keluar negeri. Diketahui bahwa Gubernur Riau terbang ke Thailand, dan Walikota Pekanbaru "melayang" ke Kanada.

Sontak saja hal ini membuat penduduk Riau geram. Karena semakin geram, banyak mahasiswa dari beberapa kampus Riau menggelar aksi demo. Salah satunya adalah aliansi mahasiwa dari kampus UIN SUSKA Riau yang menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Riau pada senin (16/09/2019) kemarin.

Mahasiswa UIN SUSKA Riau menggelar aksi unjuk rasa dan bakar ban di depan kantor Gubernur Riau, Senin (16/09/2019). www.ccnindonesia.com
Mahasiswa UIN SUSKA Riau menggelar aksi unjuk rasa dan bakar ban di depan kantor Gubernur Riau, Senin (16/09/2019). www.ccnindonesia.com

Mereka berorasi dan membakar ban sembari mengecam seluruh bentuk tindakan pembakaran hutan dan lahan. Mereka pula menuntut agar Presiden dan Kapolri segera mencopot jabatan Gubernur dan Kapolda Riau, karena dianggap tak mampu dan tak serius menyelesaikan bencana asap.

"Ketika Masyarakat Riau terkena ISPA, beliau masih sempat-sempat ke luar negeri, ke Thailand yang katanya urusan kementerian yang harusnya tidak pergi," Ucap salah koordinator Lapangan aksi demo.

Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pemprov Riau, terkait dengan aksi mahasiswa. Kita tentu berharap tidak ada lagi keributan dan kerusuhan, terlebih lagi didaerah yang sudah diterpa bencana.

Tidak Usah Malu, Tunjukkan Aksi Nyata

Nanti dulu malu dengan negara lain karena dianggap tak becus hadapi asap. Nanti dulu "berleha-leha" bahkan terbang sana-sini untuk menghindari asap. Makin lama asap bernaung di langit Indonesia, makin lama pula negeri ini menanggung derita.

Memang benar kita harus malu dengan sikap "Orang Kita" yang merusak negeri sendiri. Tapi, akan lebih malu jika kita tak dapat menyelesaikan kerusakan ini dengan cepat, sebelum ada lagi korban jiwa yang menyusul.

Adanya korban jiwa dari bencana asap merupakan tamparan keras di pipi kanan dan kiri para "Bos Besar". harusnya mereka kesakitan, bukannya "menembalkan bedak " di pipi agar tak tampak memar.

Jikapun mereka para pejabat tak mampu turun langsung ke lapangan dan menggelar aksi nyata, mereka seharusnya mendukung penuh, dan jangan malah memacetkan orang-orang yang bekerja.

Jika mereka malah membuat macet proses pencegahan Karhutla lebih lanjut, lalu apa bedanya mereka dengan para pembakar lahan yang tak takut dengan Tuhan itu!

Pemerintah daerah pula mesti segera mengambil sikap terkait dengan para pelaku yang sengaja membakar hutan. Mereka harus bertanggung jawab, jangan sekadar beri sanksi denda beberapa puluh juta, tapi ajak pula mereka turun untuk memadamkan api.

Dan kita yang masih bisa menghirup udara bersih tetap harus mempersembahkan yang terbaik. Berdoa agar bencana ini segera berakhir, dan juga bisa menggelar aksi-aksi peduli Karhutla. Cara ini setidaknya lebih baik daripada kita harus terus mengumpat di sana-sini.

Terus terang saja, dengan hanya mengumpat, asap tidak akan berakhir dan kita terus menambah dosa. Cukuplah mereka pelaku Karhutla saja yang berdosa, karena kita semua ingin bencana ini segera berakhir.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun