Tepat hari kamis 05 September 2019 kemarin, KPI dalam laman resminya menyatakan telah memberikan sanksi kepada 14 program siaran. Sanksi yang dilayangkan berupa surat tertulis yang ditujukan langsung kepada lembaga penyiaran, televisi, dan radio.
14 program siaran ini dinyatakan oleh KPI telah melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) KPI tahun 2012.
Salah satu yang menarik perhatian bersama adalah tayangan Big Movie Spongebob Squarepants.
Cuplikan tayangan yang menjadi sorotan KPI adalah tayangan Spongebob GTV pada 22 agustus 2019 mulai pukul 15.02 WIB.
KPI menganggap Spongebob, Sandy, dan teman-teman yang bertempat tinggal di "Bikini Bottom" menampilkan tindak kekerasan karena terdapat adegan memukul dengan kayu, menjatuhkan bola bowling ke kepala, dan memukulkan pot kaktus.
Terang saja, semua penduduk bumi Indonesia juga tahu itu adalah tindakan kekerasan dan melanggar norma-norma kesopanan. Jika anak terbiasa menonton tayangan seperti itu, dikhawatirkan berdampak pada perilaku taklid alias ikut-ikutan.
Terlebih lagi, film Spongebob termasuk kategori animasi populer yang selalu ditunggu-tunggu anak. Hebatnya, anak tahan untuk telat berangkat sekolah, telat makan siang, hingga emosional saat siarannya diganti.
Dan yang membuatnya semakin pelik, fim Spongebob ini tayangnya setiap hari, bahkan hari libur. Yaitu dari hari Senin - Jumat pukul 11.00 WIB, serta Sabtu - Minggu, pukul 06.00 dan 12.30 WIB. Wah hebat sekali, durasi tayangnya mengalahkan serial Azab di televisi sebelah.
Kebijakan Setengah Ons
Agaknya keputusan ini hanya mengulang naskah lama yang mungkin telah usang. 5 tahun lalu juga seperti itu. KPI katanya mau memberhentikan tayangan Spongebob Squarepants di layar kaca, karena dianggap mengganggu tumbuh kembang anak.Â
Keputusan ini diambil setelah tim KPI melakukan kajian internal sembari menerima pengaduan masyarakat.
Pengaduan masyarakat? Agaknya pengaduan ini tidak sampai semua ke KPI. Jikapun sampai tapi bentuknya sudah cacat alias tidak utuh lagi. Berat pengaduan yang sejatinya 0,5 -1 kg, berkurang hingga tersisa setengah Ons saja.
Atau memang senter KPI yang kurang tajam sorotannya. Mungkin baterai senternya sudah mau habis, atau lupa di cas. Mengapa hal-hal buruk dan negatif yang tampak nyata hanya lewat dari sorotan dan sanksi!
Seperti contoh tulisan "Bikini Bottom". Tulisan ini terpampang besar di beberapa latar film Spongebob. Sebagai nama kota, "Bikini Bottom" seringkali muncul dan terdengar di telinga penonton. Ada yang tertulis di ban pinggir jalan, adapula yang tertulis di gedung universitas.
Dan benar saja, karena nama kotanya adalah Bikini Bottom, rakyat di kota tersebut kebanyakan berpakaian mini, alias menggunakan bikini saja. Memang bentuknya bukanlah orang sungguhan, dan ini juga hanya animasi dan hiburan belaka.
Tapi tetap saja, walaupun itu hanya ikan, ataupun perumpamaan tupai wanita sekalipun, masih akan mempengaruhi pikiran anak. Bahkan orangtua pun akan berpikiran sama. jika khayalan itu dari orangtua, mungkin mereka bijaksana dalam menanggapinya.
Tapi bagaimana dengan anak-anak? Jikalau mereka belum mampu menghayal dan malah mengetik bikini bottom di laman pencarian Googe, apa yang akan muncul?
Tentu saja akan muncul gambar bikini yang dipakai oleh manusia nyata. Sungguh ini alamat bahaya. Namun luput dari perhatian KPI. Bagaimana KPI bisa tidak tahu dengan ini, jika mereka punya anak, bisa jadi anak mereka sering nonton serial Spongebob Squarepants.
Dan ketika mereka sesekali telat masuk kerja rasanya boleh dikorek alasannya. Apakah mereka bangun kesiangan akibat semalam nonton bola, apakah karena macet di jalan, atau sebelumnya mereka harus telat mengantarkan anak sekolah, gara-gara anaknya setia duduk di depan televisi sambil nonton Spongebob!
Terang saja, ini bukan dugaan, karena seringkali anak-anak kita, adik-adik kita, bahkan tetangga kita memiliki keluhan yang sama.
Coba KPI Tinggal di Bikini Bottom
Satu atau dua hari, rasanya KPI perlu menginap di Bikini Bottom. Bukan untuk sekedar mampir di Krusty Krab untuk mencicipi Krabby Patty, melainkan untuk menyorot langsung tentang bagaimana negatifnya film ini.
Mulai dari sikap jorok Patrick dan Spongebob yang bermain permen karet hingga permen karet itu bergulung dengan sampah dan menjadi raksasa.Â
Lalu adapula Krabby Patty busuk penuh cacing yang dimakan, dan lain sebagainya. Sekilas memang tampak seru dan menegangkan, tapi di sisi lain sangatlah menjijikan.
Dahulu diawal-awal tayangan Spongebob, beberapa kali saya tertonton tayangan itu dan tayangan menjijikan lainnya. Sontak saja saya rasa mau muntah karena sedang sarapan pagi sebelum berangkat kerja. Alhasil, saya segera mengganti channel siaran televisi.
Kita yang melihat sekilas saja sudah terasa muak, apalagi jika sudah berada di sana. Dan jika KPI yang berada di sana, mungkin Spongebob Squarepants sudah hilang dari peredaran televisi di Indonesia.
Kalau sudah seperti ini, dimana nilai edukasi yang kita harapkan dari sebuah tayangan. Hiburan? Okelah, hanya saja jangan sampai keterlaluan seperti ini. Kalau sekedar mencari hiburan, animasi dalam negeri seperti Adit Sopo Jarwo, Syamil & Dodo, serta Keluarga Somad sudah sangat menghibur.
Dan jika ini terus berlanjut, maka para orang tua harus aktif mengawasi anak-anak dari tayangan yang unfaedah. Jangan pula orang tua yang memberikan pancingan dengan menyetel tayangan unfaedah hanya agar anak mau mandi pagi, sarapan, dan sekolah. Ini yang macet.
Lagi-lagi butuh kebijakan yang tegas dan juga kebijaksanaan diri dalam menonton tayangan televisi. Walau sekarang televisi sudah kalah milenial, tetap masyarakat butuh tayangan yang berfaedah.
Jadi, kepada semua pihak yang terkait pada penyiaran, bijak dan bijaksanalah. Objektif memutuskan dan renungkanlah. Dan tayangan yang inspiratif, edukatif, normatif, serta inovatif utamakanlah.
Salam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H