Warung sebagai toko jualan tradisional tampaknya masih menjadi lahan keluh. Tidak berhenti, melainkan terus berkepanjangan. Hari demi hari, juga tahun demi tahun. Belum sempat berkeluh kepada pemerintah, bahkan pada suami. Emak sudah keduluan berkeluh kepada warung.
Betapa tidak, warung sebagai objek utama pemenuhan kebutuhan sehari-hari Emak harusnya bisa menjamin "kepuasan sederhana" mereka. Walaupun isi warung tersebut hanya sedikit lebih banyak daripada isi kulkas Emak, tetap saja mereka akan senantiasa bertamu.
Kadang, yang ada di warung hanyalah sembako, jajanan anak, roti-roti, dan mie instan. Itupun belum tentu selalu ada. Sesekali Emak yang ingin beli mie instan merek S, ternyata sudah habis, Emak ingin beli cabai, ternyata sudah dipesan tetangga lain.
Kadang pula, Emak ingin beli roti isi kacang, ternyata pemilik Warung belum stok barang. Emak ingin beli jajanan anak, ternyata sudah keladuarsa. Eh, beruntung pemilik warung mau kasih tahu, karena biasanya Emak dan anaknya yang lebih dulu tahu dan perhatian.
Emak Suka Membanding-Bandingkan
Jika para Bapak atau anak yang belanja di warung, biasa mereka tidak terlalu begitu memperhatikan keadaan barang belanjaannya. Seperti halnya mereka beli telur ayam. Rasanya semua telur ayam bentuknya sama saja, dan ukurannya relatif sama besar.
Begitu pun saat para Bapak atau anak beli tepung terigu. Bagi mereka, selama tepung itu tidak berbentuk kristal layaknya garam, maka sudah pas. Tidaklah perlu bagi mereka memperhatikan merek atau bahkan keabsahan timbangannya.
Beda hal jika barang tersebut sampai di tangan Emak sebelum dimasak:
"Ini tepungnya tadi beli di tempat Bik Siti kan? Kok nggak di kasih kresek! Seharusnya pakai kresek lah, kan kamu belinya 1 Kg!"
"Tadi tepungnya beli di mana? Kenapa kok kurang 1 ons? Kamu nggak lihat baik-baik ya angka timbangannya di warung! Besok-besok belinya di toko Bik Indri sajalah! "
Emak sangat perhatian dengan barang-barang yang ia pesan, dengan takaran timbangan, bahkan dengan ukuran fisik dari barang tersebut. Misalnya saja dengan Emak saya yang saat ini sudah pindah warung jika ingin membeli telur ayam.
Persoalannya bukan pada harga, melainkan pada ukuran telur ayamnya. Di warung dekat rumah kami, telur ayamnya bulat dan kecil, padahal harganya sama dengan warung-warung lain. akhirnya, tiap kali beliau temukan telur ayam yang agak kecil dari biasanya di rumah, maka akan ia tanya beli telur itu di warung mana.
Semenjak itu, kami tak pernah beli telur di warung dekat rumah seperti halnya saran Emak. Kami sesekali hanya beli mie instan atau jajanan adik saja di warung tersebut. Selebihnya lebih memilih pergi ke warung lain, ataupun menunggu pasar mingguan pada hari kamis.