Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Duhai Mahasiswa, Jangan Takut KKN di Desa!

4 September 2019   21:58 Diperbarui: 4 September 2019   23:11 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KKN di Desa Kayu Manis, Bengkulu Tahun 2015. (dokpri)

KKN di perkotaan? Mungkin tidak berguna lagi, karena suasana perkotaan cenderung sepi.  Peliknya kehidupan, menyebabkan masyarakat kota berperilaku individualis, kurang bermasyarakat, dan kurang peduli. Terlebih lagi jika banyak para milenial di sana. Memang tidak semuanya, tapi ini mayoritas. Jika mahasiswa KKN di perkotaan, mungkin mereka hanya akan "di manfaatkan" oleh masyarakat kota.

Beda dengan masyarakat di perkotaan, Orang-orang desa lebih antusias menyambut mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata). Apalagi jika desa mereka belum pernah tersentuh aktivitas mahasiswa pengabdian. Sebagai tamu baru yang belum pernah dikenal sebelumnya, KKN di desa sering diperlakukan secara spesial oleh masyarakat.

Terang saja, wajah-wajah ceria dan senyum memesona para mahasiswa KKN seakan menimbulkan harapan baru bagi mereka, bagi anak-anak mereka, dan bagi desa mereka. Pemahaman yang awam terhadap KKN menyebabkan masyarakat desa menilai anak KKN itu bisa apa saja. Mulai dari urusan desa, urusan karangtaruna, urusan sekolah, bahkan urusan keagamaan.

Mereka tidak peduli dengan title akademik dan jurusan masing-masing mahasiswa. Kadang kala, anak KKN yang basisnya bukan guru, diminta mengajar disekolah. Anak KKN yang basisnya bukan agama diminta jadi imam dan mengisi pengajian. Mau menolak? Tidak bisa! Hebatnya, masyarakat akan tetap memaksa dan menganggap anak KKN mampu melaksanakannya.

Masyarakat desa tahunya anak KKN itu mampu segala hal, karena sudah "kuliah". Bagi mereka, anak KKN cenderung berbeda "kualitas" dibandingkan dengan masyarakat yang mungkin hanya tamat SMP atau SMA, bahkan banyak yang hanya tamat SD.

Kesan Pertama Harus "Wow"

Dalam hidup bermasyarakat, kesan pertama kita sebagai "orang baru" sangat penting. Elok atau tidaknya kesan pertama, akan berpengaruh pada spesial atau tidaknya kita diperlakukan di desa. Jika kesan pertama kita dipandang baik bagi mereka, maka kita akan dihargai dan diperhatikan. Sebaliknya, jika kesan kita malah "negatif", masyarakat desa akan menaruh sinisme berkepanjangan. Begitupula dengan anak KKN.

Uniknya, sinisme di masyarakat sangat cepat berkembang dan lama untuk terhapus. Berkat informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut, anak terlahir pandangan bahwa anak KKN itu seperti ini seperti itu. Entah dipandang sombong, sok kaya, tidak peduli, tidak sopan, dan sebagainya. Sayangnya, pandangan ini akan lama terhapus. Dan akibatnya, anak KKN tidak bisa mengaktualisasikan rencana dan program kerja mereka.

Beda hal jika kesan pertama anak KKN di mata masyarakat itu "wow" alias bagus. Mulai dari ramah, perhatian, sayang anak, peduli lingkungan, sopan, bahkan sering senyum, semuanya akan melekat dihati dan pikiran masyarakat desa. Hebatnya, karena kesan yang wow ini banyak dari masyarakat desa yang langsung hafal dengan nama-nama mahasiswa KKN. Terutama anak-anak dan emak-emak.

Tak heran jika hari pertama KKN, sekretariat mereka sudah penuh oleh tamu seharian. Saat siang mungkin anak-anak yang bertamu. Saat sore, emak-emak yang bertamu. Saat malam, muda-mudi dan bapak-bapak yang bertamu. Anak KKN malah capek? Tentu saja tidak, karena ini menandakan bahwa KKN mereka dihari pertama sukses besar.

Karena Kesan Pertama, anak KKN Sejahtera

Hebatnya kesan pertama sehingga bisa buat anak KKN sejahtera. Terang saja, hal utama yang menjadi problematika anak KKN adalah masalah sandang, pangan, dan papan. Kos-kosan? Tentu tidak ada. Mereka biasanya ditempatkan di kantor desa, puskesmas atau menginap di rumah warga. Apakah ini bayar?

Sungguh, kesan yang baik itu akan mendatangkan rezeki. Karena kesan ini, ada saja masyarakat yang menaruh perhatian, termasuk juga kepala dan perangkat desa. Mulai dari menggratiskan tempat tinggal, tidak usah membayar listrik dan air, bahkan disediakan tikar dan kasur untuk beristirahat.

Yang lebih hebatnya lagi, banyak emak-emak yang singgah ke sekretariat anak KKN dan memberikan makanan, sayuran, lauk, beras, bahkan buah-buahan. Inilah hebatnya KKN di desa. Makanya banyak dari mahasiswa menganggap KKN itu mensejahterakan dan menyenangkan, termasuk saya dulu. Kita akan sehat, gemuk, dan bahkan selalu diperhatikan.

Di kota mana ada! Rumah ngontrak, makannya masak sendiri dan bahkan beli di warung nasi. Belum lagi mau bayar listrik, air, dan bahkan laundry pakaian. Jika sakit? Bisa jadi berobat sendiri, bahkan malah pulang ke rumah orang tua dalam beberapa hari. Itupun jika dekat. Jika jauh? Hmm, tantangan dan derita KKN di kota.

Program Kerja KKN: Memanfaatkan bukan dimanfaatkan

KKN memanfaatkan SDM untuk  bergotong-royong. (dokpri)
KKN memanfaatkan SDM untuk  bergotong-royong. (dokpri)
Tujuan utama KKN adalah mengembangkan desa dengan memanfaatkan SDA dan SDM yang ada. Pengembangan ini dilakukan dalam berbagai aspek. Mulai dari keagamaan, lingkungan, kepemudaan, hingga kemandirian masyarakat. Serunya, nilai kemasyarakatan dan kegotong-royongan dimasyarakat relatif tinggi, sehingga prioritas utama KKN adalah mengembangkan SDM-nya.

Bagaimana supaya tidak "dimanfaatkan"?
Tentu saja anak KKN harus berbaur dan menyatu dengan masyarakat. Jika ada kesenjangan antara masyarakat desa dengan anak KKN, mereka akan cenderung susah untuk "nurut" dan ikut serta menjalankan program anak KKN. Makanya, tidak jarang kita temui anak KKN secara mandiri membersihkan selokan, membersihkan masjid, dan bahkan membuatkan administrasi desa.

Ini jelas bukanlah kerjaannya anak KKN. Ini adalah tanggung jawab masyarakat desa dan para pemuda. Jika perihal ini dikerjakan oleh anak KKN, maka hanya akan bertahan 1-2 bulan saja. Sisanya? Desa itu kembali seperti sedia kala, tidak ada perkembangan, dan tidak ada perubahan dari SDM-nya.

KKN di desa, Menakutkan?

Kebanyakan masyarakat di desa masih percaya dengan hal-hal mistis dan mitos. Hebatnya, kepercayaan ini terus berlanjut turun-temurun, dari generasi ke generasi, dan bahkan membudaya. Mulai dari percaya dengan tempat yang angker, adanya racun terbang, santet, hingga banyak roh nenek moyang yang nyasar.

Mirisnya, kepercayaan ini menimbulkan ketakutan yang nyata bagi anak-anak KKN. Sebagian mungkin memang ada yang tidak takut dan menganggapnya tabu. Tapi, sebagian yang lain masih takut dan lebih memilih mengajukan pindah desa, agar menjamin keamanan hidup mereka. Pindah lokasi KKN, memang bukanlah masalah.

Masalah biasanya datang dari anak-anak KKN yang sudah tidak percaya dengan mistis dan mitos. Beberapa kali, mereka yang menganggap itu tabu bersikap kelewatan alias takabur. Ini sungguh berbahaya, apalagi dimasyarakat desa. Bahayanya bukan dari tabu itu, melainkan sakit hati dari masyarakat terhadap sikap yang kelewatan tadi.

Dari sinilah akan muncul kesenjangan antara masyarakat desa dan anak KKN. Kesan pertama yang awalnya baik, akan terhapus hanya karena sikap takabur. Ironisnya, inilah awal dari kejadian-kejadian janggal di desa.

Jaga Sikap

Hal tabu sesungguhnya adalah sesuatu yang tak terelakkan di masyarakat pedesaan. Lain desa, lain pula kepercayaan, karena mereka memiliki legenda dan cerita rakyatnya masing-masing. Entah itu nyata, entah tidak, kita tetap harus menghormatinya. Menghormati bukan berarti kita percaya lalu kita takut. Menghormatinya, adalah dengan menjaga sikap kita.

Walaupun kita tidak percaya, jangan sampai kita menyakiti hati masyarakat dengan menuduh mereka salah dan kuno secara keras. Pemahaman tabu seperti ini memang harus dilepaskan. Namun caranya harus benar, jangan sampai terlalu menyinggung "area sensitif" kepercayaan mereka secara langsung.

Untuk mengubahnya, harus dilakukan secara perlahan, dan itu butuh pendekatan, yang harus disesuaikan dengan kualitas pemahaman masyarakat desa.

Ending-nya, anak KKN tetap bisa bebas menginspirasi di desa. Anak KKN tetap bisa memperbaiki kualitas SDM dan SDA di desa. Dan Anak KKN tetap bisa memotivasi anak-anak bangsa di desa. Hanya saja, sikapnya harus benar dan bijak, agar kesan yang tertinggal adalah baik, bukan malah meninggalkan bekas luka di hati masyarakat.

Dan sungguh, KKN di desa itu tidaklah menakutkan. KKN di desa sangat menyenangkan, dan meninggalkan kenangan yang sulit untuk dilupakan.

Salam. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun