Tulisan ini agaknya bisa mewakili perasaan para Guru Honorer yang masih aktif dan semangat dalam mengajar. Guru dengan gaji seadanya, yang hampir setiap hari datang lebih awal ke sekolah. Guru dengan semangat 45 yang begitu ikhlas menyebarkan ilmu dan membantu kesusahan siswa. Guru yang senantia sanggup untuk Takzim dan membantu para PNS yang mungkin sudah "lelah" mengajar.
Menjadi guru honorer di bawah umur 30 tahun sungguh energik. Terang saja, inilah masa-masa darah muda yang begitu bergelora. Darinya muncul begitu banyak kreativitas dan inovasi. Baik itu metode mengajar, kelengkapan administrasi guru, hingga pemanfaat media pembelajaran berbasis teknologi revolusi 4.0 mereka bisa.
Ketakukan mereka dipecat oleh kepala sekolah rasanya lebih besar daripada ketakutan para guru  PNS dipecat oleh Presiden. Karenanya, Guru Honorer terlihat lebih rajin dalam mengabdi di sekolah. Anda langsung menilai ini "cari muka" atau "pencitraan"? Sekali, dua kali, bahkan 3 kali, okelah silahkan memandang seperti itu. Tapi bagaimana jika sudah bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun? Jelas, itu adalah bentuk pengabdian murni yang  bersanding dengan senyum keikhlasan.
Kapan Guru Honorer Diangkat?
Bagi guru honorer, selagi belum menyentuh umur 35 tahun mereka masih aman karena punya peluang menjadi PNS maupun PPPK melalui tes. Pemikiran dan daya ingat mereka pun masih terang, karena jiwa masih muda, otak masih segar, dan hafalan kuliah masih banyak. Tak salah jika banyak guru-guru honorer yang semangat ikut Seminar, Diklat, Workshop, dan pelatihan.
Dari keaktifan mereka mengikuti kegiatan-kegiatan pendidikan, tampak jelas bahwa certificated oriented bukanlah prinsip mereka. Dasar mereka mengikutinya adalah pengalaman dan tambah wawasan. Semoga para Guru PNS juga demikian.
Lalu bagaimana dengan guru honorer dengan umur diatas 35 tahun? Masihkah mereka rajin, ulet, dan energik? Saya jawab dengan lantang, Masih!. Biarpun harapan mereka akan PNS sudah pudar mereka tetap semangat. Biarpun mereka sudah bersuami, beristri, hingga punya anak, mereka tetap rajin dan ulet. Lagi-lagi, semoga para Guru PNS juga demikian.
Belum lagi mereka juga berjuang menguasai teknologi. Mereka di tuntut untuk tidak gaptek, walau umur mereka sudah menjelang gaptek. Jika PNS, gaptek mungkin beberapa kali tak masalah, toh mereka bisa minta tolong kepada Guru Honorer untuk membantunya. Sungguh, mereka para Guru Honorer ingin pula berkibar layaknya bendera merah putih. Mereka pula ingin punya NIP layaknya PNS.
Guru Honorer Ingin Sejahtera
Menurut Anda, berapa gaji para Guru Honorer saat ini? Dari antaranews.com, Mendikbud menyatakan bahwa gaji Guru Honorer saat ini hanya berkisar antara Rp. 300.000-500.000. Hmmm. Kalau itu gaji Guru Honorer di kota-kota besar iya segitu, tapi yang dipinggiran dan pelosok?
Sungguh miris, gaji mereka ada yang Rp. 150.000, ada yang 200.000 per bulan. Peliknya, gaji sebesar itu dibayar tidak tiap bulan. Bisa 2 bulan, kadang 3 bulan, 4 bulan, dan ada yang 6 bulan baru di bayar. Alasannya kalau tidak dana BOS macet, pengeluaran sekolah yang bertambah. Kita guru honorer mau menuntut kepada siapa? Kepala Sekolah? Tidak mungkin!
Baru beberapa hari ini kita baca berita bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengusulkan agar gaji guru honorer akan dinaikkan sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional) melalui DAU (Dana Alokasi Umum). Hanya usulan? Huuufh. Kami bosan dengan usulan. Tahun 2018 juga ada usulan dari Mendikbud untuk menaikkan gaji guru honorer minimal UMR. Dan tahun ini usulan lagi? Kapankah jadi realita? Apa mau tahun depan lagi? Huuuffh. Kiamat sudah dekat.
Uniknya, setelah menyatakan  akan menaikkan gaji Guru Honorer Mendikbud juga mengusulkan agar guru yang pensiun tetap mengajar. What? Ini perihal mau menambah jumlah pengangguran atau mau lebih lama mensejahterakan guru PNS?
Guru Honorer sangat pantas berkibar, alias sejahtera. Terlebih lagi mereka yang sudah berusia lanjut mendekati 60 tahun. Coba pikirkan, apa lagi yang mereka kejar di dunia penuh persaingan seperti ini. Soal kepintaran, jelas mereka kalah dengan para fresh graduate, apalagi dengan fresh graduate yang sampai menganggap gaji 8 juta masih kurang. Mereka hanya menang pengabdian, hanya menang keikhlasan, maka dari itu sejahterakanlah mereka.
Saya secara pribadi yakin, tidak akan mungkin mereka para Guru Honorer yang sudah usia lanjut akan malas, apalagi korupsi! Mereka sudah terbiasa hidup sudah, makan garam, hingga tertunda gaji. Dan yang paling penting, pengabdian dan keikhlasan berpuluh-puluh tahun tidak akan mereka lenyapkan hanya demi uang yang segitu.
Apalagi yang mau mereka makan? Bakso, sate, seafood atau nasi padang? Sudah tidak mungkin. Di usia senja kolesterol naik turun, darah mengalir sudah tak lancar, mata sudah mulai gelap, dan tulang  sudah mulai keropos. Pikiran mereka di masa tua hanyalah bagaimana cara untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.
Ayolah, buatlah para Guru Honorer Berkibar.
Salam Pendidikan.
Curup, 17 Agustus 2019
Penulis: Ozy Vebry Alandika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H