Mirisnya, banyak pula status/story yang sifatnya "mengumpat, mencela, mengumbar aib, fitnah, kekejian" bahkan hoaxs. Mulai dari nama-nama "hewan", nama-nama kotoran, "plesetan" foto publik, hingga alat vital manusia pun dijadikan bahan untuk mencaci. Sungguh  tidak pantas! Uniknya, jumlah like, tanggapan, dan comment-nya begitu banyak. Kadang pula, update status ini tidak kunjung berhenti jika tanggapan terus berdatangan.
Misalnya, Si X update status menyindir tentang keburukan Si Z. Keduanya menjalin pertemanan di Facebook. Karena takut viral, maka sindiran Si X tidak menyebut langsung nama Si Z, tapi Si Z sangat peka dengan sindiran itu. Lalu dengan sendirinya Si Z akan membalas cacian Si X melalui status barunya, dan itupun juga dengan sindiran tidak langsung.
Hebatnya, kegiatan saling sindir ini akan terus-menerus berjalan seperti tiada akhir. Jujur saja, sindiran seperti ini lebih menyakitkan daripada sekedar tamparan maupun sabetan pedang. Apakah ini bukan Cari Keributan?
Siapa Yang Bertanggung Jawab?
Sampai sekarang, opini-opini dan status "keterlaluan" seperti ini sangat leluasa beredar di dunia maya. Meskipun ada aturan jelas tentang ujaran kebencian melalui UU ITE, tapi tampaknya omelan CaKer ini tak ter-filterisasi oleh Kominfo maupun KPI. Mereka rasanya hanya cepat tanggap terhadap opini publik yang merugikan nama-nama orang dan instansi "Tingkat Atas" saja. Padahal, keutuhan dan keharmonisan sesama manusia juga merupakan aspek fundamental di negara ini.
Jika berbicara soal tanggung jawab maka semuanya bisa dikembalikan ke diri kita masing-masing terlebih dahulu. Baik di sekolah, masyarakat, maupun di lingkungan keluarga sekalipun kita tentu diajarkan tentang moral, adab, akhlak, atau sopan santun dalam berbicara. Karena pelajaran itulah kita bisa mengerti bagaimana rasa tidak enak dan sakitnya "tersinggung".
Islam juga mengatur dengan  tegas terkait perihal ini. Adalah  hadis Rasulullah yang berbunyi "Mencela/menghina seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran." Hadis Riwayat Bukhari & Muslim. Dalam lansiran dakwah.id Syaikh asy-Syinqiti mendetailkan, "Itu menunjukkan bahwa kedua tindakan tersebut adalah bagian dari dosa besar."
Sungguh, mencela dan berkata tidak pantas selain Cari Keributan juga membuat kita mendapat dosa besar.
Bisa kita bayangkan besarnya dosa itu. Misalnya, kita membuat 1 omelan berupa celaan di Medsos dan mendapat 500 like serta 300 komentar. Berarti sebanyak itulah hitungan awal dosa kita. Dan jangan lupa, selama omelan "kotor" itu masih terpampang di Medsos selama itulah dosa kita bertambah, walau kita telah mati sekalipun. Ya, itulah yang di sebut Ustadz Abdul Somad sebagai Dosa Jariyah. Nauzubillah.
Semoga kita senantiasa dijauhkan dari dosa besar dari kata-kata kotor. Aamiin.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H