Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah "Ujung" Itu yang Penting Bisa Calistung!

12 Agustus 2019   22:19 Diperbarui: 12 Agustus 2019   22:32 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-Anak belajar baca tulis (dok.pri)

Cita-cita kami guru pinggiran tidak muluk-muluk. Yang penting anak-anak bisa baca, bisa tulis, dan bisa hitung. Soal prestasi tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional? Hmmmm. Pikir-pikir dulu!

Agaknya pendidikan semakin senjang, walaupun matahari metropolitan selalu bersinar cerah. Kami yang di ujung dan pinggir ini tergugat mendung. Hari demi hari, bulan demi bulan, semester demi semester, kami kepayahan memenuhi target nasionalis.

Biarlah pemerintah menuntut banyak hal. Mau KKM 70, 80, atau bahkan 100 sekalipun terserahlah. Toh nilai rapor anak tidak menjamin kecerdasan spiritual dan kesuksesan masa depan. Anak-anak sudah mau sekolah saja sudah beruntung. Kami dan sekolah menerima siapapun dengan lapang dada.

Fasilitas primer kami lengkapi. Baju kami beri, sepatu kami beri, tas kami beri. Semua adalah bentuk keikhlasan bertabur senyuman. Yang penting kalian datang, ceria, dan menyapa kami dengan lembut. Kalian telat kami tidak akan segera marah. Karena kami tahu, perjalanan kalian bak menyebrang  bukit dan sungai hingga berjam-jam. Kalian tak bersepatu kami tak marah. Karena kami sadar, kaki kalian kadang lebih kuat daripada motivasi kami mengajar.

Daripada kami terenyuh kesepian duduk di ruang guru, mending kami menatap kalian dengan A-Be-aba=Aba. I-en-ini= ini. Be-ubu-De-idi=Budi. Atau yang lainnya. Setiap senin kami begitu bersemangat memberikan amanat. Biarpun bendera merah putih yang berkibar kini telah terurai benang. Biarpun baju putih merah bersih kalian tercoreng dengan lubang-lubang kecil, kami senang.

Beruntung Anak Punya Motivasi Untuk Sekolah

Sungguh kata "ujung" dan "pinggiran" itu dilematis. Anak-anak yang bersedia sekolah tidak semuanya karena perintah orang  tua. Ada yang di ajak teman, atau dipaksa kerabatnya dari kota. 

Kondisi finansial yang "susah" menyebabkan para orang tua berkerut dahi untuk menyekolahkan anak mereka. Banyak dari mereka yang berpikir bahwa untuk apa anak mereka sekolah, jika nanti ingin kerja pake duit!

Kalaupun anak-anak mereka sekolah, toh belum tentu mereka perhatikan. Sungguh, beberapa hari dalam seminggu kami kadang  bersedih melihat anak-anak. 

Ada yang datang tanpa sepatu, ada yang datang dengan baju kusut, celana koyak, bahkan ada yang datang dengan memegang celana. Ternyata ia tidak diberikan ikat pinggang walau hanya seutas tali rafia.

Kami sangatlah kesal, prihatin sekaligus bangga. Kesal dengan orang tua mereka yang tidak peduli dengan anak. Prihatin dengan anak yang tak diperhatikan. Dan bangga dengan anak, beruntung dia mau sekolah.

Kami tak ada Teknologi Pembelajaran bahkan sinyal, tapi Datang saja

Jika anak datang dan masuk kelas, yang terlihat oleh mereka hanyalah papan tulis yang mulai berkoreng dan atap seadanya. Boro-boro tanya alat peraga atau proyektor, buku siswa dan pegangan kami saja belum update. Bahkan sudah berapa tahun ya? Semenjak berakhirnya kurikulum KTSP sampai sekarang Kurikulum 2013 yang sudah berapa kali revisi, toh kami masih pakai buku terbitan 2003, 2005, dan 2007. Itupun tidak semua siswa dapat.

Lah, kenapa tidak beli? Dana bos kan ada? Kalian guru  kan punya gaji lumayan?
Cukup, jangan tambah pertanyaan lagi, nanti kami makin tertunduk!

Anak-Anak belajar baca tulis (dok.pri)
Anak-Anak belajar baca tulis (dok.pri)

Besaran dana bos bergantung pada jumlah siswa, dan siswa kami sangat sedikit. Bahkan kelas 1-nya hanya 20 orang. Eh, maksud saya 2 orang. Belum lagi dengan banyaknya guru kontrak yang membantu kami mengajar sehari-hari. Mereka mengajar tidak hanya cari pengalaman saja! Tetapi juga untuk menyambung hidup. Mana mungkin kami tega, dan tidak mungkin kami biarkan mereka meninggalkan anak-anak bangsa yang merdeka ini. Makin kesepianlah kami.

Apa? Anda buru-buru mau berkirim email, Chat WA, atau mau telpon kami? Maaf jika sering kalian dengar Costumer Service nyeloteh "Maaf nomor yang Anda tuju sedang di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi". Kami di sana tak ada sinyal. Lah, kok sekarang bisa kirim tulisan? Ya, jarak tempuh kami ke sekolah nyaris 59 Km.

Sesekali Meng-Update pengetahuan digital anak (dok.pri)
Sesekali Meng-Update pengetahuan digital anak (dok.pri)

Meski keluhan kian berdatangan dan bertamu. Tetap akan dan selalu kami kenalkan kemajuan saat ini. Mereka juga tahu dengan bimbel online semacam ruang guru, Mereka juga hafal lagu-lagu kebangsaan. Ya, walau tidak tiap hari, tetap akan kami perhatikan. Cita-cita mereka sederhana, mereka ingin melanjutkan sekolah di "pasar" alias kota.

Jaminan Kami Hanya Calistung, Bersemangatlah

Hayoo siapa yang daftar ke sekolah kami akan dapat peringkat! Hayoo, bergegaslah daftar!

Hmm. Sekolah disini, peringkat sudah bukan jaminan lagi, melainkan kepastian. Toh isi kelas, muridnya ada yang 2 ada yang 5, sudah pasti dapat peringkat semua, dan hadiah juga. Kalo jaminannya anak-anak bisa tembus kejuaraan tingkat provinsi, nasional, bahkan internasional, kami agak menunduk.

Bukannya perihal pesimis. Setiap event yang datang, tentu akan kami ikuti dengan senang hati. Selama biayanya tidak mahal, jaraknya tidak jauh, dan maslahatnya besar. 

Soal menang kalah, jelas kami akan turun dengan nothing to lose. Yang penting anak-anak semangat dan serius. Bukan berarti kami tidak ada piala! Banyak pula piala di ruang kepala sekolah. Meski tidak sering, tapi itu menjadi bukti bahwa anak-anak diseluruh penjuru bumi ini bisa berprestasi.

Terang saja, itu adalah harapan. Tapi lagi-lagi kami tidak mau sekedar mimpi siang bolong. Target kami sederhana, dan itu adalah jaminan. Anak-anak setelah tamat wajib bisa baca, bisa tulis, dan bisa hitung. 

Nantilah soal bahasa inggris, nantilah soal nilai UN 90, dan nantilah yang NEM tertinggi se-kabupaten. Yang penting anak-anak punya modal dasar untuk bersaing di sekolah "pasar".

Emang kalian para guru tidak sanggup mengajar, atau malah malas mengajar?
Hehe, jangan sudutkan kami! Anak-anak yang bersekolah tidak semuanya dari TK. Bahkan hanya beberapa orang saja yang tamat TK. Rata-rata mereka belum tahu huruf dan tulisan. Jika kelas 3 sudah lancar baca semua, kami sangat bangga. Lah kok gitu?

Anak-anak merata kurang perhatian orang tua. Anak-anak hanya belajar di sekolah saja, tidak di ulang dirumah, tidak diajarkan oleh orang tuanya dirumah. Karena belum tentu mereka bertemu tiap hari dengan orang tua. Mungkin orang tuanya masih lembur di rumah makan, masih lembur di kebun, di ladang, bahkan dalam rantauan.

Biarlah semuanya mengalir apa adanya. Yang penting semangat anak-anak tak boleh luntur. Begitupun dengan semangat kami dalam mengajar. Bahkan semangat kita bersama dalam mendidik tunas-tunas negeri.

Keluhan kadang hanya sebatas lidah, yang akan hilang seiring tertelannya air liur. Ibarat headline yang muncul di halaman depan kompasiana, keluhan hanya bertahan beberapa jam. Harapan tentu ada, yaitu segala bentuk bantuan yang menjamin kemajuan pendidikan. Ya, itu adalah harapan.

Jujur saja, berharap kepada manusia, kepada pemerintah, kepada menteri, bahkan kepada presiden itu menyakitkan. Cara terbaik adalah berharap dengan Tuhan. 

Karena jelas, Tuhanlah yang sangat menghargai ikhtiar dan keikhlasan kita di kala gelap, kala sunyi, dan kala terasingkan. Intinya, bersemangatlah, dan semoga berakhir dengan semangat.

Salam. Semoga memotivasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun