Bentuk kesiapsiagaan ini beragam. Mulai dari membangun sistem peringatan dini kebakaran, penyiapan jalur evakuasi, hingga simulasi bencana kebakaran. Intinya, kesiapsiagaan menghadapi bencana kebakaran hutan bukan milik para pemadam kebakaran saja. Kesiapsiagaan berawal dari diri sendiri, keluarga, sekolah, hingga masyarakat.
Tidak mungkin para pemadam kebakaran selalu datang menolong kita satu persatu. Tidak mungkin Jokowi selalu bertandang ke setiap rumah kita karena prihatin. Dan tidak mungkin menteri lingkungan hidup melulu peduli "berlebihan" dengan kita.
Maka dari itu, kita juga harusnya bisa melindungi diri jika bencana menimpa kita. Keluarga juga demikian, saling peduli dan saling memahami cara tanggap bencana dengan teliti menjaga rumah. Teliti dalam artian menggunakan barang-barang yang rentan menimbulkan kebakaran.
Sungguh, alam itu sangatlah baik. Maka dari itu kita harus balas budi dengan cara menjaganya dengan baik pula. Sesekali alam bisa "merajuk" dengan men-tanduskan diri. Tapi dengan tandusnya, alam meminta kita untuk peka dan peduli padanya.
Jika senantiasa ada kepekaan dan kepedulian yang bersinergi, alam akan selalu mendatangkan maslahat bagi kita. Tidak ada alam yang jahat, melainkan kita yang jahat kepada alam. Ending-nya, kita jangan main-main, karena alam tidak tau siapa pelakor utamanya saat ia terusik.
Salam, cintai negeri hijau ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H