Mohon tunggu...
Ozzi Traveler
Ozzi Traveler Mohon Tunggu... Jurnalis - manusia biasa suka jalan-jalan

Jurnalis, Penulis, Traveler

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Paksa Rakyat Jelata Terima Nasib Atas Omnibus Law

12 Oktober 2020   13:50 Diperbarui: 12 Oktober 2020   13:53 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) sudah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ( DPR RI), DPD dan Pemerintah, Senin (5 Oktober) lalu. 

Bila mengacu kepada aturan yang berlaku, RUU Ciptaker baru bisa disahkan jadi Undang-undang setelah  37 hari kerja ke depan sejak disetujui di Sidang Paripurna. Artinya, dengan draft yang tebalnya mencapai seribu lembar tersebut masih diragukan keasliannya. Ditambah banyaknya versi yang dirilis oleh media massa beberapa hari belakangan ini.

Mana yang asli dan mana yang dimanipulasi masih jadi misterius hingga hari ini. Dilihat dari versi yang beredar, terdapat tiga versi. Satu versi rata-rata memiliki ketebalan draft mencapai 1052 halaman, 950 halaman dan 1028 halaman.

Rakyat dibuat pusing oleh draft yang berseliweran di media sosial. Maka sangat wajar bila Omnibus Law RUU Cipta Kerja tetap jadi polemik besar. Pekerjaan Rumah bagi fraksi di DPR RI yang menyetujui serta Pemerintah.

Penolakan dari beberapa pihak pun ramai bermunculan. Terutama dari berbagai organisasi dan pemerhati yang berkaitan dengan perburuhan, perlindungan tenaga kerja, dan lingkungan hidup.

Alasannya penolakan tentu sangat berdasar. Terdapat beberapa pasal dinilai begitu menguntungkan para pemilik modal, termasuk dan utamanya modal asing. 

Kita tahu Pemerintah begitu nafsu RUU ini segera disahkan jadi Undang-undang. Katanya sih karena masih pandemi Covid-19. Sehingga harus dikelarkan. 

Lalu kenapa RUU lainya tidak diprioritaskan juga? Kan masih banyak RUU Omnibus Law yang banyak kalangan tak kalah penting dibahas ketimbang hanya menomor satukan RUU Cipta Kerja.

Dilogikan secara umum Undang-Undang Cipta Kerja hanya untuk kepentingan ekonomi semata. Kenapa? Karena Indonesia akan menghadapi resesi ekonomi kuartal III di tahun 2020. Jika dikaitkan dengan pemilu Kepala Daerah sangat singkron. Ada virus kepentingan politik  di dalamnya.

Ditelisik lebih jauh, Undang-undang Ciptaker tampak dirumuskan begitu luas peluang pengusaha untuk berbuat semena-mena terhadap pekerja. Karena tidak menempatkan kepentingan buruh atas nama kemanusiaan, dan masalah lingkungan yang didegradasi sebagai hal yang menjadi tidak dianggap penting dan strategis lagi.

Hal kecurigaan ketidakberesan dalam perumusan dan pembahasan sudah terendus sejak awal. Di mana agenda Sidang Paripurna DPR dalam rangka mengesahkan UU Cipta Kerja yang semula diketahui akan dilangsungkan pada 8 Oktober 2020, secara mendadak sontak palu pengesahan diketuk pada malam hari 5 Oktober 2020.

Maka UU Cipta Kerja pun sah dan memiliki status hukum yang pasti untuk diberlakukan sebagai Undang-Undang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di wilayah hukum NKRI. Sekarang Undang-undang yang sudah disetejui tersebut telah berbentuk Draf dengan memiliki ketebalan yang sangat banyak.

Bila versi draf banyak ditemukan di media sosial. Presiden Jokowi serta anak buahnya pakai yang mana?

Sepertinya memang banyak kemisteriusan dalam Undang-undang tersebut. Orang awam seperti saya ini (hanya buruh) bisa mengartikan Undang-undang ini tanpa merinci pasal demi pasal yang dianggap negative. Anehnya lagi, draf Undang-undang ini begitu cepat menyebar dan sudah diketahui khalayak.

Banyak pemerhati politik dan Hukum ketatanegaraan mengatakan produk hukum omnibus law merupakan salah satu ciri pemerintahan yang menerapkan sistem oligarki. 

Ya, hanya untuk kepentingan segelintir kelompok saja. Dilihat dari definisi oligarki, jelas politik yang diterapkan secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk "sedikit" dan "memerintah"

Tugas Presiden untuk tiga puluh hari ke depan (1 bulan) memutuskan. Mengambil sikap agar polemik Undang-undang ini cepat berakhir. Bisa lebih memihak kepada rakyat. Khususnya bagi mereka yang berprofesi sebagai buruh atau pekerja.

Alasannya agar sorotan kali ini tidak melulu terfokus pada sikap pemerintah dan DPR yang begitu yakin telah menjalankan sesuatu yang benar.

Sekarang dan untuk selanjutnya bagaiamana? Nasib buruh dan pekerja dipaksa untuk menerima. Pihak yang tak patuh untuk mengikuti setiap aturan pada pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja ini, dengan sendirinya sah untuk dinyatakan sebagai tindakan melawan hukum. Sangsi hukum pun dibenarkan untuk dijatuhkan pada si pelaku.

Ayolah pak Presiden. Jangan buat masyarakat bertanya-tanya. Berpikir negative atas Undang-undang Omnibus Law. Jujur saja bila investor dan pengusaha butuh legalitas. Pekerja dan buruh seperti kami ini hanya bisa pasrah. Terima nasib sebagai rakyat jelata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun