Maka UU Cipta Kerja pun sah dan memiliki status hukum yang pasti untuk diberlakukan sebagai Undang-Undang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di wilayah hukum NKRI. Sekarang Undang-undang yang sudah disetejui tersebut telah berbentuk Draf dengan memiliki ketebalan yang sangat banyak.
Bila versi draf banyak ditemukan di media sosial. Presiden Jokowi serta anak buahnya pakai yang mana?
Sepertinya memang banyak kemisteriusan dalam Undang-undang tersebut. Orang awam seperti saya ini (hanya buruh) bisa mengartikan Undang-undang ini tanpa merinci pasal demi pasal yang dianggap negative. Anehnya lagi, draf Undang-undang ini begitu cepat menyebar dan sudah diketahui khalayak.
Banyak pemerhati politik dan Hukum ketatanegaraan mengatakan produk hukum omnibus law merupakan salah satu ciri pemerintahan yang menerapkan sistem oligarki.Â
Ya, hanya untuk kepentingan segelintir kelompok saja. Dilihat dari definisi oligarki, jelas politik yang diterapkan secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk "sedikit" dan "memerintah"
Tugas Presiden untuk tiga puluh hari ke depan (1 bulan) memutuskan. Mengambil sikap agar polemik Undang-undang ini cepat berakhir. Bisa lebih memihak kepada rakyat. Khususnya bagi mereka yang berprofesi sebagai buruh atau pekerja.
Alasannya agar sorotan kali ini tidak melulu terfokus pada sikap pemerintah dan DPR yang begitu yakin telah menjalankan sesuatu yang benar.
Sekarang dan untuk selanjutnya bagaiamana? Nasib buruh dan pekerja dipaksa untuk menerima. Pihak yang tak patuh untuk mengikuti setiap aturan pada pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja ini, dengan sendirinya sah untuk dinyatakan sebagai tindakan melawan hukum. Sangsi hukum pun dibenarkan untuk dijatuhkan pada si pelaku.
Ayolah pak Presiden. Jangan buat masyarakat bertanya-tanya. Berpikir negative atas Undang-undang Omnibus Law. Jujur saja bila investor dan pengusaha butuh legalitas. Pekerja dan buruh seperti kami ini hanya bisa pasrah. Terima nasib sebagai rakyat jelata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H