Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Kajian Adat Meulaot Ditinjau dari Perspektif Psikologi

27 Desember 2018   11:11 Diperbarui: 27 Desember 2018   11:18 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tempat dimana jutaan makhluk hidup berekosistem, tidak mungkin habis ditelan masa. Masyarakat banyak yang meggantungkan kehidupannya disana, itulah laut. Laut adalah sebuah tubuh air asin besar yang dikelilingi secara menyeluruh atau sebagian oleh daratan. Dalam arti yang lebih luas, laut adalah sistem perairan samudra berair asin yang saling terhubung di Bumi yang dianggap sebagai satu samudra global atau sebagai beberapa samudra utama. Laut adalah sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir. 

Dari laut masyarakat pesisir menggantungkan harapan dan dari lautlah kebutuhan hidup dipenuhi. Penduduk Aceh menyebut laut dengan kata "Laot" atau terkadang disebut juga dengan "Pasi", termasuk didalamnya pesisir pantai dan kuala yang disebut "lhok" yang dapat digunakan oleh para nelayan untuk kegiatan menangkap ikan.

Salah satu adat atau tradisi masyarakat pesisir di Provinsi Aceh yaitu mengadakan Khanduri laot. Pada dasarnya penyelenggaraan kenduri laot bertujuan untuk keselamatan para Nelayan dalam melakukan pekerjaannya dan juga merupakan bentuk rasa syukur atas anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan Rahmat-Nya. Pada upacara tersebut diadakan jamuan bersama dan pembacaan doa menurut agama Islam. 

Pada zaman sekarang, khanduri masih banyak dilakukan oleh segala lingkup masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Karena khanduri merupakan sebuah mekanisme sosial untuk merawat keutuhan, dengan cara memulihkan keretakan dan meneguhkan kembali cita-cita bersama, sekaligus melakukan kontrol sosial atas penyimpangan dari cita-cita bersama. Khanduri sebagai suatu institusi sosial menampung dan merepresentasikan banyak kepentingan.

Hari khanduri ditetapkan oleh Panglima Laot Lhok dengan mengundang semua penduduk lhok dan para pawang beserta awak pukat, Ulee balang, orang tua gampong (Keuchik, Teungku) dan dari mukim. Pelaksanaan khanduri laot dilakukan secara besar-besaran dengan menggabungkan semua lhok atau kecamatan yang ada dalam satu Kabupaten. 

Dihadiri oleh masyarakat, pejabat sipil dan militer. Tahapan pelaksanaan khanduri laot dimulai dengan tahap persiapan, dalam tahap ini dipersiapkan antara lain hidangan makanan yang diperuntukkan untuk tamu-tamu dan juga warga masyarakat yang mengikuti upacara. Hidangan mewah pun digelar menurut ukuran adat Aceh. 

Hal ini dapat dilihat dari kenyataannya, bahwa selalu disembelih seekor kerbau/sapi atau lebih. Selain itu, juga dipersiapkan perlengkapan peusijuek sebagai prosesi utama pelaksanaan upacara khanduri laot dan juga perahu sebagai pengangkut hidangan yang akan dibawa ke laut.

Setelah berbagai keperluan yang digunakan untuk prosesi upacara tersedia, maka tahap berikutnya yaitu pelaksanaan upacara. Dalam pelaksanaannya, upacara khanduri laot memiliki perbedaan pada beberapa daerah, baik mengenai waktu ataupun ritual di dalamnya, namun pada intinya mereka melakukan hal yang sama. 

Tahap ini dimulai pada pagi hari atau setelah shalat subuh selesai dilakukan. Peserta pertama yang hadir adalah peserta tadarus yang membaca ayat suci Al-Qur'an. Setelah itu, panglima laot mulai memandikan kerbau yang akan disembelih, setelah selesai dimandikan kerbau tersebut di peusijuek oleh panglima laot yang diikuti oleh Teungku/imum dan tokoh masyarakat.  

Terdapat hal yang menarik pada saat pelaksanaan khanduri laot. Dimana kepala kerbau, isi dalam dan tulang belulang dibungkus dengan kulit kerbau. Kemudian bungkusan tersebut dibawa oleh nelayan ke laut yang tidak terlalu jauh dari pantai dengan bendera merah di perahu. Kemudian semua isi dan bungkusan kulit kerbau tersebut ditenggelamkan. 

Setelah tenggelam, nelayan di perahu mengganti bendera merah dengan bendera putih. Hal tersebut mengisyaratkan masyarakat yang berada di pantai bahwa hidangan sudah bisa disantap. Dan sebelum disantap biasanya didahului dengan like (dzikir), membacakan seulaweut nabi atau khatam ayat-ayat suci Al-Quran oleh para Teungku atau imum yang hadir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun