Mohon tunggu...
Siti DianFahroza
Siti DianFahroza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya menulis, saya tertarik dengan isu" politik di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Sistem Politik dalam Implementasinya Menghadapi Masalah Kebijakan Pemerintah

12 Juni 2024   15:14 Diperbarui: 12 Juni 2024   15:27 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan pemerintah adalah alat utama yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, implementasi kebijakan tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem politik yang berlaku di suatu negara. Sistem politik yang berbeda mempengaruhi cara kebijakan dirancang, disetujui, dan diterapkan. 

Artikel ini akan mengkaji bagaimana sistem politik mempengaruhi proses implementasi kebijakan pemerintah, dengan fokus pada perbedaan antara sistem politik demokratis dan otoriter.

Sistem politik demokratis ditandai oleh adanya partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang mereka pilih. Beberapa ciri utama dari sistem politik demokratis meliputi:

Pemilihan umum yang bebas dan adil.

Kebebasan berpendapat dan pers.

Adanya lembaga perwakilan.

Kepatuhan pada hukum.

Hak asasi manusia yang dijamin.

Dalam sistem politik demokratis, proses implementasi kebijakan lebih transparan dan akuntabel. Partisipasi publik dalam pengambilan keputusan meningkatkan legitimasi kebijakan dan memastikan kebijakan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun, sistem ini memiliki tantangan tersendiri, seperti proses yang panjang dan kompleks, kepentingan yang berbeda-beda, dan perubahan kepemimpinan yang sering terjadi.

Contoh yang baik dari pengaruh sistem politik demokratis terhadap implementasi kebijakan adalah kebijakan kesehatan di negara-negara seperti Swedia dan Kanada. Kebijakan kesehatan dirancang dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat umum, memastikan kebijakan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat diimplementasikan secara efektif.

Sistem politik otoriter ditandai oleh kekuasaan yang terpusat pada satu atau sedikit individu atau kelompok, dengan sedikit atau tanpa partisipasi publik dalam pengambilan keputusan. Ciri-ciri utama dari sistem politik otoriter meliputi:

Kekuasaan terpusat.

Keterbatasan kebebasan berpendapat dan pers.

Tidak adanya pemilihan umum yang bebas dan adil.

Penggunaan kekerasan dan represi.

Dalam sistem politik otoriter, kebijakan dapat diimplementasikan dengan cepat karena keputusan dibuat oleh segelintir orang tanpa melalui proses konsultasi yang panjang. Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan, seperti kurangnya legitimasi, potensi penyalahgunaan kekuasaan, dan kurangnya akuntabilitas.

Sebagai contoh, di Tiongkok yang memiliki sistem politik otoriter, pemerintah dapat dengan cepat mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang luas dan ambisius, seperti pembangunan infrastruktur besar-besaran dan transformasi industri. Kecepatan dan efisiensi ini adalah salah satu keuntungan utama dari sistem otoriter. Namun, kurangnya transparansi dan partisipasi publik seringkali mengakibatkan kebijakan tersebut menghadapi resistensi dari masyarakat.

Salah satu perbedaan utama antara sistem politik demokratis dan otoriter adalah keseimbangan antara kecepatan dan efisiensi dengan legitimasi dan akuntabilitas. Sistem otoriter dapat mengimplementasikan kebijakan dengan cepat dan efisien, namun seringkali mengorbankan legitimasi dan akuntabilitas. Sebaliknya, sistem demokratis mungkin membutuhkan waktu lebih lama dan lebih kompleks dalam proses implementasi kebijakan, namun menghasilkan kebijakan yang lebih legitimate dan akuntabel.

Kestabilan kebijakan juga berbeda antara kedua sistem ini. Sistem demokratis, dengan pergantian kepemimpinan yang teratur, sering mengalami perubahan kebijakan yang bisa menghambat konsistensi. Di sisi lain, sistem otoriter cenderung lebih stabil karena kepemimpinan jarang berubah, namun stabilitas ini bisa terancam oleh resistensi dan ketidakpuasan masyarakat yang meningkat.

Partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan adalah salah satu kekuatan utama dari sistem demokratis. Ini memungkinkan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sebaliknya, dalam sistem otoriter, kurangnya partisipasi publik sering mengakibatkan kebijakan yang tidak responsif dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Beberapa tantangan utama dalam implementasi kebijakan di sistem demokratis meliputi:

Proses yang panjang dan kompleks, yang dapat diatasi dengan penyederhanaan prosedur dan peningkatan efisiensi birokrasi.

Kepentingan yang berbeda-beda, memerlukan mekanisme dialog dan kompromi yang efektif.

Perubahan kepemimpinan, memerlukan perencanaan jangka panjang yang konsisten.

Sistem otoriter menghadapi tantangan seperti:

Kurangnya legitimasi, yang dapat diatasi dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan transparansi.

Potensi penyalahgunaan kekuasaan, memerlukan lembaga pengawasan independen dan sistem hukum yang kuat.

Kurangnya akuntabilitas, dapat diatasi melalui reformasi institusi dan keterbukaan informasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun