Suara seseorang menggedor-gedor gerbang memecahkan keheningan malam di istana Kether, pemimpin Majelis En Sof yang tinggal menyendiri di Bukit Olam.
Sejak penghianatan Mal'akh Samael, Kether memilih untuk fokus membaca gulungan-gulungan kitab kuno di puncak Olam, dimana ia sendiri membangun istana dengan kekuatannya yang dahsyat.
"Akh! Siapa gerangan malam-malam mengganggu?" gumam Kether sembari membuka gerbang dengan tanpa menyentuhnya.
Biasanya ia bisa mengetahui siapapun yang mendekati istananya meski jaraknya masih jauh, tetapi ketika ia tidak bisa mendeteksi sosok yang tiba-tiba mengganggu konsentrasinya malam itu, ia langsung tahu jika sosok itu adalah bagian dari Sefirot, sebutan untuk para anggota Majelis En Sof.
Sesaat setelah gerbang terbuka, seseorang dengan jubah hitam langsung memeluk, menepuk pundak, dan menempelkan pipinya ke pipi Kether. Begitulah lazimnya mereka menyalami orang lain.
"Oh Bina, ada apa gerangan engkau datang ke istanaku?" tanya Kether.
"Aku mencium gerakan rahasia dari utara. Sepertinya ada yang kurang suka dengan kepemimpinan Givor di Erets," jawab Bina, pemimpin nomor dua dalam Majelis En Sof.
"Maksudmu? Ada pemberontakan?" Kether mencoba menganalisa. Dalam hatinya ia mulai curiga pada Emeth, pemimpin pasukan di utara, tetapi Bina dengan cepat menepis dugaan Kether.
"Bukan, Sar!" Sebutan kehormatan untuk pemimpin nomor satu.
"Jadi, siapa?" Tanya Kether penasaran.
"Nefilim!" Jawaban singkat Bina ini cukup mengejutkan bagi Kether.
Nefilim adalah bangsa perkasa dari zaman kuno. Mereka adalah kaum yang gemar melakukan pemusnahan suku-suku, sampai kemudian mereka dimusnahkan oleh Ha-Rav, leluhur Givor.
"Bukankah kaum itu sudah dihancurkan oleh leluhur Givor? Bagaimana bisa kamu mencurigai mereka?" Kether tampak heran sambil melihat-lihat ke arah lukisan dinding yang menggambarkan pertempuran dahsyat antara bala pasukan Ha-Rav melawan kaum Nefilim. Ia seperti mengamat-amati dimana letak kesalahan dalam pertempuran itu.
"Saya sangat yakin, Sar. Kita perlu bicara dengan Khokhma," kata Bina.
"Entahlah, aku tidak pernah merasakan kekuatan Khokhma selama ini. Sepertinya ia sedang menikmati pengembaraannya," Kether mengalihkan pandangannya pada patung pohon emas di tengah istananya.
Majelis En Sof menggunakan pohon sebagai simbol mereka. Simbol itu dirancang oleh Khokhma dan dibuat oleh Gevura dan Tifereth, anggota dewan kekuatan En Sof.
"Tidak, Sar. Khokhma juga terpukul oleh penghianatan Samael, tetapi ia tidak mengurung diri seperti Sar. Ia sedang mencari pahlawan baru di Erets untuk bisa menghancurkan Samael," jawab Bina.
"Kita semua punya jalan masing-masing untuk merespon Samael. Entah kenapa, majelis yang punya segalanya ini, ternyata lemah dalam kesatuan," keluh Kether.
"Ah, tidak demikian, Sar. Kita tetap utuh. Jika status Ayin bisa kita cabut, saya yakin kita bisa berkumpul kembali," kata Bina dengan sedikit ragu karena ia pun menyadari betapa sulit untuk bisa menghadirkan Khokhma.
Ayin adalah status beku Majelis En Sof. Ketika ketiga pucuk pimpinan majelis ini mengaktifkan status Ayin, maka seluruh anggota majelis tidak akan bisa saling merasakan kekuatan satu dengan yang lainnya. Status ini biasanya diaktifkan ketika situasi damai. Ketiga pucuk pimpinan itu adalah Kether, Bina dan Khokhma. Mereka harus bersama-sama untuk bisa mengaktifkan atau mencabut status ini.
Kether dan Bina akhirnya hanya bisa menatap ke arah pohon emas En Sof. Mereka punya sejuta harap bisa segera berjumpa dengan Khokhma.
Majelis En Sof sangatlah kuat mempengaruhi alam Erets, baik dalam memberi pertimbangan maupun dalam upaya mempertahankan eksistensi alam itu. Mereka sangat cermat mengawasi kebijakan-kebijakan para pemimpin Erets, meskipun sering juga mereka berhadapan dengan pemberontakan kaum Erets.
Bagi En Sof, Erets adalah pertahanan terakhir mereka menghadapi kekuatan Samael yang kian besar.
Givor, yang kini memimpin kaum Erets, lebih diterima karena kharisma leluhurnya. Bagi En Sof, Givor tidaklah cukup dewasa dan cerdik dalam membangun kekuatan. Ia seperti singa yang mengaum-ngaum tanpa bisa menerkam siapapun. Ia tak punya taring apa-apa. Ia hanya berlindung di balik kebesaran Ha-Rav.
Itulah yang membuat Bina panik, tatkala ia mengetahui rancangan serangan kaum Nefilim ke Erets. Ia khawatir, kaum Erets tidak cukup kuat membendung kaum Nefilim.
Tetapi, kekhawatiran Bina tak sebanding dengan kekhawatiran Kether, sebab Kether justru menduga ada keterlibatan Samael di balik pergerakan kaum Nefilim ke selatan. Kether memilih untuk tidak mengutarakan kekhawatirannya itu pada Bina, tetapi ia berharap, Bina pun bisa membaca demikian.
Kether berharap Bina bisa segera bertemu dengan Khokhma, sebab hanya dengan menggabungkan kekuatan keduanya, mereka bisa membuka Enayim Yada, cermin yang bisa menunjukkan apapun yang mereka mau.
Hanya dengan cara itu, mereka bisa memastikan, apakah Samael menjadi otak di balik semua ini?
** Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H