Mohon tunggu...
Herry Kasymir
Herry Kasymir Mohon Tunggu... Pengacara - praktisi hukum
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

advokat dan konsultan hukum pajak pada kantor hukum KLS

Selanjutnya

Tutup

Hukum

herd immunity vs OTG (Orang Tanpa Gejala)

22 Mei 2020   01:03 Diperbarui: 23 Mei 2020   19:04 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

herd immunity

Kekebalan kelompok atau kekebalan kawanan (bahasa Inggris: herd immunity) adalah suatu bentuk perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang terjadi ketika sebagian besar populasi menjadi kebal terhadap infeksi, baik melalui infeksi sebelumnya atau vaksinasi, sehingga individu yang tidak kebal ikut terlindungi. Dalam populasi yang sebagian besar individunya memiliki kekebalan (mereka ini tidak mungkin berkontribusi pada penularan penyakit), rantai infeksi kemungkinan besar terganggu sehingga penyebaran penyakit akan terhenti atau terhambat. Semakin besar proporsi individu yang kebal dalam suatu populasi, semakin kecil kemungkinan individu yang tidak kebal akan bersentuhan dengan individu yang terinfeksi. Hal ini akan membantu melindungi individu yang tidak kebal dari infeksi.

image

 

OTG (Orang Tanpa Gejala)

 Dokter Paru Rumah Sakit Persahabatan Andika Chandra Putra mengklasifikasi tiga kelompok orang tanpa gejala (OTG) yang perlu masyarakat ketahui untuk bisa melakukan tindakan pencegahan.

 ia mengatakan orang tanpa gejala tersebut sebenarnya memiliki tiga klasifikasi. Klasifikasi pertama dari orang-orang tanpa gejala tersebut adalah OTG yang asimtomatik, yaitu orang yang tidak memiliki keluhan sama sekali.

 "Jadi dia positif Covid-19 tapi tidak ada gejala atau keluhan," katanya.

 Klasifikasi berikutnya adalah OTG yang presimtomatik, yaitu orang yang terinfeksi Covid-19 pada minggu-minggu pertama. "Jadi perlu diketahui fase infeksi Covid-19 ini ada tiga fase (yaitu awal, pertengahan, dan akhir). Nah, pada fase awal infeksi ini, sekitar 2-3 minggu, keluhannya umumnya sangat ringan atau keluhannya sifatnya lokal," katanya.

 "Misalkan kadang sakit tenggorokan saja atau badan meriang saja atau kadang batuk-batuk sedikit. Bahkan pada fase ini bisa saja tanpa gejala," kata dia.

 Fase presimtomatik itu disebut juga fase infeksius. Fase tersebut, menurut dia, sebenarnya adalah fase yang berbahaya bagi seseorang yang terinfeksi karena dapat menginfeksi orang lain tanpa sadar.

Klasifikasi ketiga dari orang-orang tanpa gejala tersebut adalah OTG simtomatik sangat ringan. "(Simtomatik) sangat ringan itu dia mengeluh ada demam, meriang, batuk tetapi kita anggap seperti flu biasa. Dan masyarakat sering kali tidak waspada dengan gejala tersebut," katanya.

 

Ketiga kelompok tersebut, kata Andika, sebenarnya berisiko untuk menular ke orang lain. "Jadi yang kita maksud dengan terkonfirmasi positif itu kalau sudah diperiksa (dan ada hasilnya). Tapi kalau orang-orang ini tanpa gejala dan mereka nggak sadar, jadi nggak bisa kita konfirmasi. Tapi sebenarnya orang-orang ini sudah mengandung virus yang bisa menulari ke orang lain. Ini bahaya sebenarnya," kata dia.

 

herd immunity vs OTG (Orang Tanpa Gejala) dalam Covid-19

 Jika kita lihat dua definisi di atas maka akan timbul beberapa pertanyaan yg dapat  bersifat hipotesis. Dimana hipotesis tersebut langsung dapat diuji dengan logika variable dari dua definisi tsb di atas.

 Di dalam konsep/definisi herd immunity tidak ada istilah carrier. Sedangkan dalam Covid-19 mengenal 3 jenis carrier yg dapat menularkan ke orang sekitarnya. Adapun umur status carrier tsb maksimal di 14 hari, bayangkan jika antar mereka dg waktu yg tidak bersamaan saling menjadi inang dari virus corona tsb maka sepanjang tahun virus tsb tetap ada di lingkungan tsb. Hal ini lah yg diduga kuat menjadi alasan Presiden Jokowi mengeluarkan statement "berdamai" dg Covid-19/corona virus.

 Nah bayangkan jika hasil analisis di atas teruji benar sebagai fakta maka dapat dikatakan "karantina wilayah dan atau PSBB sdh tdk efektif lagi. Bahkan jika diteruskan malah lebih besar side effect nya. Antara lain kejenuhan masyarakat dg jargon "di rumah aja/stay at home". Tingkat depresi masyarakat bawah yg tabungan sdh menipis/habis akan meningkat signifikan. Ujungnya dapat menjadi gerakan social menentang karantina wilayah/PSBB yg berlarut2 tak kunjung selesai.

 Sebagai perbandingan, di jaman penjajahan belanda atau jepang pun tdk pernah terjadi menahan pribumi untuk tdk beraktifitas di luar rumah berminggu2. Penjajah lebih memilih dg garis demarkasi.

 Dugaan saya pun sebenarnya semangat karantina wilayah/PSBB lebih ke konsep garis demarkasi bukan ke   "di rumah aja/stay at home".    

 "di rumah aja/stay at home" lebih cendrung ke konsep darurat militer dan atau darurat sipil.

 

Solusi sederhana

 

  • Berhentilah mengangkat jargon "di rumah aja" karena akan menyesakkan hati masyarakat bawah dg pendapat harian yg pas2an.
  • Hentikan karantina wilayah (penutupan jalan) yg berlarut2 karena akan merusak banyak aspek kehidupan.
  • Gunakan masker dan jaga jarak (social distancing) karena akan menurunkan resiko tertular sampai dibawah 2 persen.
  • Hindari berkerumun di dlm ruangan tertutup, terlebih ber AC.
  • Percaya pada pola hidup baru/the new life telah dimulai.

 

Bandung, 22/5/2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun