Mohon tunggu...
Dhiya'u Shidiqy
Dhiya'u Shidiqy Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

"golek sejatine urip lan urip kang sejati"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Amanat Pun Menjadi Hasrat

17 Desember 2013   14:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:49 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tak kan pernah habis kiranya jika membicarakan bahkan mengkritisi fenomena kepemimpinan di negeri ini. Baik kepemimpinan dalam tatanan pemerintahan maupun dalam tatanan sosial yang lain. Terlebih setiap hari kita disuguhkan dengan pemberitaan atas ketidaksesuaian bahkan kebobrokan kinerja pemerintah, semakin menambah kegeraman kita kepada para pemimpin yang berkuasa atas negeri ini. Jika kita kaji lebih dalam lagi dan kita cari benang merahnya, apakah semua itu disebabkan oleh kesalahan pemerintah semata?

Pada tulisan ini, saya ingin menyampaikan pandangan saya atas fenomena yang sangat ironi bahkan bisa dikatakan sebagai anomali yang terjadi di negeri ini, terutama pada fenomena kepemimpinan yang pada akhirnya nanti kesimpulannya adalah telah terjadi kesalahkaprahan pada tatanan kehidupan kita. Terlebih dengan sistem demokrasi modern yang kita anut, semakin menjauhkan kita dari nilai-nilai luhur yang telah diajarkan oleh nenek moyang kita.

Bicara tentang kepemimpinan, mari kita kembalikan pada fitrah seorang pemimpin. Dimana-mana yang diemban oleh seorang pemimpin adalah amanat. Jika pimpinan negara maka yang diemban adalah amanat rakyat, jika pemimpin suatu golongan, maka yang diemban adalah amanat kaum dari golongan tersebut, begitu juga dengan pemimpin-pemimpin lain. Mengemban amanat atau kepercayaan rakyat itu adalah hal yang tidak gampang, terutama berkaitan dengan pertanggungjawaban atas amanat yang dititipkan tersebut. Semua orang telah menyadari betapa beratnya mengemban amanat tersebut.

Seorang muslim pasti tau tentang kisah Kholfah Umar bin Khotob. Salah satu dari khulafaur rosyidin yang terkenal akan ketegasan dan keperkasaanya, menangis tersedu-sedu ketika Abu Bakar menunjuk dirinya sebagai calon pengganti sebagai kholifah. Dalam rintihan tangisnya, Umar bin Khotob berkata kepada Abu Bakar "jika Engkau benar mencintaiku, janganlah kau bebankan amanat itu ke pundakku!". Hal tersebut menunjukkan betapa beratnya beban amanat ketika diemban oleh seorang pimpinan. Sampai-sampai orang yang terkenal akan ketegasan dan kebijaksanaan pun merasa berat untuk menerimanya.

Bagaimana dengan kondisi sekarang? Jika Umar bin Khotob menangis tersedu-sedu dan tak ingin mengemban amanat tersebut, maka para pemimpin dan calon pemimpin kita riang gembira dengan datangnya amanat yang diberikan padanya. Bahkan saling berlomba-lomba meraih amanat melalui jabatan yang akan mereka raih. Maka tatkala terpilih tak ada lagi rasa berat hati, justru kegembiraan hati menyambutnya dengan melakukan "syukuran". Syukur atas apa? tentu yang paling utama adalah mensyukuri hak yang akan diperoleh dari jabatan tersebut, sungguh suatu fenomena yang ironi.

Yang menjadi pertanyaan, atas dasar apa mereka berlomba-lomba "mengemban amanat" dengan memperebutkan jabatan tersebut? Apakah dia telah merasa dirinya mampu menjalankan amanat tersebut? Atau ada maksud lain dari bebrapa faktor yang melekat pada amanat tersebut? Hak yang akan diperoleh dari jabatan tersebut misal. Salah satu Pepatah Jawa mengatakan "iso o rumongso, nanging ojo rumongso iso", yang berarti jadilah orang yang bisa merasa, bukan merasa bisa. Dengan begitu, persaingan memperebutkan amanat menunjukkan bahwa dirinya telah merasa bisa, suatu kesombongan dalam diri manusia.

Dengan penjelasan yang panjang lebar tersebut, kesimpulannya adalah para pemimpin dan calon pemimpin yang diemban bukanlah amanat, melainkan hasrat. Hasrat dalam diri sangatlah erat kaitannya dengan nafsu. Dengan kata lain, yang menjadi dorongan untuk memimpin bukan lagi amanat melainkan dorongan nafsunya. Amanat tetaplah amanat dengan segala beban dan pertanggungjawabannya. Amanat bukan hal sepele, kitalah yang menyepelekan amanat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberi pencerahan kepada para pemimpin dan calon-calon pemimpin negeri ini. Amien

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun