Ada banyak derita tertebar. Mencabik punggung, kepala, dan kulit-kulit dunia.Â
Alur darah memancing marah yang selalu diminta, dicerca, dan dibenci.
Entah kapan bisa meminta maaf? Pada setiap tangan yang hilang?
Akhir jalan yang semakin buruk, semakin banyak kata perpisahan yang harus dipaksakan.
Pidato kedamaian bagai sobekan kertas kecil, terpisah dari perpustakaan yang menyimpan universalitas yang sok bebas.
Entah bagaimana bisa meminta maaf? Saat salah ditempatkan dalam penjara yang salah.
Walau tak ikut membangun jejak, kenapa nasib terhakim langsung.
Pintu telah terbuka dan ada banyak derita tertebar di dalamnya. Kunci di tangan.
.
Silahkan pergi dan bertanya
Siapa yang harus meminta maaf?
.
Cilegon (15-11-2015) Entah kemana harus bersimpati.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H