Mohon tunggu...
Onno W. Purbo
Onno W. Purbo Mohon Tunggu... Penulis -

Rakyat Indonesia biasa. Common Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Setelah Mengajar Anak-anak Papua, Saya Ubah Drastis Pola Mengajar Saya

19 November 2016   08:23 Diperbarui: 19 November 2016   17:58 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - anak-anak Papua. (kfk.kompas.com)

Alhamdullillah, selama 5+ tahun terakhir saya berkesempatan mengajar anak-anak Papua, Kupang, Ambon juga dari Bangka Belitung, Kalimantan, di kampus STKIP Surya di kawasan Sumercon Serpong. Bulan November ini adalah minggu terakhir saya di kampus STKIP Surya setelah melayangkan surat pengunduran diri untuk kembali hidup bebas untuk memberdayakan Indonesia.

Pengalaman mengajar anak-anak Indonesia timur khususnya Papua telah mengubah secara drastis pola saya mengajar selama ini. Pola konvensional untuk anak-anak di Jawa akan sulit diimplementasikan bagi anak-anak Papua karena perbedaan budaya dan ekosistem pengetahuan yang sangat lebar. Akibatnya, pakem-pakem pola pendidikan yang banyak dianut oleh fakultas pendidikan di Jawa akan susah untuk diimplementasikan bagi anak-anak Papua.

Secara prinsip, sebetulnya sederhana sekali, tapi kita membutuhkan kreativitas dan keberanian untuk melakukan gerakan di luar pakem yang normal. Prinsip sederhana agar seseorang menjadi pandai dalam sebuah bidang atau mata pelajaran antara lain adalah:

Harus bisa memaksa siswa / mahasiswa tersebut membaca berulang-ulang materi yang diberikan. Semakin banyak mahasiswa membaca ulang, maka semakin tinggi probabilitas masuknya ilmu tersebut ke dalam benak si mahasiswa, dan semakin tinggi probabilitas untuk memperoleh nilai yang baik.

Harus bisa memberikan kesempatan siswa / mahasiswa yang gigih untuk memperoleh ilmu & nilai yang baik. Pada pakem pendidikan yang banyak dianut di Indonesia, hanya mereka yang pandai yang bisa memperoleh nilai yang baik. Kepandaian seseorang ditentukan dengan 2-3 kuis, satu UTS, satu UAS dan mungkin satu remedial. Hanya dengan 5-6 kali ujian kita menentukan kepandaian seorang anak. Anak-anak gigih biasanya menampakkan hasil setelah melakukan puluhan try out atau ujian. Sialnya, menyelenggarakan ujian dalam jumlah banyak biasanya akan memakan biaya fotocopy yang tidak sedikit.

Harus bisa dilakukan dengan biaya yang murah. Pada saat ini, biaya ujian dengan cara konvensional akan menghabiskan biaya besar untuk cetak kertas & proses memeriksa ujian tersebut. Di sekolah SMP & SMA, rata-rata membutuhkan biaya Rp 6 juta / semester untuk fotocopy ujian. Di kampus, membutuhkan biaya ratusan juta rupiah, bahkan beberapa kampus besar membutuhkan biaya fotocopy mencapai miliar rupiah per semester.

Yang jadi masalah, biasanya kalau ada guru atau dosen memerintahkan agar mahasiswa membaca ulang materi ajarnya dari buku / diktat yang diberikan, maka dijamin 99,9% si mahasiswa tidak akan membaca ulang materi tersebut. Baik guru, dosen, dan mahasiswa sebetulnya mengetahui dengan baik bahwa tidak banyak siswa/mahasiswa yang akan membaca ulang materi ajarnya di rumah. Oleh karenanya, kita para guru/dosen perlu sedikit kreatif untuk bisa memaksa siswa/mahasiswa membaca ulang materi ajarnya.

Salah satu kebiasaan mahasiswa/siswa di Indonesia adalah menerapkan SKS (Sistem Kebut Semalam) dalam belajar untuk menghadapi ujian. Walaupun kita tahu ini bukan solusi terbaik untuk menjadi anak pandai, 99,9% mahasiswa akan melakukan hal tersebut dengan senang hati.

Gilanya, untuk anak-anak Papua membutuhkan effort 50-100 kali lebih banyak dalam membaca ulang materi ajar agar bisa menyamai pemahaman yang ada di anak-anak dari Jawa. Dengan pola lama, hampir tidak mungkin memaksa anak-anak Papua ini membaca apalagi membaca ulang materi 50-100 kali lebih banyak dari pada anak-anak di Jawa. Saya perlu lebih kreatif dalam memaksa anak-anak Papua untuk membaca materi ajar. 

Melihat kenyataan tersebut, selama 5+ tahun di STKIP Surya saya akhirnya mengubah secara drastis cara mengajar saya dan dengan bantuan server e-learning berbasis moodle yang saya buat sendiri. Kuliah saya juga bisa diakses secara bebas/gratis di situs http://lms.onnocenter.or.id/moodle/ . Berikut adalah rangkuman hasil eksperimen saya selama 5+ tahun mengajar di STKIP Surya yang akhirnya bisa membuat nilai kuliah saya bagi anak-anak Papua menjadi lebih baik tanpa perlu mengatrol nilai, 

  1. Lakukan kuis, ujian tengah semester (UTS), dan ujian akhir semester (UAS) secara online, kapan saja, di mana saja. Ujian sebaiknya tidak dilakukan di ruangan, tidak perlu penjaga, tidak menggunakan kertas / fotocopy soal. Semua dilakukan secara online.
  2. Pastikan kuis, UTS, UAS bisa dikerjakan berulang-ulang secara online sampai ratusan tanpa perlu penjaga, tanpa ruangan, tanpa perlu menentukan kapan waktu & jamnya. 
  3. Ujian kuis, UTS & UAS dilakukan kapan saja, setiap hari, tanpa jadwal. Ini sangat memudahkan para petugas BAAK.
  4. Ambil nilai tertinggi dalam semua ujian, ini akan menambah semangat anak-anak untuk ujian terus-menerus. Karena mereka tahu bahwa jika ujian lagi kemungkinan untuk memperoleh nilai yang baik akan besar.

Efek yang terjadi,

  1. Dengan memberikan ijin / memaksa mahasiswa mengerjakan ujian berulang-ulang, mau tidak mau memaksa mahasiswa membaca materi ajar berulang-ulang. Maklum, kita semua tahu bahwa mahasiswa hanya akan membaca materi ajar saat mau ujian. Maka tidak heran jika mahasiswa Papua saya bisa pandai karena terpaksa membaca materi ajar tersebut berulang-ulang.
  2. Salah satu mahasiswi saya, Yomilera, berhasil memperoleh nilai 71. Ini dicapai dengan UTS 49 kali, dan UAS 121 kali, pada kuliah jaringan komputer.
  3. Salah satu mahasiswi saya, Ami Suhun, berhasil memperoleh nilai 90+. Ini dicapai dengan UAS 70+ kali, pada kuliah jaringan komputer.
  4. TIdak ada remedial, karena semua mahasiswa telah mengerjakan ujian dalam jumlah puluhan bahkan ratusan kali.
  5. TIdak ada yang nyontek karena saya menggunakan bank soal dalam jumlah 2-000-an yang di-random pada setiap ujian. Sehingga walaupun dua anak duduk bersebelahnya, seluruh soal ujian yang dilakukan berbeda sama sekali satu dan lainnya.
  6. Waktu dibuat sempit agar hanya mereka yang benar-benar mengerti yang bisa menjawab soal. Untuk anak Papua saya biasa memberikan 3 jam untuk 100 soal. Untuk anak-anak non-Papua sebaiknya menggunakan waktu 30-40 menit untuk 100 soal.
  7. Tidak ada jockey ujian karena ternyata tidak ada satu jockey pun yang mau ujian ratusan kali.
  8. Tidak ada jadwal / waktu, tidak penggunaan ruang & pengawas dan ini sangat memudahkan manajemen kampus & BAAK.
  9. Dosen juga tidak perlu pusing karena semua proses pemeriksaan ujian dapat dibantu secara automatis oleh moodle (e-learning), kecuali soal essay.

Yang perlu disiapkan,

  1. Gunakan e-learning server moodle berbasis web, agar mahasiswa dapat ujian dan mengakses materi ajar secara online dari mana pun dia berada, dari rumah, asrama dll tetap bisa ujian secara online dan membaca materi ajarnya.
  2. Upload / tulis semua materi ajar di web agar siswa / mahasiswa bisa mengakses melalui jaringan.
  3. Siapkan bank soal, untuk setiap modul / kompetensi. Saya biasanya menyiapkan 2000-an soal per mata kuliah yang saya ajar, ini membutuhkan waktu 2 tahun. Maklum saya hanya sanggup membuat maksimum sekitar 10-20 soal / hari. 

Ucapan Terima Kasih kepada Mantan Kampus saya

Saya harus mengucapkan terima kasih pada STKIP Surya dan Surya University yang telah memberikan kesempatan yang sangat langka sekali untuk dapat mengajar anak-anak Papua dan Indonesia Timur selama 5+ tahun terakhir. Tanpa kesempatan itu, tidak mungkin saya bisa mengubah cara saya mengajar agar bisa memandaikan anak-anak bangsa yang berada di pinggiran republik ini. Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri bahwa anak Papua tidak bodoh, bahkan banyak yang cukup gigih untuk mengubah dirinya. Sayang pola pendidikan selama ini tidak memberikan kesempatan bagi mereka yang gigih untuk bisa maju karena mengandalkan sistem manual.

Dengan e-learning dan ujian online yang tidak dibatasi ruang dan waktu, terbukti telah membuka kemungkinan bagi anak-anak yang gigih di kalangan anak-anak Papua dan Indonesia Timur untuk bisa maju. 

Dengan pengunduran diri saya dari kampus STKIP Surya, semoga ada waktu lebih banyak untuk menyebarkan virus kebaikan ini agar lebih banyak kampus di republik ini yang bisa berubah untuk bisa mengubah anak bangsa yang tidak bisa masuk ke universitas negeri agar tetap bisa maju seperti mereka yang masuk ke universitas negeri.

Merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun