Belakangan ini mulai ramai dibicarakan dan didagangkan, konsep Smart City. Mulai dari Pak Ridwan Kamil dengan Bandung Smart City, juga tentunya Pak Ahok dengan Jakarta Smart City yang kemudian banyak ingin ditiru oleh banyak kota di Indonesia. Ada yang membuat semacam control center atau war room dengan banyak layar di sebagai pusat Smart City. Ada yang membuat hotspot / wifi di alun-alun dan tempat publik dan menyebutnya SmartCity dan masih banyak lagi.Â
Pertanyaan mendasarnya sebetulnya sederhana sekali -Apakah Smart City? Sebetulnya apanya yang Smart? Beberapa kepala daerah bahkan mulai menanyakan ke berbagai kementerian apa sebetulnya Smart City? Apakah sudah ada blue print yang jelas dari pihak kementrian? Apakah sudah ada metoda untuk mengukur kepandaian (tingkat Smart) sebuah City?
Mari kita mundur sedikit, saya beberapa kali di tanya oleh beberapa kepala daerah tentang Smart City. Saya biasanya tidak akan langsung menjawab apa itu Smart City, kebiasaan saya adalah menanyakan ke kepala daerah tersebut,
"Bapak mau apanya yang Smart dari Smart City?"
"Apakah City-nya yang Smart?"
"Apakah Pemerintah City-nya yang Smart?"
"Apakah Rakyat City-nya yang Smart?"
Tentunya solusi dari city, Pemerintah dan rakyat yang smart akan berbeda satu dengan lainnya. Biasanya pertanyaan ini akan membuat sang kepala daerah menjadi merenung beberapa saat. Mari kita bahas secara sepintas satu per satu,
City-nya yang Smart
Jika kita ingin "City-nya yang Smart", misalnya kalau ada banjir maka city tahu tinggi air sudah sampai level berapa. City juga dapat secara automatis mengontrol berbagai pintu air yang ada agar banjir bisa diarahkan ke wilayah yang aman.Â
Misalnya, seperti di Jakarta, sensor GPS dan sensor lainnya di pasang di alat-alat berat yang merupakan aset pemerintah. Dengan cara itu pemerintah bisa mengetahui secara presisi letak dan performance masing-masing alat tersebut secara realtime.