Jendela pagi terbuka
Aku tak akan mengelak
Silahkan masuk sajaÂ
Wahai angin yang menembus pori -pori
Walau datangmu tak bersama embun
Sebab embun kini sudah sulit dipunguti lagi
Kenangan di balik jendela saat hari rekah
Dulu sekali, Â ketika ibuku mengusapkan
arang Merang dicampur embun pagi. Â
Diusapkan pada helai rambutku.
Pertanyaan sering  melintasi awan, mengapa
minyak kletik, seledri  dan pandan seringÂ
menghiasi kepalaku.Â
Yang ada hanya senyum ayahku,Â
senyuman ibuku.
Dari balik jendela pagi, masa kecil berlarianÂ
Berjajar dalam kenanganÂ
Jendela pagi kubuka, perlahan sampai diÂ
ujung matakuÂ
mengikuti lambaian tangan ayahku hingga
baju biru langitnnya menghilang di ujungÂ
gang rumahkuÂ
Jendela, dan pagi kenangan manis yang takÂ
pernah habis.
Cimahi, 17 September 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H