Pendahuluan
Dalam tulisan ini, penulis tertarik untuk membahas tema tentang teologi naturalis Thomas Aquinas. Ketertarikan ini karena penulis ingin mengetahui dan mendalami apa yang ditulis atau ditemukan oleh Thomas Aquinas yang kemudian ia sebut sebagai Teologi Naturalis. Awalnya penulis tidak memahami konsep ini, bahkan bayangan penulis adalah teologi ini lebih membahas tentang alam karena adaa kata nature, Sehingga pemahaman penulis hanya terbatas pada arti kata. Atas kebingungan sekaligus rasa penasaran itu, penulis lalu memilih tema ini untuk didalami.
Manusia ketika diciptakan tentu juga dianugerahi oleh Tuhan suatu kemampuan untuk berpikir, sesuatu yang kemudian membuat manusia itu berbeda dengan makhluk lainnya. Akal budi merupakan aspek mendasar dalam kehidupan manusia, yang membuat manusia itu kemudian disebut sebagai manusia. Ajaran Thomas Aquinas ini sebenarnya juga merupakan kritikan atas ajaran spekulatif murni yang dibuat oleh Anselmus (PI 139). Karena bagi Thomas Aquinas itu hanya sampai pada taraf "mungkin" tentang keberadaan Tuhan yang tentunya diawali dengan pengenalan kepada Tuhan sendiri. Thomas Aquina lalu memberikan suatu konsep baru yang ia sebut sebagai Teologi naturalis atau teologi kodrati. Thomas mengambil cara yang lebih realistis yang disebutnya sebagai "Lima Jalan" (Quinque Viae).
Bertolak dari pembahasan singkat diatas maka dalam tulisan ini hendak menjawab pertanyaan tentang bagaimana Thomas Aquinas melalui teologi naturalisnya mau mengarahkan manusia kepada suatu pengenalan akan Allah melalui aktivitas akal budi?
Pembahasan
Secara umum, filsafat Thomas Aquinas itu dihubungkan atau erat kaitannya dengan teologi (S2FB 1 hal 104). Namun tidak berarti menghilangkan aspek filsafati, tetapi lebih dipandang sebagai suatu filsagat naturalis yang murni. Kemampuan akal budi manusia tentu memiliki keterbatasan untuk mencapai hal-hal yang transenden. Atas hal itu lalu apakah kemudian muncul pertanyaan kepercayaan kita hanya sampai pada titik dimana dapat dijangkau oleh akal budi? tentu tidak. Jika kembali melihat zaman dimana Thomas Aquinas ini hidup, selain akal budi, iman bahkan mendapat peran yang sangat penting. Bahwa imanlah yang mendahului pengetahuan. Kehidupan ini selalu mengandung misteri, dan misteri terbesar yakni Tuhan sendiri. Misteri itu mengatasi akal, namun tidak bertentangan dengan akal, sekalipun akal tidak dapat menemukan misteri, akal dapat menjadi jalan menuju kepada pengenalan akan Tuhan yang adalah misteri itu (Prae Ambula Fidei) S2FB 1 hal 104.Â
Dalam teologi naturalis yang digagas oleh Thomas Aquinas, ia mengajarkan bahwa manusia dengan pertolongan akalnya dapat mengenal Allah, meskipun pengenalan akan Allah itu terbatas. Kemampuan untuk berpikir kemudian membuat manusia dapat tahu dan sadar tentang adanya "Sesuatu" yang melampui seluruh realitas kehidupan yang dalam Gereja atau agama samawi dikenal dengan nama Allah atau Elohim/YHWH untuk orang Yahudi. Untuk mengenal Allah melalui aktivitas berpikir itu, Thomas Aquinas merumuskan Lima Jalan yakni: Jalan pertama, bukti bersadasarkan gerak.(MsH 84). Dikatakan bahwa apapun yang bergerak tentu digerakkan oleh penggerak yang lain. pencarian atas penggerak ini kemudian kembali kepada penggerak pertama yakni Allah. Gerakkan ini berjalan tanpa batas sampai kepada yang tak terhingga (IP 139). Atas cara ini mau menegaskan keterbatasan berpikir manusia, di sini Thomas Aquinas sadar bahwa ada yang melampaui semua itu yakni Allah.
Jalan Kedua, bukti sebab-akibat. Tidak ada sesuatu yang menjadi sebab untuk dirinya sendir, karena secara logis, sesuatu yang disebabkan itu menghasilkan sesuatu yang lain yang dikenal sebagai akibat dari sebab yang dihasilkan. Suatu kemustahilan jika kita melangkah untuk mencari penyebab utama itu tak berhingga, karena semua penyebab dalam suatu alur tertentu pasti bergantung pada penyebab pertama yang kemudian mempengaruhi penyebab lainnya.Â
Jalan Ketiga, menemukan argumen dari adanya kemungkinan dan keniscayaan segala sesuatu di dunia (ex possibilii et necessario) IP 140. Tentu kita semua menyadari bahwa di dunia ini kita menemukan hal-hal yang bisa ada maupun yang tidak ada. Cirinya sederhana bahwa sesuatu itu dapat berubah tetapi juga dapat musnah. Adanya "ada" tentu harus disebabkan oleh sesuatu yang lain. Dapat dimengerti beberapa kemungkinan yakni pertama, seandainya yang "ada" itu disebabkan oleh sesuatu yang lain, maka akan ada suatu rangkain sebab akibat yang tak terhingga, hal itu tidak mungkin. Kedua, harus ada sesuatu yang mutlak, pasti atau niscaya yang tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain, tidak berubah dan tidak dapat musnah, itulah Allah. Pemahaman ini tentu jika dipikirkan sangat masuk akal, karena tidak mungkin sesuatu itu berasal dari ketiadaan, pasti ada seuatu yang lebih dulu "ada" untuk menyebabkan "ada" yang lain, itulah Allah.
Jalan Keempat, bukti berdasarkan derajat kesempurnaan (MsH hal 88). Aquinas sendiri berpikir bahwa tentu ada sesuatu yang paling sempurna melebihi semua kesempurnaan lainnya. Karena hanya ada satu yang sempurna yang mengahasilka kesemurnaan pada dirinya, tetapi tidak sempurna pada yang menghasilkan kesempurnaan itu. Contohnya saja sikap manusia itu ada yang paling baik dan ada yang kurang baik. Hal ini mau menunjukan betapa tidak sempurnanya manusia, karena sikap paling sempurna yang ada pada manusia itu hanya dimiliki oleh Allah sendiri.
Jalan kelima, kenyataan bahwa sesuatu di dunia ini terselenggara dengan  baik. Segala sesuatu diciptakan itu terarah sesuai dengan tujuan diciptakannya. Sehingga di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan, karena prinsipnya sesuatu itu diciptakaan bernilai pada dirinya sendiri. Memikirkan itu tentu mengarah kepada si penyelenggara semua itu. Siapa yang bisa menyelenggarakan semua ketertiban dunia sesuai dengan eksistensinya yang begitu rumit ini? yang dapat menyelenggarakan semuan ini hanyala penyelenggara tertinggi yakni Allah. Semua kerumitan dunia yang dipikirkan oleh manusia ini adalah penyelenggaran Allah. Pada Dialah terdapat cosmos, manusialah yang menjadikan cosmos itu chaos.