Pembersihan parit saluran air irigasi dengan sumber mata air dari anak-anak sungai pegunungan dipadukan dengan kepercayaan leluhur. Ayam kampung disembelih di atas aliran air. Tentunya ini dimaksudkan agar aliran air dilancarkan dan dihindarkan dari keburukan.Â
Selanjutnya, daging ayam dibersihkan dan dipotong-potong. Lalu dimasak secara tradisional menggunakan bambu. Pa'piong manuk adalah nama lauk tradisionalnya. Bumbunya hanya garam.
Selain pa'piong manuk, warga juga memasak piong barra' atau nasi lemang. Kedua makanan ini dimasak bersamaan.
Piong manuk dan piong beras inilah yang menjadi nilai tambah menjaga tradisi dan kearifan lokal dalam kegiatan mangkaro kalo'. Warga Makkodo melaksanakannya dengan membawa nilai budaya setempat.Â
Tradisi mangkaro kalo' mengajarkan tentang pentingnya bersahabat dengan alam. Ketika alam terjaga, alam akan memberikan kebutuhan warga, yakni air untuk pertanian.
Tradisi ini juga menjaga pentingnya gotong-royong dan kolaborasi. Semangat ini adalah kekuatan warga Toraja yang di kampung lain disebut ma'kombong.
Makanan tradisional yang dimasak dan disantap oleh warga yang terlibat menggambarkan pentingnya mengonsumsi makanan alamiah. Mirip dengan konteks real food yang banyak saya temui dikonsumsi oleh warga Pulau Jeju saat saya berada di sana tahun lalu.
Warga Lembang Makkodo yang sebagian besar sudah menganut agama Kristen, membawa kepercayaan mereka terintegrasi dalam tradisi nenek moyang dan kearifan lokal. Sebelum memulai kegiatan mangkaro kalo', terlebih dulu dibuka dengan doa yang dipimpin oleh seorang pendeta atau majelis gereja. Demikian pula pada sesi makan siang bersama. Doa dalam iman Kristen diadakan.