Menindaklanjuti keluhan warga, pihak sekolah telah berulang kali menerapkan kebijakan untuk menekan jumlah pemakaian kendaraan bermotor oleh siswa ke sekolah. Salah satunya, hanya siswa yang memiliki SIM yang boleh mengendarai motor dan diizinkan parkir di area halaman sekolah. Pernah juga diterapkan pemberian poin pelanggaran 50 kepada siswa yang mengendarai motor dan tak punya SIM, tetapi tak membuat jumlah motor berkurang. Justru seolahs semakin menjamur.
Terbaru, sekolah mengeluarkan himbauan untuk mengempeskan ban motor siswa jika ditemukan terparkir di area Perpustakaan Daerah dan sekitar Alfamidi. Namun, kembali lagi, Â jumlah motor siswa tetap stabil. Mereka jeli mencari lahan parkir jauh di dalam area pemukiman warga. Mereka kreatif pula dengan meminta izin ke pemilik rumah setempat.Â
Memang, sejujurnya, animo siswa mengendarai motor ke sekolah memang sulit ditekan. Hal ini didukung oleh kondisi di mana ratusan siswa berasal dari luar kota. Bahkan ada yang berjarak di atas 15-35 km dan memilih pergi-pulang tiap hari.
Ratusan siswa SMAN 5 Tana Toraja yang mengendarai motor ke sekolah tiap hari turut menyumbang potensi kemacetan lalu lintas di pertigaan sekolah menuju terminal kota dan Toraja Utara. Kondisi macet terjadi saat tiba dan pulang sekolah. Sesekali, kecelakaan lalu lintas di depan gerbang sekolah. Pernah pula terjadi pencurian motor dan helm siswa.
Melihat kondisi ini, saya mencoba penerapan dari pengalaman di Korea Selatan. Saya memulainya dari kelas-kelas yang saya ajar. Say mengajak siswa untuk mulai membiasakan jalan kaki ke sekolah. Misalnya, untuk jarak rumah ke sekolah dalam radius 1-2 KM dianjurkan jalan kaki. Saya meminta mereka untuk menyampaikan analisa sederhana, mana yang lebih cepat tiba di sekolah, naik motor atau jalan kaki. Konsep jalan kaki mendukung gemar olahraga yang diterapkan Mendikdasmen baru. Intinya, olahraga adalah bergerak.
Minggu ini saya mecoba mengeceknya pada 6 kelas yang saya ajar. Sudah banyak siswa yang mulai jalan kaki dan mereka bisa melihat dampak positifnya.Â
Saya pun mendorong mereka untuk mulai membawa payung ke sekolah. Ya, mirip siswa di Korea Selatan. Payung bisa menjadi media siswa untuk menghindari pemakaian motor.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H