Seperti sudah menjadi tradisi bahwa orang Toraja ketika menikah akan selalu mengenakan busana khas Toraja yang terbuat dari kain tenun Toraja bernama pa'tannun. Dari kain tenun tradisional inilah yang selalu pula menginspirasi pembuatan busana dan gaun mempelai di atas pelaminan.
Berbicara tentang pelaminan, maka karakteristiknya pun tak lepas dari kekuatan budaya Toraja. Pelaminan unik dengan balutan ornamen, ukiran dan simbol-simbol Toraja sangat kental. Konsep minimalis selalu tampak pada pelaminan khas Toraja.
Semua ornamen dan simbol yang dikenakan oleh pengantin memiliki makna. Demikian pula dengan ornamen yang terpasang di pelaminan. Setiap ornamen dan simbol tak dipasang dengan sembarangan. Ada makna mendalam di baliknya, salah satunya tentang derajat atau status dalam masyarakat.
Balutan budaya Toraja sangat kental ketika proses iring-iringan pengantin diikuti rombongan keluarga menuju ke pelaminan. Prosesi dipimpin oleh seorang to ma'parapa'. Bahasa sastra lisan yang memuat makna sangat mendalam disampaikan oleh to ma'parapa'. Bahasa sastra ini dikenal dengan singgi'.Â
Di samping itu, sejarah dan asal muasal singkat kedua mempelai disampaikan to ma'parapa' dalam singgi'. Beberapa nama tongkonan yang menjadi asal nenek moyang kedua mempelai bisa diketahui tamu undangan yang datang melalui singgi' to ma'parapa'.
Satu kelompok penari pa'gellu' berjalan paling depan dari iringan pengantin. Mereka menari diiringi bunyi seruling dan gendang khas Toraja. Peniup seruling adalah seorang anak laki-laki dan dua anak laki-laki lainnya menabuh gendang.
Selanjutnya, beberapa anak laki-laki dan perempuan dengan peran sebagai pagar ayu dan pagar bagus berjalan di belakang penari. Lalu, secara berurutan diikuti pasangan mempelai, kedua orang tua, saudara dan sanak famili.
Prosesi iringan pengantin ke pelaminan berlangsung 10-30 menit tergantung pada rute dan status sosial dari kedua mempelai. Semakin tinggi status sosial, biasanya singgi'Â makin panjang.
Oleh karena lokasi resepsi perkawinan yang ada di lereng perbukitan, maka tiupan angins sepoi-sepoi ditambah keindahan alam makin menambah nikmat sajian resepsi. Makanan khas Toraja seperti pa'piong dan pantollo' bue (mirip brenebon dari Manado) tersaji di atas meja prasmanan.
Dilatarbelakangi oleh lokasi pembuatan pelaminan yang terbatas oleh bebatuan, maka pelaminan yang dibuat di samping kiri pintu masuk gedung gereja pun tergolong mungil dan minimalis. Pemandu acara pun memperingatkan para tamu undangan untuk antri dengan baik saat sesi pemberian ucapan selamat agar pelaminan tidak roboh.Â
Pelaminan menghadap langsung ke arah Buntu Sikolong yang hijau. Lengkap sudah keunikan dan kebahagiaan kedua mempelai.Â